Sesungguhnya realitas itu berlapis, ada yang kasat mata dan ada yang tak kasat mata. Ada yang bisa ditangkap mata kepala, ada yang hanya dapat ditangkap mata batin semisal realitas adanya cinta-kasih sayang.Ada alam lahiriah yang bisa masuk pengalaman dunia indera dan ada alam gaib yang diluar pengalaman dunia indera.ada realitas abstrak seperti unsur niat dan ada realitas nampak seperti perbuatan lahiriah-fisik
Itulah pemahaman terhadap realitas yang multi dimensional dan pemahaman terhadap realitas yang multi dimensi adalah syarat utama untuk bisa memahami agama sekaligus konsep metafisika secara utuh
Karena jangan salah ada golongan yang pemahamannya terhadap realitas hanya satu dimensi yaitu kaum materialist yang memandang realitas sebagai entitas yang hanya bersifat material dan karenanya mereka tidak akan pernah bisa memahami konsep agama yang berdasar konsep multi dimensi itu serta konsep metafisika yang bersifat utuh-menyeluruh
Nah persoalannya banyak yang tidak mengimplementasikan pengetahuan tentang cara pandang multi dimensional itu dalam realitas kehidupan sehari hari. Bahkan pada orang orang yang mengaku beragama sekalipun maka pandangan mereka terhadap realitas dunia kadang seperti tak ubahnya cara pandang kaum materialist
Banyak dari kita yang mengklaim beragama yang masih tertipu oleh segala bentuk pernak pernik duniawi yang nampak mata dan lupa kepada adanya hakikat dibalik itu semua atau dengan kata lain, masih banyak yang mengaku beragama tapi masih tidak faham apa itu 'hakikat', mereka masih saja mudah terpesona serta tertipu oleh fenomena yang nampak mata lahiriah
Hakikat itu bermakna 'hal terdalam dari segala suatu atau asal muasal terdalam dari segala suatu' dan untuk sampai kepada pengetahuan serta pemahaman sesungguhnya tentang 'hakikat' maka mau tak mau seseorang harus masuk ke dunia agama.Karena hanya Tuhan yang bisa memberi gambaran utuh-menyeluruh tentang makna-pengertian 'hakikat' artinya, pengetahuan menyeluruh tentang hakikat itu tidak akan dapat manusia peroleh dalam dunia sains maupun filsafat. Sains hanya menelusur dunia alam lahiriah-material dan filsafat ketika berbicara tentang hakikat itu bersifat terbatas,hanya sebatas yang akal fikiran manusia dapat fahami serta masih dapat menjangkaunya.
Sedang hakikat dari segala suatu itu hal yang sudah berada diluar wilayah logika-bukan wilayah logika karena eksistensi keberadaannya tidak dibuat serta tidak ditentukan oleh logika manusia melainkan oleh ketetapan sang pencipta.sebagai contoh; hakikat manusia itu berasal dari tanah, hakikat kehidupan itu adalah bermakna ujian, maka hal hal seperti itu tidak ditentukan atau tidak ditetapkan atau dikonsepsikan oleh logika-oleh dunia sains-filsafat melainkan dinyatakan oleh sang pencipta
Nah sang pencipta memiliki serta memegang hakikat dari seluruh yang nampak kedalam pengalaman dunia inderawi dan hakikat demikian dapat didalami serta difahami hanya oleh orang orang yang mau mendalami dan  tentu memegangnya
Analoginya; bila sekumpulan orang menonton sebuah sandiwara diatas panggung dengan jalan ceritera yang panjang dan berliku maka tiap penonton kelak  mungkin akan berupaya membuat tafsiran sendiri sendiri atas makna ceritera sandiwara itu,tetapi hakikat yang sesungguhnya dari makna ceritera sandiwara itu ada di tangan sang pembuat ceriteranya dengan kata lain sang pembuat ceritera itulah yang memegang 'hakikat' sesungguhnya dari makna ceritera yang dibuatnya, para penonton ibarat para failosof yang hanya berupaya meraba raba.
Maka persis seperti itulah logika logika manusiawi seperti yang lahir dari dunia filsafat yang mencoba membuat tafsiran atas berbagai realitas kehidupan, yaitu ibarat para penonton sandiwara yang mencoba membuat tafsiran sendiri sendiri atas jalan ceritera yang diamatinya tetapi hakikat atas berbagai realitas kehidupan tentu saja dipegang oleh sang penciptanya.
Dengan kata lain, realitas terdalam yang merupakan 'hakikat' dari jalan ceritera sandiwara yang membuat ceritera sandiwara itu bisa eksis diatas panggung ada ditangan sang pembuat ceriteranya dan karenanya sebagaimana juga opini opini,tafsiran tafsiran serta filosofi filosofi manusiawi maka tafsiran para penonton sandiwara itu kebenarannya bersifat spekulatif-tidak hakiki, karena kebenaran 'hakiki' seputar jalan ceritera sandiwara itu dipegang oleh sang pembuatnya sendiri
Itulah, kebenaran yang disandarkan pada pemahaman terhadap 'hakikat' disebut 'kebenaran hakiki' atau kebenaran yang sesungguhnya, bukan kebenaran 'bayangan'.kalau sesuatu wujud fisik terkena cahaya maka 'kebenaran yang sesungguhnya' bukanlah bayangan dari benda itu
................................
Dan itulah,pemahaman terhadap makna 'hakikat' itu berhubungan dengan pengetahuan terhadap realitas yang bersifat multi dimensi. Artinya sebagai contoh, seorang yang memahami realitas hanya sebagai suatu yang terbatas nampak kedalam pengalaman inderawi misal, itu tidak akan memahami apa makna 'hakikat' yang sesungguhnya, seorang yang ingin memahami apa itu 'hakikat' mutlak harus memiliki pandangan multi dimensi, memiliki mata batin disamping mata lahir.
Artinya, seorang yang memahami apa itu 'hakikat' adalah seorang yang pandangannya dapat menembus lapisan terdalam dari realitas.maka karena itu seorang yang memiliki mata batin yang dapat menembus hakikat ia tidak silau-tidak tertipu oleh segala suatu fenomena pernak pernik duniawi yang nampak mata karena ia dapat menangkap apa hakikat dibalik semua yang nampak itu tentu saja menutut sudut pandang sang penciptanya
Kesimpulannya,realitas itu tidak datar-tidak satu dimensi melainkan berlapis mulai dari yang nampak mata lahir hingga ke yang hanya dapat ditangkap mata batin. Nah hakikat dari segala suatu terletak di lapisan realitas terdalam yang hanya dapat ditangkap oleh mata batin,dengan kata lain apapun yang nampak kedalam pandangan dunia inderawi tidak selalu mencerminkan hal yang sesungguhnya.seseorang yang menampakkan diri sebagai 'baik'-'saleh' dihadapan mata inderawi manusia hakikatnya belum tentu demikian.
Seorang yang menampakkan diri sebagai orang yang mengklaim beragama maka hakikatnya belum tentu demikian dihadapan Tuhan.sebuah ideologi buatan manusia yang diproklamirkan sebagai suatu yang 'baik' dan 'benar' dihadapan manusia belum tentu hakikatnya demikian dihadapan Tuhan. seorang yang di citrakan sebagai tokoh publik yang kepribadian serta pandangan pandangannya dipandang baik dan benar maka belum tentu hakikatnya demikian dihadapan Tuhan
Dengan kata lain, seorang yang faham ilmu 'hakikat' maka ia tidak akan tertipu atau terkecoh oleh segala bentuk pencitraan, opini opini, persepsi persepsi hingga ke filosofi filosofi atau pandangan pandangan manusiawi yang berada dibalik semua mazhab filsafat-isme-ideologi buatan manusia karena ia tahu bahwa semua itu hanya ibarat bayangan semata dari sebuah obyek fisik yang terkena cahaya-bukan obyek yang sesungguhnya-tidak mencerminkan hakikat yang sesungguhnya
..........................
Lalu bagaimana cara untuk dapat menggapai pemahaman akan hakikat sebagai realitas terdalam dari segala suatu itu agar tidak tertipu oleh berbagai fenomena yang nampak mata itu ?
Pertama adalah kita harus selalu mengasah mata batin karena realitas terdalam dari segala suatu itu hanya dapat ditangkap oleh mata batin yang peka dan kedua tentu adalah kita harus berupaya untuk selalu dekat dengan sang maha pencipta dan mengenal visi misi serta pengertian pengertianNya
Tetapi sebelum tiba kesana-ke level pengetahuan itu kita juga harus pandai bermain logika terlebih dahulu karena banyak yang di klaim manusia sebagai 'tuhan' sehingga ada banyak 'agama' di dunia ini, tetapi pengetahuan akan hakikat akan menggiring logika kita hanya kepada keyakinan hanya mungkin ada satu Tuhan-kemustahilan ada banyak tuhan dibalik realitas keseluruhan. maka kita harus mengetahui serta memahami mana Tuhan yang sesungguhnya ada-eksist-bisa membuktikan keberadaanNya-bukan hanya sekedar imajinasi manusiawi belaka
Hakikat akan senantiasa menggiring pada ke satu an-ke tunggalan pandangan karena kelak akan mencerminkan atau mendeskripsikan satu pandangan Ilahiah bukan pluralitas pandangan manusiawi.dengan kata lain, hakikat bukan  suatu yang orientasi pada pluralitas,keragaman dan kebhinekaan tapi pada ke tunggalan.dimana semua fenomena yang plural-beraneka ragam itu adalah jalan-ujian berliku bagi para pencari kebenaran sejati untuk tiba pada pemahaman akan kebenaran yang hakikatnya hanya mungkin ada satu !Â
Atau dengan kata lain,hakikat itu bersifat tunggal karena mendeskripsikan essensi terdalam dari segala suatu yang adalah hanya mungkin bersifat tunggal-tidak mungkin plural.contoh,hakikat dari perbuatan lahiriah seseorang itu hanya mungkin berasal dari niat yang tunggal-bukan niat yang plural-yang berlawanan satu sama lain
Dan karena banyak yang gagal ketika dihadapkan pada ujian keragaman, lalu mereka memproklamirkan faham pluralisme yang menolak adanya kebenaran tunggal serta Tuhan yang satu.Â
Padahal pluralisme itu suatu yang tidak memiliki kedudukan yang hakiki atau bukan suatu kebenaran yang bersifat hakiki karena hanya ibarat bayang bayang yang diekspresikan oleh pandangan manusiawi belaka dan pluralisme ini pandangan kekinian yang secara massiv dapat merusak serta membunuh pemahaman terhadap apa itu 'kebenaran hakiki' yang adalah bersifat tunggal-tidak plural karena Tuhan sang pencipta realitas itu pun tunggal-tidak banyak
Pemujaan-kultus terhadap pluralitas-keragaman dalam faham pluralisme membuat manusia kehilangan orientasi-fokus kepada mencari cari kebenaran hakiki-sejati yang adalah hakikat nya hanya mungkin ada satu-mustahil banyak.karena Tuhan yang satu tidak akan memiliki pandangan pluralistik yang satu sama lain saling membunuh atau saling melenyapkan
Karena realitas yang plural itu adalah batu ujian bagi para pemikir pencari kebenaran sejati agar merekonstruksi,memilah,menganalisis, mempertimbangkan, memperbandingkan untuk kelak diambil kesimpulan mana yang paling benar dan itulah hal yang logis dari adanya keragaman.
Tuhan mendesain hingga di dunia ini ada keragaman karena tanpa keragaman maka kita tidak akan berfikir keras untuk mencari kebenaran sesungguhnya-hakiki.Yang tidak logis adalah bila lalu berpandangan 'semua baik dan benar' karena hal itu disamping berlawanan dengan hukum logika juga berlawanan dengan pemahaman terhadap hakikat
Itu sebab kaum beragama Ilahiah harus ekstra waspada terhadap faham faham yang ketika bicara agama melulu hanya orientasi pada keragaman-pluralitas bukan fokus mencari kebenaran hakiki
.........
Sekali lagi sebagai bahan perbandingan,apakah pemahaman terhadap 'hakikat' dapat dicapai oleh sains atau filsafat ?
Sebagaimana disebutkan diatas,sains tidak dapat mengantar manusia kepada pemahaman akan 'hakikat' karena memang tidak memiliki metodologi untuk sampai ke arah itu,karena pengetahuan tentang hakikat adalah pengetahuan metafisika sedang sains dikonsep hanya terbatas sebagai ilmu yang menelusur dunia fisik-materi
Demikian juga filsafat tidak akan bisa mengantar manusia menggapai  pemahaman terhadap hakikat yang sesungguhnya kecuali hanya berlogika untuk sekedar membantu mengantar manusia ke arah itu karena sebagaimana ibarat hanya sang pembuat ceritera yang dapat memberitahu hakikat makna ceritera sandiwara yang dibuatnya maka hanya Tuhan-sang pencipta kehidupan sendiri yang bisa memberitahukan hakikat terdalam dari keseluruhan yang diciptakannya
Dengan kata lain pemahaman terhadap agama harus bersifat konseptual, harus menembus pemahaman akan konsep konsep Ilahiah yang ada dibalik agama Ilahi.jangan hanya melihat agama sebagai konsep ritual semata atau hanya memahaminya sebagai jalan keselamatan menuju akhirat semata
........
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H