Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Perasaan Emosi Dijadikan Parameter dalam Berpikir

31 Oktober 2019   07:46 Diperbarui: 31 Oktober 2019   10:37 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images : ciptaloka.com

Atau contoh lain,persoalan LGBT yang lebih banyak disikapi oleh rasa perasaan dan mengabaikan telaah berdasar akal fikiran.padahal dengan menggunakan akal fikiran kita akan faham bahwa betapa persoalan LGBT itu nampak janggal baik secara psikologis maupun sosiologis  dan merusak harmony antar gender

Dan mengapa agama Ilahiah (yang dibawa para nabi) mengkonsepsikan kewajiban menggunakan akal fikiran dimana manusia dimuliakan karena mereka di karuniai akal.al hadits menyatakan 'tak ada agama kecuali bagi yang berakal'. artinya konsep konsep yang datang dari agama itu mustahil bisa kita fahami kecuali kita menggunakan akal fikiran untuk meng analisis nya

Tetapi itulah persoalannya,manusia kadang lebih mengedepankan rasa perasaan emosi ketimbang akal fikirannya dalam menghadapi beragam permasalahan yang ditemuinya,sehingga lenyaplah keunggulannya sebagai makhluk Tuhan yang berakal

Bahkan sulit bagi manusia memahami kebenaran yang bersifat utuh-menyeluruh bila lebih menggunakan rasa perasaan sebagai pimpinan serta parameter dalam berfikir sebab kecenderungan rasa perasaan emosi dalam berfikir adalah parsialistik-cenderung hanya melihat pada satu sisi-satu aspek-satu segi-satu bagan yaitu : yang menyenangkannya atau menyakitkannya !

Dan satu hal lagi,mengapa agama mengkonsep menjadikan lelaki sebagai pimpinan dari kaum wanita,ya karena persoalan antara rasa perasasn dan akal fikiran ini.anda yang ahli dalam ilmu psikologi pasti sudah tahu jawabannya

Jangan jauh jauh,ambil contoh,ketika seorang wanita menjadi pimpinan parpol maka kerumitan dan keribetan mudah terjadi karena mungkin tanpa sadar ia lebih banyak menggunakan unsur rasa perasaan nya !

Dan setelah tahu apa-mengapa-bagaimana itu rasa perasaan maka layak bagi kita untuk berfikir tidak lagi menjadikan rasa perasaan sebagai kiblat-parameter-sandaran utama dalam berfikir-bertindak serta menghadapi beragam permasalahan baik kehidupan maupun keilmuan karena walaupun tetap ia memiliki kelebihan tersendiri yang khas tapi bisa jadi banyak kekurangan serta kelemahan lain dari rasa perasaan yang belum tertuliskan disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun