Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Perasaan Emosi Dijadikan Parameter dalam Berpikir

31 Oktober 2019   07:46 Diperbarui: 31 Oktober 2019   10:37 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images : ciptaloka.com

Coba perhatikan seseorang yang tengah menonton sinetron atau film maka perasaan nya bisa ikut terlarut dalam alur ceritera yang tengah di mainkan.ia bisa ikut marah-benci atau bahkan hingga sampai menangis atau merasa ketakutan luar biasa, seolah apa yang dilihatnya adalah suatu yang betul betul nyata terjadi.

Dan memang itulah keahlian para pembuat film atau sinetron adalah bagaimana ia bisa memainkan emosi penonton

Nah dari kasus melihat reaksi rasa perasaan manusia saat melihat film atau sinetron itulah kita bisa mengenal karakter rasa perasaan.karakter rasa perasaan adalah : tidak realistis,mudah jatuh pada ilusi,sensitif,melankolis, subyektif, emosional,hanya melihat satu sisi dlsb.dimana karena karakteristik nya itulah maka rasa perasaan itu mudah jatuh pada kesalahan bahkan dosa dan sama sekali tidak layak untuk dijadikan pemimpin dalam berfikir dan dalam berhadapan dengan beragam permasalahan

Lain bila kita menggunakan logika akal fikiran ketika kita mengikuti alur cerita sinetron atau film.maka kita akan terlindungi dari dipermainkan emosi karena logika akal tahu bahwa apapun adegan yang tersaji di sinetron atau film itu cuma sekedar adegan pura pura

Artinya juga,itulah bila diri tengah dipimpin oleh akal fikiran maka kita akan lebih menggunakan cara berfikir berdasar logika akal sebagai peralatan berfikir utama-bukan berdasar emosi perasaan dan akan terlindungi dari kelemahan rasa perasaan yang mudah tersulut emosi dan mudah jatuh pada tertipu itu.

Sehingga itulah bila kita menghadapi berbagai permasalahan dalam kehidupan termasuk permasalahan keilmuan atau permasalahan yang berkaitan dengan agama maka yang harus lebih dikedepankan tentu akal fikiran terlebih dahulu ketimbang rasa perasaan.artinya rasa perasaan harus mengikuti dibelakang akal fikiran

Karena beda dengan karakter rasa perasaan sebagaimana yang saya sebutkan diatas maka karakter dari cara berfikir akal itu adalah : realistis-logis-obyektif-konstruktif - terstruktur. sehingga unsur jiwa yang cocok untuk menggali serta mengelola ilmu pengetahuan adalah akal fikiran bukan rasa perasaan

Atau bila ingin lebih jelas melhat perbedaan kualitas berfikir antara akal dan rasa perasaan maka amati sekumpulan orang yang berkumpul di arena debat. maka sudah biasa terlihat mana orang yang lebih dikendalikan oleh rasa perasaan emosi dan mana orang yang lebih mengandalkan akal fikiran dalam ber argument.dan kita akan tahu kualitas masing masing peserta debat dari pengamatan akan hal itu.

Kelemahan peserta debat yang lebih di kendalikan oleh rasa perasaannya diantaranya : suka memotong pembicaraan,suka menyerang pribadi orang serta cenderung tidak mau kalah serta selalu mencari alasan untuk membenarkan pandangan yang salah.

Sedang yang mengandalkan akal fikiran lebih fokus hanya kepada mencari serta mengungkap kebenaran

...........

Orang yang menjadikan rasa perasaan sebagai parameter kebenaran

Tapi ada orang yang lebih menjadukan rasa perasaan sebagai peralatan utama atau pemimpin dalam berfikir dan bahkan menjadikan hasilnya sebagai parameter kebenaran

Contoh adalah orang orang yang menyikapi konsep poligami secara negatif.mereka memandang poligami sebagai konsep yang salah karena dipandang sebagai suatu yang menyakiti perasaan wanita.tapi itu lebih kepada pandangan berdasar perasaan bukan berdasar akal.

Karena kalau akal fikiran yang dipakai maka akal akan faham bahwa konsep demikian dibuat Tuhan sebagai alternatif-opsi-jalan keluar ketika manusia memerlukan konsep demikian sebagai penyelesaiannya

Misal,ketika jumlah wanita sudah lebih banyak-tidak seimbang dengan jumlah lelaki,ketika seorang isteri tidak bisa memberi keturunan dan seorang lelaki sangat menginginkan keturunan tanpa harus menceraikan isteri pertamanya atau ketika seorang isteri jatuh sakit parah dan tak bisa melayani suaminya dengan baik dan mungkin masih banyak lagi permasalahan yang bisa diselesaikan dengan cara poligami

Walaupun dalam prakteknya manusia kadang menggunakannya lebih kepada demi untuk kepentingan nafsu biologisnya,tapi sebagai konsep Ilahiah kita tetap harus melihatnya terpisah-otonom dengan prakteknya di tangan manusia

Itulah,beda dengan rasa perasaan yang lebih mengedepankan sensitifitas dan emosi maka akal fikiran lebih mengedepankan analisis serta cara berfikir konstruktif

Contoh lain adalah pembagian waris dalam agama islam yang tidak sama antara lelaki dan perempuan dimana perempuan memperoleh setengah bagian dari lelaki dimana bila disikapi dengan rasa perasaan maka akan cenderung berpandangan bahwa itu adalah sebuah ketidak adilan

Tapi coba dianalisis dengan menggunakan akal fikiran,maka akal fikiran akan faham bahwa lelaki itu menanggung ekonomi keluarga sedang perempuan ditanggung oleh suaminya sehingga beban ekonomi seorang suami itu lebih berat dari perempuan dan karenanya memerlukan dana-modal yang lebih besar

Dan sebenarnya banyak konsep-hukum-aturan Tuhan yang lebih banyak disikapi oleh rasa perasaan emosi manusiawi ketimbang menggunakan analisis akal fikiran.atau dengan kata lain banyak miskonsepsi terhadap agama bahkan benturan manusia dengan Tuhan nya akibat manusia lebih mengedepankan rasa perasaannya

Dan bahkan rumusan rumusan hasil cara berfikir menggunakan rasa perasaan emosi sebagai pimpinannya itu sering dijadikan parameter kebenaran oleh manusia bahkan dilegalisir oleh banyak negara didunia.banyak negara yang memberlakukan larangan poligami misal

Atau contoh lain,persoalan LGBT yang lebih banyak disikapi oleh rasa perasaan dan mengabaikan telaah berdasar akal fikiran.padahal dengan menggunakan akal fikiran kita akan faham bahwa betapa persoalan LGBT itu nampak janggal baik secara psikologis maupun sosiologis  dan merusak harmony antar gender

Dan mengapa agama Ilahiah (yang dibawa para nabi) mengkonsepsikan kewajiban menggunakan akal fikiran dimana manusia dimuliakan karena mereka di karuniai akal.al hadits menyatakan 'tak ada agama kecuali bagi yang berakal'. artinya konsep konsep yang datang dari agama itu mustahil bisa kita fahami kecuali kita menggunakan akal fikiran untuk meng analisis nya

Tetapi itulah persoalannya,manusia kadang lebih mengedepankan rasa perasaan emosi ketimbang akal fikirannya dalam menghadapi beragam permasalahan yang ditemuinya,sehingga lenyaplah keunggulannya sebagai makhluk Tuhan yang berakal

Bahkan sulit bagi manusia memahami kebenaran yang bersifat utuh-menyeluruh bila lebih menggunakan rasa perasaan sebagai pimpinan serta parameter dalam berfikir sebab kecenderungan rasa perasaan emosi dalam berfikir adalah parsialistik-cenderung hanya melihat pada satu sisi-satu aspek-satu segi-satu bagan yaitu : yang menyenangkannya atau menyakitkannya !

Dan satu hal lagi,mengapa agama mengkonsep menjadikan lelaki sebagai pimpinan dari kaum wanita,ya karena persoalan antara rasa perasasn dan akal fikiran ini.anda yang ahli dalam ilmu psikologi pasti sudah tahu jawabannya

Jangan jauh jauh,ambil contoh,ketika seorang wanita menjadi pimpinan parpol maka kerumitan dan keribetan mudah terjadi karena mungkin tanpa sadar ia lebih banyak menggunakan unsur rasa perasaan nya !

Dan setelah tahu apa-mengapa-bagaimana itu rasa perasaan maka layak bagi kita untuk berfikir tidak lagi menjadikan rasa perasaan sebagai kiblat-parameter-sandaran utama dalam berfikir-bertindak serta menghadapi beragam permasalahan baik kehidupan maupun keilmuan karena walaupun tetap ia memiliki kelebihan tersendiri yang khas tapi bisa jadi banyak kekurangan serta kelemahan lain dari rasa perasaan yang belum tertuliskan disini

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun