Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mungkinkah Satu Kebenaran di Atas Keanekaragaman?

23 Februari 2018   17:13 Diperbarui: 23 Februari 2018   18:38 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images : dreamstine.com

Untuk memudahkan memahami kemana arah maksud tujuan dari artikel ini secara logic-konstruktif mari kita buat analogi terlebih dahulu sebagai gambaran perumpamaannya

Ibarat seorang guru di sekolah yang membuat berbagai soal ujian bagi para murudnya,dan sebagai solusi jalan keluarnya memberi mereka-para muridnya itu pilihan jawaban yang beragam misal pilih ; A,B,C,D atau E.Nah sang guru memberi pilihan jawaban yang beragam itu tentu bukan dengan maksud tujuan agar para muridnya terpesona dengan aneka jawaban yang bisa demikian beragam tetapi agar para muridnya berfikir keras mana diantara pilihan jawaban yang beragam itu satu yang paling benar sebab mustahil semua pilihan jawaban itu bisa benar semua nya.sebab kalau sang guru membenarkan semua pilihan jawaban yang ia buat maka ia telah melanggar serta mengacaukan hukum logika kebenaran yang menyatakan bahwa yang benar itu hanya mungkin ada satu,artinya berbagai pernyataan yang berbeda essensi maupun substansinya mustahil semua bisa sama benar

Itu adalah salah satu prinsip-filosofi-cara pandang mendasar bagaimana sebenarnya kita harus melihat hubungan mendasar antara konsep 'Kebenaran' dengan 'Keragaman' atau 'kebhinekaan'. artinya bila dilihat dari sudut pandang 'kebenaran' maka seluruh element- entitas-proposisi-identitas yang ada dalam atau menjadi bagian dari keragaman itu baik yang bersifat materi-fisik maupun yang bersifat non materi-metafisik itu mustahil semua dapat kita kategorikan atau kita posisikan sebagai 'benar' secara hakiki

Contoh,dalam  realitas kehidupan umat manusia terdapat beragam agama-kepercayaan-kebudayaan-adat istiadat dlsb.dan kita tak bisa memposisikan semua entitas itu sebagai 'kebenaran' mengapa ? .. karena essensi serta substansi dari semua entitas yang menjadi bagian dari keragaman itu berbeda satu sama lain nya.contoh ; ada budaya yang ber moral dan ada budaya yang tak bermoral,ada budaya yang tidak berlawanan dengan akal sehat tetapi ada kultur klenik di masyarakat yang berlawanan dengan akal sehat,ada adat istiadat yang baik dan ada adat istiadat yang tidak baik,ada agama yang bersesuaian dengan logika akal sehat dan ada kepercayaan yang sulit difahami logika akal sehat seperti kepercayaan akan keterlibatan ruh leluhur dalam kehidupan orang orang yang masih hidup,dlsb.serta hal hal lain yang mencirikan adanya pertentangan satu sama lain

Ada orang-kelompok yang fokus utama nya atau filosofi dasarnya adalah lebih pada keragaman serta kebhinekaan semata dan kurang peduli dengan prinsip 'kebenaran' yang ciri khas nya adalah selalu bersifat tunggal itu.ia cenderung mengkultuskan keragaman itu sebagai keragaman semata bahkan memakai latar belakang penjelasan teologis-Ilahiah sebagai landasan ilmiah nya.salah satu ciri khas nya adalah ia tidak suka atau cenderung benci bila ada satu kelompok yang mengklaim 'kebenaran' tertentu sebagai keyakinan nya dan menolak yang berlawanan dengan keyakinannya sebagai kebenaran.

Padahal bila dilihat dari sudut pandang konsep 'kebenaran' maka adanya klaim kebenaran dari satu fihak-kelompok tertentu itu adalah suatu yang logis mengingat sifat serta hakikat dari kebenaran yang adalah tunggal-bukan beragam,sehingga bila ada satu fihak yang meyakini-mengklaim suatu kebenaran tertentu maka pasti ada entitas lain yang ia yakini sebagai ketidak benaran.dan sikap kita bukan antipati atau menyalahkan nya dengan alasan ia anti keragaman atau anti kebhinekaan misal tetapi memeriksa klaimnya itu dengan ilmu pengetahuan-dengan dalil akal sehat; apakah yang diklaim nya itu adalah memang benar suatu kebenaran ?

Analoginya,bila di satu kelas di suatu sekolah saat ujian ada murid yang mengklaim bahwa jawaban yang benar adalah A maka respon guru dan para murid tentu bukan membencinya dengan alasan 'tidak menghormati keragaman jawaban' misal tetapi memeriksa klaimnya itu dengan ilmu pengetahuan apakah memang klaimnya itu suatu kebenaran ? itu bila sang guru dan para murid fokus-orientasi pada ilmu pengetahuan yang selalu bermuara pada bentuk kebenaran tunggal itu.(artinya,seluruh ilmu pengetahuan apapun jenisnya,tidak bermuara pada jawaban jawaban yang essensi-substansinya berlawanan satu sama lain)

Tetapi itulah,manusia adalah makhluk dengan ciri khas 'keragaman'  dan keragaman itu seolah merupakan identitas nya dan mereka memiliki rasa perasaan yang seolah tidak mau tersinggung atau tersakiti atas apa yang mereka percayai.tetapi mesti diingat juga bahwa konsep 'kebenaran' itu otonom-terlepas dari masalah rasa perasaan manusiawi.sehingga betapapun kita menghormati prinsip-kepercayaan-adat istiadat seseorang atau satu kelompok dengan alasan menjaga rasa perasaan nya tetapi jangan sampai hal itu melabrak prinsip dasar hukum logika misal dengan berpandangan bahwa 'semua kepercayaan itu sama saja' atau   memandang semuanya sebagai 'sama baik dan sama benar' karena apa yang dipercayai satu kelompok terkadang substansinya berlawanan dengan apa yang dipercayai kelompok lain,atau sebagai contoh ; ada kepercayaan yang masuk akal dan ada yang sulit masuk di akal sehat

Keragaman dalam pandangan agama Ilahiah-agama yang dibawa para nabi

Harap jangan ada yang marah atau tersinggung bila saya menulis tentang 'satu kebenaran diantara keragaman' karena ini bukan tanpa dasar penjelasan kitab suci (yang saya yakini tentu).dalam kitab suci Al qur' an ada penjelasan tentang ini yang bila digali maka penjelasan teologisnya adalah; bahwasanya Tuhan mendesain-mem pra kondisikan kehidupan diatas muka bumi sedemikian rupa sehingga diatasnya bisa muncul beraneka keragaman,disamping ada keragaman ras bangsa-bahasa-ilmu pengetahuan-sejarah dlsb.juga bisa ada keragaman agama-kepercayaan,budaya,adat istiadat dlsb.dlsb.

Pertanyaan utama serta mendasarnya sesuai penjelasan Al qur'an adalah : apa makna-maksud tujuan dasar atau 'hikmat' dari ada serta terjadinya realitas kehidupan seperti itu ?

Tentu bukan dengan maksud tujuan agar manusia saling mengenal keragaman itu semata atau apalagi bukan dengan maksud tujuan agar manusia mengkultuskan keragaman itu sebagai keragaman semata tetapi agar manusia bisa berfikir atau agar hati nurani serta akal fikiran nya jalan-agar manusia bisa meng analisis-memilah dan memilih mana yang benar dan mana yang salah,mana yang baik serta mana yang buruk diantara yang beragam itu,sebab tidak semua yang beragam itu benar serta baik, malah sebagian dapat membinasakan baik dunia maupun apalagi akhirat.contoh, ada budaya yang baik tetapi ada budaya nudis-free sex yang a moral atau budaya klenis-tahayul yang berlawanan dengan prinsip tauhid-keimanan terhadap Tuhan yang esa.sehingga memandang baik semua budaya-adat istiadat dengan jargon 'melestarikan budaya' serta penghormatan atas keragaman budaya belum tentu bersesuaian dengan ajaran agama Ilahi

Analoginya kembali pada para siswa yang tengah diuji oleh sang guru itu-yang diberi pilihan jawaban yang beragam tentu bukan agar para siswa mengenal keragaman jawabannya tetapi agar akal fikiran para siswa bisa berjalan alias berfikir untuk bisa menganalisis-memilah dan memilih mana satu jawaban yang paling benar diantara jawaban lain yang otomatis-mau tak mau harus diposisikan sebagai 'salah'

Artinya,dalam bingkai konsep 'kebenaran' maka dualisme benar-salah,baik buruk selalu jadi prinsip utama dan selalu jadi alat utama serta bahan analisis mendasar-menjadi wacana pembicaraan-bahan kajian.beda dengan bila seseorang lebih fokus-orientasi pada keragaman-pluralisme maka prinsip benar-salah itu tidak akan mengemuka.dan prinsip benar-salah ini memang seringkali memilah manusia pada kutub kutub yang berbeda,ada yang di posisikan berada dijalan yang benar dan ada yang diposisikan berada di jalan yang salah dan itu adalah sebuah resiko ilmiah yang tidak disukai serta dipermasalahkan oleh para penggagas filisofi pluralisme utama nya yang tidak orientasi pada analisis mana benar-mana salah

Sebab itu bila artikel ini kurang berkenan atau tidak disukai oleh fihak tertentu maka minimal ditujukan utamanya buat kaum seiman-se kepercayaan terhadap Tuhan yang maha esa yang memang seharusnya peka terhadap permasalahan kebenaran ini,agar nurani serta akal fikirannya masih dapat berjalan-masih dapat memilah mana yang benar-mana yang salah,mana yang baik serta mana yang buruk dari semua keragaman budaya-adat istiadat-kepercayaan dengan pisau analisis yang diberikan oleh Tuhan melalui kitab suci yang mereka pegang dan pedomani

Sebab jangan salah atau mesti di ingat bahwa filosofi dunia atau arus 'world view' yang mengalir saat ini di dunia cenderung mengarahkan manusia pada penyama rataan kepercayaan-budaya-adat istiadat tanpa mempermasalahkan lagi konsep 'kebenaran' sebagaimana yang menjadi visi-misi utama agama Ilahi ditengah keragaman.para penggagas world view demikian itu lebih orientasi pada konsep-prinsip 'keragaman-H A M- demokrasi'.idem-identik dengan filsafat kontemporer alias 'posmo' yang sudah tak lagi orientasi pada konsep 'kebenaran berdasar rasio' yang digagas para failosof era klasik dan lebih cenderung pada prinsip relativisme-pluralisme-individualisme. artinya mereka anti rasionalitas yang memang mengarah pada keniscayaan bermuara pada konsep kebenaran tunggal (kebenaran telah mati di ranah filsafat kontemporer !).padahal rasionalitas itu pun sangat di agungkan oleh atau dalam agama Ilahiah

Dan kondisi demikian idem-persis sebagaimana dinubuatkan oleh para nabi bahwa diakhir zaman 'ilmu pengetahuan akan diangkat ke langit'-artinya kebenaran akan menghilang dari pemahaman manusia karena konsep ilmu pengetahuan lebih dikaitkan dengan entitas entitas atau hal hal empirik-material,bukan dengan yang non empirik.dan secara filosofi karena alam fikiran manusia lebih di giring pada prinsip pluralisme serta prinsip penyamarata an dan manusia pun kehilangan daya analisis untuk memilah mana yang benar serta mana yang salah menurut sudut pandang Ilahiah.lalu ada nubuat akhir zaman tentang 'kebenaran yang terbalik',tafsir nya ; saat itu yang dijadikan parameter kebenaran adalah kaca mata sudut pandang-filosofi-ideologi atau isme buatan manusia dan konsep kebenaran Ilahiah ditempatkan di bawah nya,sehingga benar menurut Tuhan menjadi salah menurut manusia dan salah menurut Tuhan menjadi benar menurut manusia

Visi misi para nabi-rasul

Sebagaimana kita ketahui semua para nabi-rasul (kecuali generasi awal tentunya) mereka semua diturunkan ditengah masyarakat yang beragam baik kepercayaan-budaya maupun adat istiadatnya tetapi mereka hadir bukan semata untuk mengagung agungkan keragaman itu sendiri tetapi mengajari masyarakat untuk memilah dan memilih mana yang benar serta mana yang salah, mana yang baik serta mana yang buruk diantara semua yang beragam itu

Sebagai contoh adalah kehadiran Rasulullah di tanah Arab yang dulu masyarakatnya berbudaya-beradat istiadat serta berkepercayaan yang dinilai salah-buruk atau 'jahiliyyah', lalu rasul membimbing mereka hingga ke level menjadi masyarakat yang lebih dihormati dan disegani dunia karena berperadaban lebih baik

Walau di sisi lain kita juga mesti menyadari bahwa masyarakat apapun kepercayaan-budaya serta adat istiadatnya mereka itu memiliki rasa perasaan-hal manusiawi sehingga dalam pergumulan serta pergaulan kehidupan tetaplah harus menjaga bagaimana agar tidak timbul konflik emosional yang berlebih sehingga tidak melahirkan konflik horisontal yang membahayakan

Tetapi jangan juga karena dalih menjaga serta menghormati rasa perasaan manusiawi dalam keragaman itu visi-misi Ilahiah terkait masalah 'kebenaran' diabaikan atau malah diruntuhkan. karena sebagai makhluk Tuhan apalagi yang mengklaim 'beriman' maka menjadi suatu kewajiban untuk saling mengingatkan manusia atas apa yang menjadi visi-misi utama para nabi itu tentu dengan cara bijak dengan menghindari konflik perasaan sebisa mungkin

'Berbahagialah orang yang masih memiliki semangat mencari kebenaran' demikian selalu yang dinyatakan oleh kitab suci.tapi realitas seperti itu dewasa ini kadang seperti mimpi.orang orang pun kadang takut atau malu berbicara tentang masalah 'kebenaran' karena takut dianggap tidak sesuai dengan semangat kekinian yang lebih mengutamakan prinsip persamaan serta keberagaman atau ketakutan akan menimbulkan konflik horizontal karena membicarakan masalah itu otomatis akan masuk ke lingkaran kutub ini benar-ini salah.itulah ada problem psikologis-sosiologis tersendiri dibalik membicarakan konsep 'kebenaran' sehingga memerlukan kekuatan mental-spiritual tersendiri memegang iman di akhir zaman

Dan salah satu penyebab dari hilangnya semangat mencari serta memberitakan kebenaran IIahiah salah satu nya adalah efek dari menguatnya world view alias ideologi buatan manusia yang mencengkeram dunia yang lebih orientasi pada prinsip penyamarataan serta pensejajaran bahkan antara yang berlainan serta berlawanan,prinsip mana benar mana salah sudah tak lagi menjadi wacana. ideologi moderatisme-prinsip HAM-demokrasi lebih mengemuka ketimbang membicarakan konsep 'kebenaran tunggal'.dan orang beriman pun malu mengklaim kebenaran yang diyakini nya-malu membicarakannya karena takut dianggap anti keragaman atau dianggap tidak sesuai dengan semangat kekini an.dan karena mengklaim keyakinan nya sebagai kebenaran mutlak saat itu dianggap sebagai suatu hal yang negatif

Dan bila kita kembali pada pertanyaan yang menjadi judul artikel ini maka jawabannya sebenarnya bukan ada pada manusia tetapi pada Tuhan-pada kitab suci.sebab bisa jadi bila mengikuti manusia maka manusia mungkin lebih cenderung menyukai mengikuti jalan fikirannya sendiri ketimbang mengikuti jalan fikiran Tuhan nya.manusia cenderung terpesona oleh keragaman.padahal hakikatnya itu adalah kulit luar,essensinya itu adalah ujian untuk berfikir-mencari kebenaran yang substansi-hakikat nya adalah bersifat tunggal-sesuai dengan sifat Tuhan yang esa-tidak banyak

Dan itu artinya,diatas realitas keaneka ragaman itu kebenaran itu tidak bisa menjadi ikut beragam karena hakikatnya memang bersifat tunggal.dan inilah yang menjadi tantangan tersendiri bagi para pencari kebenaran sejati
........

Terima kasih dan mohon maaf bila ada yang kurang berkenan atas artikel ini
........

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun