Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kita Semua Tertunda dalam Bahasa (?)

1 Agustus 2018   10:01 Diperbarui: 1 Agustus 2018   10:20 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images : jambiupdate.co

Tarzan yang tidak berbahasa

Al kisah ada seorang bayi yang karena alasan tertentu dibuang oleh orang tuanya kedalam hutan dan secara ajaib anak itu berhasil tetap hidup oleh karena pertolongan para satwa dan lalu tumbuh menjadi Tarzan muda.semakin tumbuh besar maka kesadarannya mulai menangkap berbagai Ada atau realitas disekelilingnya.dan manusia dikaruniai kemampuan alamiah dalam menangkap pengertian pengertian seputar Ada yang ditemuinya.hanya saja kekurangannya adalah ia tidak memiliki bahasa untuk mengungkap serta memikirkan secara terstruktur semua hal yang telah diketahui dan difahaminya. perhatikan bahwa ketiadaan bahasa pada dirinya tidak menghalanginya menangkap 'pengertian pengertian' yang mengerucut pada pemahaman makna makna.contoh sang Tarzan menahami makna auman harimau kala ia tengah berburu,faham makna bahasa tubuh kera,atau makna lolongan serigala dimalam hari.

Dengan kata lain, sang Tarzan belum berbahasa bukan berarti sang Tarzan belum berkesadaran hanya kesadarannya belum terstruktur,atau kesadarannya masih bersifat spontan.karena fungsi bahasa adalah membuat kesadaran menjadi terstruktur atau dengan kata lain berbahasa itu menandakan kesadaran yang sudah terstruktur dan ciri dari adanya kesadaran terstruktur adalah proses berfikir yang konstruktif.sehingga dalam diri Tarzan maka berfikirnya masih mengikuti kesadaran spontannya alias belum konstruktif-belum terstruktur.Tarzan belum bisa berfilsafat misal karena berfilsafat itu adalah memerlukan kesadaran yang terstruktur sehingga manusia dapat mendesain alam fikirannya dengan berfilsafat

Dalam bahasa Descartes,Tarzan adalah subyek berkesadaran hanya kesadarannya belum terata oleh bahasa.tetapi harus ditekankan bahwa kesadaran tidak mutlak menunggu bahasa untuk bisa eksist.Ada tidaklah dihadirkan oleh bahasa tetapi oleh kesadaran, bahasa hanya membingkai nya menjadi pengetahuan formal misal

Dan ketika saatnya si Tarzan ini keluar dari hutan dan mulai berinteraksi dengan manusia yang telah berbahasa maka ia tidak kosong sama sekali dari 'pengertian pengertian' sebagaimana yang juga ditangkap oleh orang yang telah berbahasa.ketika Tarzan memasuki wilayah bahasa yang akan terjadi secara alami pada dirinya adalah membingkai pengertian pengertian yang telah dicerapnya dengan kata demi kata atau menangkap makna dari kata kata yang dicerapnya sesuai pengertian yang telah difahaminya.bahkan ketika Tarzan jatuh cinta maka makna-pengertian-substansi cinta itu secara alami dapat ditangkapnya hanya belum memiliki bahasa yang cukup untuk mengungkapkannya

Nah kunci untuk memahami kisah diatas adalah; bahwasanya manusia itu diberi kemampuan alamiah untuk menangkap pengertian pengertian dari realitas di sekelilingnya.sehingga sebenarnya bukan bahasa yang menciptakan pengertian pengertian tetapi pengertian pengertianlah yang menciptakan bahasa (!) Sehingga ketika kita mendalami persoalan bahasa bahkan di wilayah kontemporer dimana bahasa dipandang dengan penuh kecurigaan-seperti tertuduh di muka hakim,maka hal terpenting adalah menangkap makna-pengertian dibalik bahasa.dan bukan orientasi mengosongkan bahasa dari makna-pengertian yang secara alami telah disepakati dan memberinya makna baru yang belum tentu sesuai dengan pengertian pengertian yang telah terbentuk secara alami

Kelak ketika para dekonstruksionist bahasa hendak 'mengacak acak' pengertian baku yang telah tercipta melalui bahasa dan yang telah digunakan secara permanen oleh manusia dari zaman ke zaman termasuk dalam dunia filsafat maka upaya mereka itu seperti upaya melawan angin karena pengertian yang tertanam dalam bahasa itu akan kembali kepada para penggunanya sendiri. karena dari bahasa itu manusia akan cenderung memegang pengertiannya bukan bahasa formalnya-bukan bahasa lisan maupun teks -tulisan nya.bahkan kehendak para dekonstruksionist untuk menciptakan makna makna baru secara lebih bebas melalui dekonstruksi makna makna ujungnya akan tetap mengerucut pada pengertian serta kesepakatan yang sama.artinya,dalam wilayah bahasa manusia akan cenderung pada kesepakatan ketimbang kebebasan individu dalam menafsir karena fitrah manusia adalah berkomunikasi satu sama lain dan kesepakatan dalam memaknai makna bahasa itu akan memudahkan satu sama lain dalam berkomunikasi

Perhatikan instrument bahasa berupa kosakata berikut ini ; 'akal budi','nati nyrani','lelaki','wanita','binatang', manusia','cinta' dlsb. maka coba tangkap makna makna pengertian dari instrument bahasa tsb. dan tahukah anda bahwa makna dari kata kata itu telah mengerucut menjadi pemahaman kolektif dan karena kesepakatan kolektif itulah kita bisa berkomunikasi satu sama lain. bayangkan andai tiap orang memiliki serta memegang pengertian yang berbeda beda terhadap kata kata diatas maka manusia akan sulit berkomunikasi serta berinteraksi satu sama lain.

Atau andai kata 'akal budi' diganti dengan 'kaka','hati nurani' dengan 'keke','lelaki' dengan 'kuku','wanita' dengan 'kiki' maka berapa kalipun kata kata nya diganti maka pengertiannya akan tetap mengerucut pada pengertian substansialnya yang sama seperti sebelumnya dan secara alami manusia akan cenderung pada mencari kesepakatan bersama karena itu hal sangat urgent dalam berkomunikasi.hal yang serba 'alami' itu yang sering diabaikan para dekonstruksionist bahasa.dengan kata lain kata kata itu hanya sekedar bungkus dari makna makna-pengertian yang telah tercipta

Sehingga sekali lagi,yang patut digaris bawahi dari eksistensi bahasa serta diskursus diskursus kebahasa an tetaplah unsur makna pengertian yang ada didalamnya.bahasa walau tidak tertulis sebagai teks,andai tidak ada kamus kamus maka intinya ia adalah secara individu merupakan sarana untuk menangkap pengertian pengertian dalam Ada dan secara kelompok ia adalah sarana untuk mengkomunikasikan pengertian pengertian yang telah disepakati bersama.penulis teks hanya merangkum semua makna yang telah disepakati bersama itu dan bukan pencipta makna makna.sebab itu menelusuri bahasa bukanlah bermuara pada teks atau penulis teks tapi pada pengertian dasar apa dibalik bahasa yang telah disepakati bersama sebab tanpa kesepakatan makna maka kata kata tidaklah akan mewujud menjadi bahasa komunikasi

Sebab itu bila ada yang menyatakan 'semua adalah bahasa' maka itu kurang tepat karena bahasa tidak menciptakan realitas juga tidak menciptakan makna makna tetapi realitas itu yang melahirkan makna makna dan bahasa adalah pelayan-juru tafsirnya.dengan kata lain makna makna-pengertian pengertian yang kita tangkap dari realitas itulah yang secara alami menciptakan bahasa-bahasa mengemas makna makna

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun