Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Non Muslim" sebagai Bahasa serta Status Sosial Bukan Teologis

8 Maret 2019   06:17 Diperbarui: 8 Maret 2019   07:20 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images : Aktual.Com

Dari berbagai perdebatan yang penulis ikuti baik di media cetak maupun elektronik termasuk di medsos seputar istilah 'kafir' yang mencuat pasca dipermasalahkan di munas alim ulama dan konbes NU di Banjar, maka penulis menemukan suatu JALAN TENGAH dari berbagai tesis serta antitesis yang mengemuka atau berseliweran di ruang publik

Jalan tengah itu adalah: bahwasanya sebagai bahasa pergaulan memang sebaiknya menggunakan istilah 'non muslim' tiada lain alasan nya tentu bukan sebagaimana yang diungkap konbes NU yaitu karena istilah 'kafir' didalamnya mengandung 'kekerasan teologis' melainkan demi untuk sebagai etika pergaulan semata, karena istilah serta alasan 'kekerasan teologis' itu tidak ditemukan dalam kitab suci dan karena itu tidak bisa dijadikan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah keagamaan

Dengan kata lain, istilah 'non muslim' itu menjadi sebuah bahasa pergaulan resmi dan sekaligus status sosial dari seseorang yang bukan pemeluk agama islam.atau status manusia dihadapan manusia. Dan karena kaum muslim pun mungkin sudah terbiasa disebut sebagai 'non' oleh penganut agama lain

Tetapi sebagai orang beriman bukankah kita juga harus tahu bagaimana sebenarnya status manusia dihadapan Tuhan nya ?

Nah ketika itu yang ingin kita ketahui tentu kita tak bisa lagi berpegang pada keputusan konbes NU melainkan harus tetap merujuk pada kitab suci sebagai pedoman utama kaum beriman

Nah dalam kitab suci digambarkan status teologis masing masing tiap manusia dihadapan Tuhan, ada yang disebut 'orang ber iman', ada yang disebut orang tak beri iman alias 'kafir'dan ada juga yang mengklaim ber iman tetapi hatinya tidak dan ini disebut 'munafik'. Ada juga berbagai istilah teologis lain seperti 'mukminin', 'muttaqin', 'fasik', 'kufur', 'murtad',yang mana definisi makna nya ada dijelaskan dalam kitab suci atau al hadits

Dimana tahap atau level atau kualitas keimanan tiap manusia itu tidaklah sama,ada yang kuat dan ada yang lemah.ada yang bagus dan ada yang jelek. ada yang beriman pada satu kitab tetapi tidak pada kitab lain. Bahkan ada muslim yang ingkar kepada ayat ayat tertentu dari kitab suci

Dengan kata lain,bila wilayah sosial adalah wilayah pergaulan antara sesama manusia termasuk yang saling berbeda agama maka wilayah teologis adalah wilayah Ilahiah dimana didalamnya yang memegang kewenangan serta yang menjadi parameter tentu saja adalah Tuhan-pandangan Tuhan,bukan lagi manusia atau kategori kategori buatan manusia atau pandangan pandangan manusiawi

Apakah bahasa serta status teologis yang tertera dalam kitab suci dapat dihapus atau diabaikan ? tentu saja tidak, karena hal itu sudah dibuat serta ditetapkan sendiri oleh Tuhan sehingga menolak nya sama dengan menolak ketentuan atau ketetapan Tuhan

Tetapi tentu manusia harus bijak kapan serta dimana bahasa sosial serta bahasa teologis itu kita gunakan. Bahasa teologis misal biasa digunakan ketika dalam acara ceramah atau pengajian intern diantara umat beragama yang seiman saat membahas masalah yang terkait dengan hal menyangkut masalah teologis seperti masalah keimanan

Tetapi bukankah selama ini kaum muslim sudah terbiasa menyebut istilah 'non muslim' itu dalam bahasa pergaulan sehari hari ? dalam pidato pidato resmi atau pernyataan pernyataan terbuka di media misal sudah terbiasa bila istilah non muslim itu yang digunakan

Itulah yang penulis tidak fahami. Apa yang memicu konbes NU yang merekomendasikan tidak digunakannya istilah kafir bagi non muslim ? tujuannya  mau kemana ? 

Kalau alasannya adalah karena adanya unsur ' kekerasan teologis' maka disamping itu sudah menjadi bahasa teologis baku yang tertera dalam kitab suci juga umat diluar agama tertentu saya fikir tak ada yang pernah protes dengan istilah itu. 

Belum pernah ada dalam sejarah dunia suatu umat yang secara resmi mengajukan keberatan atas istilah 'kafir' karena itu dianggap bentuk 'kekerasan teologis'terhadap mereka misal. sehingga diragukan kalau ada umat lain yang sakit hati misal karena terkategorikan golongan 'kafir'

Karena kaum muslim sendiri mungkin disebut 'kafir' oleh pemeluk agama lain.sehingga istilah 'kafir' itu bisa jadi istilah yang sebenarnya sudah biasa digunakan bukan saja oleh kalangan muslim tetapi juga oleh kalangan beragama lain untuk menyebut status teologis orang orang yang berada diluar agama masing masing.dengan kata lain, kaum non muslim pun sebenarnya tidak pernah meributkan istlah 'kafir' itu sehingga mengapa malah golongan muslim dari NU ribut ribut sendiri ? 

Dan istilah 'kekerasan teologis' itu saya fikir malah sudah menyinggung Sang pembuatnya yang adalah bukan manusia tetapi Tuhan, sehingga kaum beriman sebenarnya tak boleh menggunakan istilah demikian apabila menyatakan diri meng imani Tuhan karena bahasa serta status teologis itu tidak dibuat oleh manusia. 

Dengan penjelasan ini mudah mudahan polemik istilah 'kafir' tidak lagi terus berlanjut dan fihak fihak yang merasa keliru dapat menyadari kesalahan nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun