Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Heran Kalau Intelektual-Akademisi Sulit Memahami "Kebenaran Hakiki"

5 Desember 2017   07:41 Diperbarui: 5 Desember 2017   09:06 2237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images : biografiku.com

Kemudian coba amati bahwa dalam kehidupan kita dapat menangkap adanya hal hal yang serba bersifat berpasangan: ada lelaki-wanita,bahagia-derita,terang-gelap, hidup-mati,panas-dingin.dlsb.dlsb.maka dengan akal kita bisa menangkap adanya system yang mengkonstruks kehidupan.atau dengan kata lain akal kita bisa menangkap bahwa dualisme itu adalah konstruksi dari kehidupan.selaras dengan apa yang tercantum dalam kitab suci Alqur an yang mendeskripsikan bahwa kehidupan didesain dari segala suatu yang diciptakan serba berpasangan

Nah mekanisme yang ada di alam semesta termasuk kedalamnya adanya dualisme yang mengkonstruks kehidupan itu disebut 'hukum kehidupan pasti' atau 'sunnatullah' menurut bahasa kitab suci dan keberadaannya bersifat 'hakiki' tak berubah ubah-tidak ber evolusi menjadi lain.walau zaman berganti-ilmu pengetahuan manusia berkembang pesat.kalau melihat ke ranah filsafat kita dapat melihat lahirnya beragam konsep-ide pemikiran yang melahirkan beragam mazhab pemikiran tetapi semua itu sama sekali TIDAK merubah keberadaan hukum kehidupan pasti itu sedikitpun artinya hukum kehidupan pasti serta dualisme itu tetap eksis sebagai mekanisme kehidupan

Artinya-kesimpulanya,adanya hal hal yang baku-tetap-permanen di dunia nyata yang tertangkap secara inderawi itu menunjukkan bahwa dibelakang semua itu ditopang-di konstruks oleh hal hal atau oleh sebuah 'grand  konstruksi' kehidupan yang bersifat tetap-baku pula.bayangkan kalau grand konstruksi permanen yang mengatur kehidupan itu tidak ada maka kita tidak akan melihat hal hal yang bersifat tetap-baku-permanen,semua akan kacau dan berantakan

Itu sebab mungkin kita heran kalau di dunia ini-dari ranah filsafat utamanya bisa lahir ide-gagasan-pemikiran skeptisisme-relativisme-spekulativisme yang lalu melahirkan ide pluralisme contohnya,yang menganggap tidak ada kebenaran yang mutlak dan satu.padahal kehidupan dikonstruks oleh hal hal yang tetap.dan yang tetap-baku itu bersifat satu dan menyatu tidak beragam tapi saling berlawanan-seperti kepercayaan manusia.

Mereka-kaum skeptis-relativis seperti tidak melihat serta mendalami 'yang hakiki' itu yang orang awam saja dapat menghayatinya. tapi itulah intelek tak selalu paralel dengan cara berfikir yang lurus-realistis-orientasi pada yang hakiki-terstruktur-konstruktif-rasional,kadang cara berfikirnya 'kacau' atau 'ngaco' kalau menurut frasa bahasa sunda karena orientasi pada yang kebalikan dari itu semua : spekulatif-relatif-subyektif-irrasional-pluralustik-individualistik. Yang semua itu identik dengan karakter cara berfikir post mo.kalau acuannya sains maka identik dengan pemikiran 'chaotik' ala saintis kontemporer.jadi sains-filsafat bisa idem dalam urusan melahirkan pandangan relativistik

Atau coba bayangkan intelektual sekelas prof Hawking,ia nampak jauuuuh mengamati alam semesta raya yang sudah diluar galaksi bumi dan disana ditemukannya fenomena 'keserba tak beraturan dan keserba takpastian-' tidak ' mekanis' seperti realitas galaxy lingkungan  tempat bumi-matahari dan planet planet berada,seperti yang dideskripsikan oleh Newton.lalu ia berkesimpulan ' tak perlu Tuhan untuk alam semesta (tak beratur) seperti itu'.padahal coba fikir (pakai logikaaaa..aduuh) secara logika untuk apa alam semesta nun jauh disana itu didesain beraturan misal sebab disana memang tidak  ber penghuni seperti lingkungan galaksi tempat manusia tinggal.beda dengan galaksi bumi,disini semua ditata dan diatur sedemikian rupa sehingga beraturan dan ada mekanisme yang bersifat permanen yang mengaturnya karena memang didesain untuk manusia tinggal.

Ah kenapa Profesor tak berfikir kesana sih ... atau itu karena profesor terlalu melihat realitas melulu selalu dengan dalil serta persfektif sainstifik,tidak mencobanya memakai dalil logika misal... ia terlalu jauh menengadah ke alam semesta nan jauh tapi lupa kepada realitas dekat-kepada mekanisme klasik yang dideskripsikan oleh Newton itu-bahkan mungkin dianggapnya teori Newton itu sudah runtuh.cilakanya pemikiran serta cara pandangnya itu banyak diikuti dan dijadikan pedoman lagi aduh .. lalu,.. yang bodoh itu yang  bagaimana serta yang pintar itu bagimana kadang menjadi rancu ....dan,padahal setelah era Hawking-Dawkins apakah hukum kehidupan pasti itu menjadi runtuh misal ..tentu tidak.kita tetap dalam realitas yang sama seperti ribuan tahun lalu

Dan coba amati dan renungi : sebagaimana pemikiran filsafati setinggi apapun tidak bisa merubah realitas 'hakiki' maka apakah fakta adanya ketakberaturan-'chaotisme' di alam raya nun jauh disana itu lalu merusak tatanan semesta galaksi bumi kita ?

Tidak prof... Karena menurut klaim kaum beragama alam semesta ada yang menjaga dan mengendalikannya .. jadi umat manusia tak perlu takut dengan 'horor horor' di alam semesta nun jauh disana yang diungkap saintis kontemporer itu ...

Dan karena para saintis-pemikir atau siapapun yang berkecimpung di dunia ilmu pengetahuan mereka semua tidak menciptakan realitas tetapi mereka hanya mempersepsi realitas.realitas pada dasarnya diciptakan permanen. hanya dipermukaan (seperti budaya-peradaban manusia) yang nampak berubah ubah

Itu  sebab mengapa agama mengatakan 'tidak ada agama kecuali bagi yang berakal' ,maknanya,dalam nemahami agama manusia harus pintar memainkan logika.dan tafsirnya : harus bisa berfikir sistematis,konstruktif-harus rasionalistik jangan melulu empiristik.artinya juga dalam memahami ilmu-kebenaran tak cukup hanya dengan berbekal ide-gagasan-pemikiran sainstifik apalagi yang semisal ala Darwin- Hawking-Dawkins dlsb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun