Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Heran Kalau Intelektual-Akademisi Sulit Memahami "Kebenaran Hakiki"

5 Desember 2017   07:41 Diperbarui: 5 Desember 2017   09:06 2237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images : biografiku.com

Karakter berfikir manusia di dunia filsafat pun kadang demikian,jauuuuh menerawang-berspekulasi tentang hal hal yang abstrak tapi terkadang 'lupa' kepada realitas nyata yang permanen.pemikiran boleh tinggi mengawang awang tapi itu tak boleh melupakan atau tak boleh lupa berpijak pada realitas nyata yang dekat.sebab realitas utamanya yang baku-yang empirik adalah parameter pertama atau landasan awal dalam wilayah kajian ilmu-kebenaran walau bukan parameter utama

..............

Mengapa kebenaran agama disebut 'hakiki'

Dan mengapa kebenaran agama (Ilahiah) itu disebut bersifat 'hakiki' ? ... Itu bukan klaim sefihak serta bukan klaim tanpa argumentasi ilmiah tentunya. karena konstruksi kebenaran agama itu bersandar diantaranya pada yang serba hakiki seperti hukum kehidupan pasti itu.jadi salah satu pilar kebenaran agama adalah hukum kehidupan pasti yang mengkonstruks kehidupan manusia itu.coba bayangkan kalau kebenaran agama bersandar pada aneka ragam pemikiran manusia yang bisa berubah ubah serta berganti ganti  seperti yang ada dalam dunia filsafat itu atau pada teori teori sainstifik yang berganti ganti itu maka kebenaran agama mungkin akan menjadi ikut relatif

Tapi itulah tantangannya,kalau memparalelkan agama dengan 'kebenaran hakiki' dianggapnya dogmatik-apologistik bahkan ilusionis.nah di artikel ini saya ungkap salah satu argumentasi ilmiahnya

Sedang 'kebenaran' yang datang dari dunia filsafat serta sains itu bisa relatif-spekulatif-subyektif karena bersandar pada ide-pemikiran-teori-gagasan          (yang terkadang individualistik) yang memang bisa berubah ubah-berganti ganti-tidak permanen-tidak baku alias 'tidak hakiki'

Itulah beda karakter antara kebenaran agama dengan kebenaran sains-filsafat karena kebenaran agama berdasar-mengacu-dikonstruk oleh hal hal yang diciptakan untuk permanen-baku-tetap alias 'hakiki' yang tidak bisa berubah atau diubah oleh manusia termasuk oleh aneka temuan sains serta aneka pemikiran filsafati yang berganti ganti

Saya membayangkan andai suatu saat nanti saat dunia dekat ke kiamat manusia sudah sulit memahami apa itu 'kebenaran' dan apalagi konsep kebenaran yang mutlak-satu karena peralatan berfikirnya 'di dekonstruksi' dan lalu cara berfikir manusia pun didekonstruksi pula sehingga lebih condong ke serba orientasi ke spekulatif-relatif-subyektif-individualistik-pluralistik dan-lalu cara berfikir akal yang sistematis-terstruktur yang disyaratkan untuk memahami agama sudah cenderung ditanggalkan.dan lalu makna 'hakiki' saja ternyata sudah sulit difahami dikalangan intelektual - kaum pemikir karena cara melihat dan berfikir sudah lebih orientasi pada yang serba relatif dan spekulatif

......

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun