Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Dialog Visioner Agama-Demokrasi

14 Agustus 2018   16:40 Diperbarui: 14 Agustus 2018   19:13 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images : maxmanroe.com

Alkisah diatas muka bumi ada dua petualang besar yang melanglang buana dari ujung bumi hingga ke ujung bumi lainnya dimana petualangan keduanya kelak seperti menentukan arah perjalanan sejarah umat manusia

Agama adalah sang petualang dari timur dan demokrasi adalah sang petualang dari barat. Agama turun ke bumi sebagai utusan Tuhan yang ingin menyampaikan pesan-pesan kebenaran. Sedang demokrasi berkelana sebagai utusan kaum humanis yang ingin menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan.

Dalam perjalanannya itu demokrasi senantiasa ditemani oleh sahabat setianya yaitu HAM singkatan Hak Asasi Manusia mereka berdua nampak klop-satu hati-satu jiwa-satu tujuan.

Suatu saat dua petualang besar itu bertemu di suatu tempat lalu terjadilah komunikasi berbentuk dialog-tukar pikiran antara keduanya sehingga keduanya lalu dapat mengenal karakter serta prinsip yang menjadi landasan dasar eksistensinya masing-masing.

Demokrasi tahu bahwa agama adalah konsep Tuhan yang landasan dasarnya adalah nilai benar-salah, baik-buruk menurut kacamata sudut pandang Tuhan tentunya.

Dan agama tahu bahwa demokrasi adalah konsep manusia yang landasan dasarnya adalah hak dan kebebasan. Hak serta kebebasan manusia untuk  hidup-bersuara-menyampaikan pendapat atau memperjuangkan aspirasi aspirasinya

Lalu setelah dialog itu HAM-demokrasi merasa berkepentingan untuk berteman serta bekerja sama. Demi kebaikan bersama seluruh umat manusia kilahnya. Dan karena mereka melihat agama memiliki pengaruh sangat besar serta bersifat permanen di antara manusia di sepanjang zaman sedang mereka hanyalah pendatang baru dalam peradaban manusia. Jadi tak baik mengangkangi begitu saja sang senior mungkin begitu fikirnya.

Tetapi agama nampak pikir pikir dulu atas tawaran itu lalu memberi suatu pertanyaan:

Bagaimana kalau kebebasan yang disuarakan itu adalah ternyata digunakan untuk menyuarakan hal-hal yang salah serta tidak baik yang dapat menimbulkan kecaman serta kemarahan pihak lain seperti kasus Charlie Hebdo atau Salman Rusdhie atau yang bisa menimbulkan kerusakan moral di muka bumi seperti kebebasan yang disuarakan oleh para pengusung kebebasan seks atau yang dapat mengundang kemurkaan Tuhan seperti kasus Sodom and Gomorrah akibat kebebasan yang disuarakan oleh kaum LGBT?

Mendengar pertanyaan itu demokrasi terkesiap untuk sesaat dan berupaya berpikir keras untuk bisa menjawabnya tetapi sulit sekali untuk dapat menjawabnya karena ia sadar di negara asalnya semua yang diceriterakan itu sudah merupakan budaya demokrasi, mau bagaimana lagi pikirnya.

Lalu HAM sahabatnya menimpali; "Di negara asal kami semua yang diceriterakan itu hanya sebagian dari hal-hal yang dijamin berdasar prinsip hak asasi manusia, soal benar salah, baik buruknya menurut agama kami tidak menjadikan hal itu sebagai acuan karena acuan dasarnya adalah semata hak dan kebebasan manusia. Kalaupun ada batasan maka batasan itu adalah nilai-nilai yang dibingkai oleh hukum negara bukan agama".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun