Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bila Suatu Perdebatan Sulit untuk Diselesaikan

5 Januari 2018   06:09 Diperbarui: 5 Januari 2018   11:32 1223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

...

Dalam suatu perdebatan yang yang orang cari-permasalahkan utamanya adalah soal  'kebenaran' yang jelas dan terang benderang, tetapi akhir dari sebuah perdebatan tidaklah selalu sesuai harapan sebab sering terjadi ada fihak yang terlibat perdebatan malah 'membunuh kebenaran' itu sendiri. perdebatan sering kali malah berujung pada munculnya pernyataan pernyataan seperti ini :

'Itu kan multi tafsir'

'Kebenaran itu kembali kepada keyakinan masing masing'

'Itu kan menurut kepercayaan anda'

'Tak perlu merasa paling benar sendiri'

'Semua agama itu benar'

Dlsb.pernyataan pernyataan yang sejatinya dapat kita sebut 'membunuh kebenaran'.atau cara lain yang juga 'membunuh' adalah dengan menyerang pribadi sang peserta debat dan dengan tidak fokus lagi kepada substansi permasalahan yang sedang dikaji.saya dulu sering mengalaminya ketika berdebat dengan atheis-agnostik dan proses mencari kebenaran pun menjadi buntu setelah di kunci mati oleh kalimat kalimat yang membunuh atau setelah lawan debat malah berbelok menyerang pribadi (argumentum ad hominem)

Dalam pernyataan pernyataan 'membunuh' diatas itu artinya persoalan klaim kebenaran yang diperdebatkan secara panjang lebar itu pada akhirnya dikembalikan kepada sang subyek yang memikirkan bukan kepada obyek yang difikirkan.dan bila persoalan kebenaran sudah dimuarakan kepada hal hal yang subyektif seperti itu maka biasanya akan berakhir dengan ketidak sepakatan dan ketidak jelasan .sehingga tidak ada Pihak yang dianggap kalah atau menang dalam artian; tidak jelas lagi mana yang berada di fihak yang benar dan yang berada di fihak yang salah,bahkan benar-salah pun menjadi kabur-samar-tidak jelas.artinya juga sebaliknya,bila perdebatan ingin berujung pada melihat benar-salah secara jelas dan terang benderang maka harus fokus pada substansi permasalahan jangan fokus kepada subyek peserta debat,jangan fokus misal mempermasalahkan kepercayaannya,karena soal percaya atau tidak itu sudah mutlak wilayah pribadi.juga tak perlu mempermasalahkan apakah sang peserta debat merasa benar sendiri atau tidak.artinya,dalam perdebatan hal hal subyektif yang bisa menghalangi proses mencari kebenaran harus berupaya di singkirkan

Tetapi itulah, kalimat kalimat membunuh tadi biasanya muncul karena faktor 'ego' yaitu karena tujuan berdebat bukan semata ingin mencari kebenaran tetapi lebih kepada mencari kemenangan sehingga ketika seseorang kehabisan argument untuk mengcounter pendapat lawan debat maka cara cara yang 'membunuh' itu tadi dilakukan

Dan biasanya pernyataan pernyataan membunuh seperti diatas itu muncul pada perdebatan terkait masalah non fisik- metafisis seperti perdebatan yang menyangkut masalah agama-ketuhanan atau soal soal filsafati.beda dengan perdebatan di wilayah sainstifik maka pernyataan pernyataan diatas itu bisa tidak akan ada karena bentuk kebenaran yang jadi parameter-rujukan-acuan di wilayah sains adalah 'kebenaran empirik' yaitu bentuk kebenaran yang dapat ditangkap oleh dunia indera semua orang sehingga siapa yang membawa atau berlandaskan pada bukti empirik yang kuat maka ia lah yang otomatis memenangkan klaim atas kebenaran tanpa lawan dapat membantah atau 'membunuh' nya.artinya sebagai contoh,kebenaran empiris itu sulit untuk multi tafsir serta tak memerlukan unsur kepercayaan untuk menggenggamnya,sehingga ketika seseorang mengungkap suatu kebenaran empirik maka orang tak akan mengungkit kepercayaan atau keyakinannya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun