Ide tentang ketakterbatasan sudah muncul secara intuitif dalam fikiran saya jauh sebelum artikel ini ditulis.waktu itu entah kenapa saya suka memikir mikirkan serta membayang bayangkan apaaa dan bagaimanaaa itu ketakterbatasan hingga saya merasa ngeri dan takut sendiri ... takut menjadi gila !! ...
Tetapi ketika saya menghubungkan ide itu dengan keimanan terhadap adanya Tuhan dan definisi tentang Tuhan yang serba maha termasuk dzat maha tak terbatas maka kengerian itu bermuara pada pendalaman Ilahiah yang masih dapat difahami.karena Tuhan mendeskripsikan diriNya dengan definisi definisi yang akal fikiran dapat memahaminya walau dengan pengalaman manusia mustahil menggapainya
Artinya ketakterbatasan Ilahiah suatu yang dapat didalami lebih oleh dunia alam fikiran-bukan dengan pengalaman inderawi manusia yang sangat terbatas itu,walau dunia inderawi memberi landasan awal untuk mendalami masalah ini dengan memberi input input yang berasal dari dunia nampak-dunia fisik-dunia alam lahiriah
Dan bagi saya pribadi pengetahuan tentang ketakterbatasan itu menjadi sebuah spirit serta wawasan tersendiri dalam mendalami persoalan metafisika utamanya berkaitan dengan masalah ketuhanan termasuk memberi landasan metafisis yang bersifat prinsipil bahwasanya ilmu metafisika adalah ilmu yang berkaitan dengan wilayah ketakterbatasan, sehingga :
Siapapun tak terkecuali para failosof kelas dunia yang ingin menarik persoalan metafisika lebih ke cara pandang dunia fisik-dengan memakai bingkai cara pandang ilmu fisika dengan tujuan agar metafisika dapat difahami secara matematis-terukur-sistematis atau 'ilmiah' menurut bahasa sebagian orang maka akan saya tolak
Karena menurut saya realistisnya-sesuai hakikatnya, dimana keterbatasan dan ketakterbatasan adalah realitas atau Ada secara keseluruhan sehingga keduanya mesti dilibatkan keseluruhannya ketika kita membahas persoalan metafisika yang bersifat kompleks dan karenanya tidak ideal bila ilmu dunia metafisika lantas dirumuskan atau direduksi agar berkarakter atau paralel dengan ilmu fisik : terukur,sistematis, matematis
Karena menurut saya ilmu fisik dan ilmu metafisik adalah dua jenis ilmu yang berbeda-mengelola ranah atau realitas serta persoalan yang berbeda,ilmu fisik berkecimpung serta mengelola obyek di ranah keterbatasan sedang ilmu metafisika menelusur serta mengelola persoalan menyangkut ranah keterbatasan dan kaitannya dengan ketakterbatasan
Itu sebab dualisme keterbatasan-ketakterbatasan dengan berbagai definisinya yang berbeda itu secara keilmuan perlu difahami untuk membedakan wilayah serta karakter ilmu fisik dan ilmu metafisik,jangan sampai ada orang yang mendalami persoalan persoalan ilmu metafisik tapi ujungnya ingin memuarakan persoalan metafisik itu menjadi rumusan berkatakter ilmu fisik ! (ingin serba terukur-sistematis-matematis), seolah ingin menjadikan metafisika seperti ilmu mesin yang dipelajari dan lalu secara general di praktekkan.ini hal yang menyimpang dari karakteristik ilmu metafisika yang sesungguhnya
Tetapi juga jangan salah faham,saya bukan menolak prinsip ilmiah,ilmu metafisika untuk dikategorikan sebagai sebuah ilmu memang harus konseptual,memiliki bahasan yang jelas-konstruktif-terstruktur,memiliki metodologi dan tentu dari dalamnya mesti lahir rumusan yang sistematis-dalam arti dapat kita ukur dengan cara berfikir akal fikiran manusia tapi ujungnya jangan dimuarakan pada rumusan yang seolah ingin serba terukur seperti ilmu fisik karena ujung persoalan metafisika yang ideal adalah Tuhan atau ranah ketakterbatasan yang tidak bisa di ukur atau di matematikakan bukan fikiran manusia sebagai subyek yang memikirkan metafisika
ini perbedaan antara metafisika ala saya dengan Kant,Kant ingin memuarakan metafisika pada kapasitas kekuatan akal fikiran manusia sebagai subyek pemikirnya, sedang saya ingin memuarakan persoalan metafisika pada ranah ketakterbatasan Ilahiah dimana dari ranah itu mengalir intuisi intuisi yang tak dapat diukur atau dimatematika kan serta tak dapat kita batasi dan intinya adalah petunjuk Ilahiah - bukan simpulan yang berasal dari asumsi atau rabaan atau logika logika manusia. itu sebab dalam ranah agama peran 'petunjuk Ilahi' sangat vital agar manusia tak terjerumus pada menyelesaikan dengan asumsi nya sendiri
................
Dan karena fungsi substansial dari ilmu metafisika memang adalah memahami aspek metafisis dibalik dunia fisik,sehingga bila melibatkan Tuhan berarti menggunakan bingkai kacamata Ilahiah untuk memahami hal metafisis dibalik yang fisik sehingga tidak layak apabila ilmu metafisika harus paralel atau harus satu karakter dengan ilmu fisik-fisika
Dan sebagaimana kita tahu ada banyak pemikir di dunia filsafat yang lebih ingin menarik persoalan metafisika lebih ke citra dunia fisik agar relevan-paralel dengan gambaran ilmu fisik yang terukur, sistematis,matematis atau 'ilmiah',mulai dari Aristoteles dengan konsep logika sistematis nya, Immanuel kant dengan metafisika 'ilmiah' nya, hingga Descartes yang berangkat dari terminologi kesadaran, dan pada umumnya para failosof sebenarnya golongan yang ingin memindahkan persoalan metafisika yang demikian kompleks kedalam konsep konsep yang dapat diwadahi akal fikiran manusia
Dan pada prinsipnya secara keilmuan itu suatu yang baik,sangat bermanfaat bagi peradaban berfikir umat manusia,setidaknya kita bisa tahu persoalan metafisika yang bagaimana saja yang telah sampai ke alam fikiran umat manusia dan bagaimana manusia menyikapi,mengelola serta menyelesaikannya dimana dalam ranah filsafat adalah dengan cara yang tidak sama karena tiap failosof ternyata memiliki cara-sistem-metode sendiri sendiri dimana yang satu kadang nampak berlainan serta berlawanan dengan yang lain sehingga dalam dunia filsafat kita dapat mengenal mazhab pemikiran yang berbeda beda
Tetapi itulah,tanpa melibatkan pemahaman terhadap makna 'ketakterbatasan' atau tanpa melibatkan Tuhan menurut bahasa teologis seluruh upaya yang dilakukan failosof itu ibarat seribu orang yang masing masing membawa ember besar untuk mewadahi air samudera,maka yang didapatnya hanyalah air yang masing masing se ember itu-bukan air samudera raya.Aristoteles membawa se ember air,Kant se ember air,Descartes se ember air dan seterusnya demikian pula failosof lainnya
Karena ranah metafisika dengan beragam problemnya yang bersifat kompleks itu ibarat air samudera raya yang seolah tak pernah habis walau ribuan failosof termasuk para teolog dalam rentang waktu  ribuan tahun masing masing telah berupaya mengangkat persoalannya,mendalami serta masing masing merumuskannya tapi hingga hari ini 16 juni 2020 persoalan metafisika tetaplah sedalam dan seluas samudera raya,sehingga seperti yang saya sebut diatas,tanpa melibatkan Tuhan mustahil umat manusia dapat menyelesaikannya secara utuh,mendasar dan menyeluruh
............
Dengan kata lain,bila metafisika adalah bahasan tentang realitas-an sich sebagai dirinya sendiri-bahasan sebagai Ada secara keseluruhan dengan beragam aspek dan persoalannya, tetapi realitas itu kita fahami dengan persfectif dualistik terlebih dahulu sebagai suatu yang terbagi kepada yang terbatas dan tak terbatas atau ketakterbatasan dengan keterbatasan maka dualisme demikian akan menimbulkan polarisasi Tuhan-ciptaan,dan polarisasi demikian akan memudahkan manusia dalam mengurai, menganalisis,memetakan serta sekaligus menyelesaikan beragam persoalan metafidika yang kompleks
Dan artinya metafisika akan menjadi ilmu yang teramat sangat luas apabila melibatkan ranah ketakterbatasan atau dengan persfective agama melibatkan Tuhan karena ketakterbatasan iru hanta dapat difahami secara konseptual apabila kita memparalelkannya dengan Tuhan
Tapi mungkin banyak failosof yang tidak setuju dengan ide ini utamanya failosof yang ingin metafisika yang lebih orientasi ke dunia nampak-dunia fisik-yang lebih ingin mendeskripsikan pemahaman terhadap dunia fisik seperti Aristoteles atau failosof yang ingin metafisika yang serba terukur-matematis seperti Immanuel kant
Bandingkan bila metafisika sebatas berkecimpung di ranah keterbatasan,ranah manusia-apalagi sebatas yang manusia dapat jangkau dengan dunia pengalaman inderawinya yang terbatas maka metafisika akan lebih orientasi-mengarah kepada manusia sebagai subyek-bukan mengarah pada Ada-pada realitas yang sesungguhnya
Contoh metafisika yang berangkat dari manusia sebagai subyek yang menyadari adalah filosofi Descartes,tetapi bila kita melihat dari persfectif Ada atau realitas menyeluruh yang terdiri dari keterbatasan dan ketakterbatasan tersebut maka kesadaran manusia ibarat satu ember kosong yang berhadapan dengan air samudera raya nan luas.
Dalam artian seluas apapun kesadaran manusia berupaya dibukakan se lebar lebarnya untuk mewadahi serta lalu memetakan persoalan persoalan metafisika nan kompleks maka itu ibarat upaya menyiapkan sebuah ember untuk mewadahi air samudera raya nan luas,dalam arti lain teramat banyak obyek-persoalan metafisika yang tidak dapat terwadahi atau tertampung atau tercover oleh kesadaran manusia walau telah berupaya dibukakan selebar lebarnya oleh Descartes atau relah dipetakan kapasitasnya oleh Immanuel kant
Dan artinya landasan prinsipil yang dapat saya tarik dari melibatkan ketakterbatasan atau ranah Ilahiah dalam mendalami metafisika adalah dengan membandingkan seluruh ide ide metafisis yang pernah ada dalam dunia filsafat dengan ide ketakterbatasan atau ide Ilahiah tersebut,saya lalu membandingkan bagaimana menurut manusia dan bagaimana menurut Tuhan,bagaimana penyelesaian ala manusia dan bagaimana penyelesaian menurut Tuhan
Karena seluruh konsep metafisis yang pernah lahir di dunia filsafat dengan beragam bingkai serta kacamata sudut pandangnya adalah upaya mengekpresikan wilayah atau dimensi ketakterbatasan kedalam keterbatasan-kedalam konsep konsep yang tentu saja dibatasi oleh kata kata,definisi, metodologi,kategori,terminologi dlsb.
Artinya metafisika berbeda dengan ranah ilmu fisik, sumbernya berasal dari ketakterbatasan dan akan bermuara kembali kesana,bukan semata pada keterbatasan atau pada konsep konsep yang membatasi walau manusia telah berupayaÂ
Betapapun misal Immanuel kant ingin membuat siatem metafisika yang serba sistematis dan menolak system metafisika yang dianggapnya tidak ilmiah tetapi persoalan metafisika toh tidak selesai ditangan Kant,ia seperti seorang yang berhasil mengantongi seember air samudera tetapi persoalan metafisis yang ditinggalkannya tetap se abreg abreg
Masalahnya,setelah ide ide metafisis dengan beragam problematikanya yang berasal dari wilayah ketakterbatasan itu dituangkan kedalam beragam konsep konsep maka apakah ketakterbatasan itu tuntas atau habis sehingga tak ada lagi yang perlu didalami atau dibahas ?
Itulah uniknya membahas ketakterbatasan analoginya ibarat banyak orang membawa ember untuk mengambil air samudera tetapi samudera seperti tak pernah habis.beda misal dengan membahas ilmu fisik semisak teknologi yang ada batasnya setelah seluruh aspeknya tuntas dibahas
Itu sebab dari ranah metafisika selalu mengalir intuisi intuisi tanpa batas,artinya intuisi intuisi baru selalu hadir tanpa manusia dapat membatasinya,intuisi adalah simbol pikiran yang berasal dari ketakterbatasan-wilayah Ilahiah beda dengan logika sebagai fikiran yang telah dibatasi oleh manusia dengan batasan batasan untuk lalu dimainkan oleh manusia sendiri untuk bermain logika
Itu sebab dalam mencari ilmu saya lebih suka lebih bergantung pada intuisi ketimbang memainkan fikiran yang telah dibatasi oleh batasan batasan aturan logika atau lebih suka mengandalkan intuisi ketimbang bermain logika,karena intuidi mengalir dari ketakterbatasan sedang logika bermain di wilayah yang telah dibatasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H