Alkisah diatas muka bumi ada dua petualang besar yang melanglang buana dari ujung bumi hingga ke ujung bumi lainnya dimana petualangan keduanya kelak seperti menentukan arah perjalanan sejarah umat manusia
Agama adalah sang petualang dari timur dan demokrasi adalah sang petualang dari barat. Agama turun ke bumi sebagai utusan Tuhan yang ingin menyampaikan pesan-pesan kebenaran. Sedang demokrasi berkelana sebagai utusan kaum humanis yang ingin menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan.
Dalam perjalanannya itu demokrasi senantiasa ditemani oleh sahabat setianya yaitu HAM singkatan Hak Asasi Manusia mereka berdua nampak klop-satu hati-satu jiwa-satu tujuan.
Suatu saat dua petualang besar itu bertemu di suatu tempat lalu terjadilah komunikasi berbentuk dialog-tukar pikiran antara keduanya sehingga keduanya lalu dapat mengenal karakter serta prinsip yang menjadi landasan dasar eksistensinya masing-masing.
Demokrasi tahu bahwa agama adalah konsep Tuhan yang landasan dasarnya adalah nilai benar-salah, baik-buruk menurut kacamata sudut pandang Tuhan tentunya.
Dan agama tahu bahwa demokrasi adalah konsep manusia yang landasan dasarnya adalah hak dan kebebasan. Hak serta kebebasan manusia untuk  hidup-bersuara-menyampaikan pendapat atau memperjuangkan aspirasi aspirasinya
Lalu setelah dialog itu HAM-demokrasi merasa berkepentingan untuk berteman serta bekerja sama. Demi kebaikan bersama seluruh umat manusia kilahnya. Dan karena mereka melihat agama memiliki pengaruh sangat besar serta bersifat permanen di antara manusia di sepanjang zaman sedang mereka hanyalah pendatang baru dalam peradaban manusia. Jadi tak baik mengangkangi begitu saja sang senior mungkin begitu fikirnya.
Tetapi agama nampak pikir pikir dulu atas tawaran itu lalu memberi suatu pertanyaan:
Bagaimana kalau kebebasan yang disuarakan itu adalah ternyata digunakan untuk menyuarakan hal-hal yang salah serta tidak baik yang dapat menimbulkan kecaman serta kemarahan pihak lain seperti kasus Charlie Hebdo atau Salman Rusdhie atau yang bisa menimbulkan kerusakan moral di muka bumi seperti kebebasan yang disuarakan oleh para pengusung kebebasan seks atau yang dapat mengundang kemurkaan Tuhan seperti kasus Sodom and Gomorrah akibat kebebasan yang disuarakan oleh kaum LGBT?
Mendengar pertanyaan itu demokrasi terkesiap untuk sesaat dan berupaya berpikir keras untuk bisa menjawabnya tetapi sulit sekali untuk dapat menjawabnya karena ia sadar di negara asalnya semua yang diceriterakan itu sudah merupakan budaya demokrasi, mau bagaimana lagi pikirnya.
Lalu HAM sahabatnya menimpali; "Di negara asal kami semua yang diceriterakan itu hanya sebagian dari hal-hal yang dijamin berdasar prinsip hak asasi manusia, soal benar salah, baik buruknya menurut agama kami tidak menjadikan hal itu sebagai acuan karena acuan dasarnya adalah semata hak dan kebebasan manusia. Kalaupun ada batasan maka batasan itu adalah nilai-nilai yang dibingkai oleh hukum negara bukan agama".