Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Suami Dipenjara Gara-gara Melakukan Tindakan Kekerasan Seksual terhadap Istri?

12 Maret 2019   12:52 Diperbarui: 13 Maret 2019   09:05 1003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta aksi dan simpatisan membawa spanduk bertuliskan ”STOP” dalam peringatan Hari Anti-kekerasan terhadap Perempuan, di Budapest, Hongaria, Jumat (23/11/2018). (AFP/ATTILA KISBENEDEK)

Apakah faktor mood atau kelelahan harus menjadi faktor yang menjadi sandungan atau halangan bagi sang istri untuk melayani sang suami ? Rasa-rasanya saya belum pernah mendengar ajaran agama yang sampai ke mempersoalkan unsur mood seorang istri, entahlah kalau itu masuk persoalan etika. 

Tetapi larangan saklek-ekspkisit karena persoalan mood itu belum saya temukan dalam ayat suci,kecuali perintah normatif untuk memperlakukan istri secara baik.

Nah perdebatan sengit antara dua narasumber beda visi itu pun terjadi ketika tiba ke persoalan mood itu tadi. Sang ustadz tidak memandang hal itu sebagai suatu halangan karena sang istri harus  berupaya menyesuaikan diri dengan hasrat sang suami tanpa harus mempersoalkan unsur mood. 

Sedangkan bagi sang aktivis perempuan persoalan mood seperti sebuah urusan vital karena itu dipandang sebagai hak asasi kaum wanita dan karenanya memandang pelanggaran terhadap urusan mood itu sebagai sebuah kekerasan seksual yang mungkin menurutnya pantas untuk diganjar hukuman

Membayangkan hal demikian terjadi pada diri sendiri

Dari perdebatan keras nan sengit antara dua kutub yang berbeda pandangan itu saya sejenak coba berintrospeksi diri, tentu saja inteospeksi diri sebagai seorang suami sekaligus sebagai seorang lelaki yang memiliki hasrat seksual dan bagaimana apabila hasrat seksual itu sudah mencapai ubun-ubun. 

Lalu sebagai suami saya pun membayangkan andai saya misal melakukan kekerasan seksual akibat persoalan sang istri yang sedang tidak mood atau merasa dipaksa untuk melayani dan lalu saya diadukan ke polisi dan lalu saya dijemput polisi dan lalu diajukan ke pengadilan dan lalu dipenjara sekian tahun.

Saya mencoba membayangkan rentetan sebab akibat peristiwa yang mungkin dipandang aktivis perempuan sebagai kejahatan seorang suami terhadap sang istri itu. Apa yang saya rasakan?

Anehnya ketimbang telah merasa melakukan kejahatan saya lebih merasa telah dihianati oleh seorang istri yang dulu dicintai-dinikahi dan lalu saya banting tulang mati-matian untuk menafkahinya hanya untuk urusan yang saya pandang tak seberapa. Sebab bila memang demi cinta toh urusan mood bahkan urusan lelah dapat dikesampingkan. Sehingga rasanya keterlaluan banget kalau sang istri mengadukan suami nya ke polisi akibat persoalan tersebut.

Entahlah apakah sang aktifis pejuang kesetaraan perempuan tadi dapat mendalami-menghayati serta merasakan apa yang seorang suami seperti saya ikut rasakan ? Ataukah yang ada dalam benaknya hanya persoalan kesetaraan-kesetaraan-kesetaraan... hak asasi, hak asasi, dan hak asasi.

Berlanjut,lalu saya pun mencoba membayangkan se keluarnya dari penjara akibat melakukan kekerasan seksual terhadap istri tersebut.saya membayangkan,apakah masih akan tersisa rasa cinta terhadap sang istri yang telah menjebloskan saya ke penjara hanya karena persoalan tak seberapa tersebut?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun