Sesuatu bila masih terpecah kedalam berbagai pandangan maka sesuatu itu belum bersifat mutlak.tetapi bila semua telah bersepakat dalam satu pandangan maka bisa disebut yang satu itu telah memiliki sifat mutlak.'satu-menyeluruh-mutlak' adalah postulat postulat yang harus diingat bila ingin memahami filosofi holistik atau filosofi kemenyeluruhan semacam gagasan Hegel, dan mengapa semua itu harus di satukan karena masing masing mencerminkan aspek yang tidak bisa dipisahkan dengan lainnya.Â
Analoginya, kemenyeluruhan ilmu tentang konstruksi bangunan sebuah gedung besar harus berada pada satu otak insinyur perancangnya dan karena itu instruksi instruksi sang insinyur itu kepada para pegawainya bersifat mutlak kebenaran nya karena ia menguasai ilmu tentang konstruksi bangunan besar itu.
Idealnya kemenyeluruhan harus bermuara ke kemenyatuan sebab bila tidak maka akan terpecah kepada keter kotak kotakkan sebagaimana dalam filsafat yang menjadi beberapa mazhab.dan 'yang satu'-kemenyatuan itu harus bersifat mutlak sebab bila tidak ia tidak memiliki kewenangan berbicara tentang kemenyeluruhan,konsekuensinya kamar kamar tempat mazhab mazhab itu berada yang akan menafsirkannya tentunya secara berbeda beda
Itulah mungkin yang membuat Hegel tidak menyukai pengkotak kotak kan serta pembatasan-pembatasan semisal pengkotakkan kedalam wilayah fenomena-noumena ala Hegel atau pembatasan alan Fichte sebab semua itu merintangi jalan kearah pemahaman terhadap kemenyeluruhan. pembatasan-pengkotakkan memang perlu,semisal memahami batasan kemampuan indera atau akal tapi itu ketika kita membahas hal yang bersifat instrumental-parsial bukan ketika kita orientasi ke menuju memahami kemenyeluruhan
Berbeda dengan pemikiran Fichte, Hegel berkeyakinan bahwa 'yang mutlak' sifatnya imanen dan dinamis dan bukan dua kutub ego-non ego karena keduanya dipandang sebagai pengejawantahan diri realitas dari sini mungkin muncul pemahaman Hegel yang substansial tentang 'roh' karena sifat roh yang imanen atau cocok untuk melukiskan suatu yang imanen sekaligus dinamis.Â
Hegel berpendapat bahwa kenyataan adalah ekspressi dari roh yang mendunia atau roh yang memasuki ruang-waktu.penekanannya atas sejarah sebagai kenyataan yang dikaitkan dengan roh adalah bahwa ia memandang sejarah sebagai cara roh yang berupaya 'kembali kedalam dirinya sendiri' atau roh mengungkapkan diri dalam kesadaran manusia lewat sejarah. analoginya mungkin ibarat seorang pembuat cerita yang berupaya masuk ke kesadaran penonton lewat alur cerita film yang dibuatnya.
Apabila Kant menekankan fakta bahwa kita dapat memahami gejala dunia hanya lewat kategori kategori tertentu maka Hegel bersiteguh bahwa melalui penalaran kita dapat mengetahui struktur total realitas semesta. konsekuensinya adalah Hegel tidak membedakan antara fenomena-noumena. Hal yang oleh Kant disebut 'das ding an sich' semata mata menunjukkan suatu tataran yang lebih tinggi dan juga merupakan spiritual atau roh dari 'yang mutlak'.
Dan mengapa Hegel banyak menggunakan frasa 'roh', mungkin karena pertama, ia ingin mendobrak batasan batasan serta pemisahan pemisahan yang kelewat materialist atau yang dibuat oleh cara pandang yang cenderung materialist sedang kita tahu bahwa materialist tidak mengenal frasa 'roh' dan kedua,untuk memperlihatkan adanya sesuatu yang substansial- hidup dan dinamis yang ada dibalik kemenyeluruhan atau organ kemenyeluruhan atau dibalik yang mutlak atau untuk melukiskan sesuatu yang telah final-yang telah mencapai muara-klamaks nya.untuk lebih jelasnya tentu silahkan analisis lebih jauh filsafat Hegel.
Inilah keunikannya dengan apa yang telah saya gambarkan tentang tatanan hierarki ilmu Ilahiah yang menunjukkan ada hierarki dari yang empirik menuju yang metafisis-berkebalikan dengan alur filsafat positivisme atau adanya estafet ilmu dari dunia empirik ke dunia metafisis itu menunjukkan adanya sifat hierarkis dari ilmu pengetahuan-tidak datar dan tidak terkotak kotak sebagaimana umumnya pemahaman akademik.
Dan itulah bahasan singkat tentang Hegel dan beberapa kemiripan dengan apa yang telah saya tulis sebagai gagasan saya dan tidak berbicara tentang prinsip mana benar-salah dari pemikirannya karena hal itu harus masuk ke pembahasan lebih mendetail tentunya. dan bukan semata untuk mengikuti pandangannya tentunya,kecuali sekedar mencari perbandingan.
Tetapi bila kita menyisir kelemahan filsafat Hegel sebagaimana sudah selayaknya tentu harus dengan bercermin kepada kelemahan mendasar manusia maka kita melihat bahwa ia baru berbicara di tataran konsep-ide-gagasan dan bukan substansi atau hakikat yang se sungguh sungguhnya. Soal hakikat dari yang satu-yang mutlak-yang menyeluruh itu memang tidak bisa dideskripsikan dalam filsafat termasuk oleh Hegel karena untuk kepentingan itu kita harus ber estafet kepada kitab suci. tetapi secara nalar-secara logika melalui Hegel kita dapat menemukan pintu untuk menyelinap masuk ke arah itu,dan siapa tahu menemukan identitas keimanan kita didalamnya bila mau tentunya, karena sebab mungkin tidak sedikit yang membawa prinsip Hegel itu lebih ke arah 'kiri'