Sehingga dalam dunia ilmu pengetahuan menyeluruh bila kita ingin memahami kebenaran secara menyeluruh maka kita harus berfikir serta bersikap fleksibel, jangan melulu hanya bergantung serta bersandar hanya pada satu metodologi keilmuan misal pada metodologi empiris sebab penggunaannya akan bersifat terbatas tentunya,ia tak bisa digunakan untuk menelusur serta mengelola dunia metafisik,sebab bila dunia metafisik dipaksakan harus dilihat-dinilai serta dirumuskan dengan menggunakan metodologi empirisme maka rumusan yang dihasilkan biasanya akan nampak ganjil-irrasional
Jangan jauh jauh,kita buat contoh sangat sederhana saja: dengan perangkat sains yang bersandar pada penggunaan pancaindera kita bisa mengamati alam semesta-melihat ada desain wujud yang beraturan didalamnya serta menemukan beragam rumusan-tetapan yang kita kenal sebagai 'hukum fisika' misal. Tapi sains hanya sampai sebatas itu,sains tak bisa menetapkan 'ada wujud sang pendesain dibalik wujud terdesain' misal karena yang membuat rumusan demikian adalah logika akal yang mana bahasan seperti itu biasa digumuli oleh para failosof serta teolog. Sedang agama berbicara atau mengungkap secara lebih jauh lagi yaitu mengungkap 'hakikat' misal dalam kaitannya dengan contoh ini adalah mengungkap hakikat bahwa Tuhan itu ada,sebab tentu sia sia logika akal berbicara banyak tentang Tuhan kalau Tuhan itu hakikatnya tidak ada
Kalau metode empirisme dipaksakan untuk menyelesaikan masalah seperti ini (persoalan sang pendesain) maka bisa lahir rumusan 'Tuhan tidak ada karena tidak bisa dibuktikan langsung secara empirik' dan sebagai muaranya dengan terpaksa mungkin harus dibuat rumusan irrasional bahwa 'wujud terdesain itu lahir secara kebetulan-ranpa peran sang pendesain'. itulah bila metodologi empirisme ingin memonopoli ilmu pengetahuan maka fungsi akal mau tak mau akan terpinggirkan lalu yang akan lahir adalah rumusan rumusan irrasional
Contoh lain,dengan berfikir menggunakan logika kita bisa sampai pada pertanyaan : mana yang lebih dahulu ada ayam atau telur, lelaki atau perempuan ? dimana jawabannya mustahil bisa ditemukan serta ditetapkan oleh logika akal manusia,perlu entitas yang lebih tinggi yang berbicara tentang 'hakikat' sebagai penyelesaiannya. maka disinilah peran agama dalam menyelesaikan persoalan demikian yang lalu menjadi pertanyaan bagi logika akal itu. dimana agama memberi jawaban 'hakiki' (kebenarannya bersifat pasti) bahwa yang pertama diciptakan adalah ayam lalu ayam itu bertelur,yang pertama diciptakan adalah lelaki baru kemudian wanita
Jadi bila ingin mengetahui konsep ilmu pengetahuan serta kebenaran secara menyeluruh maka kita harus faham dimana peran sains,dimana peran filsafat serta dimana peran agama. sehingga jangan ada salah satu fihak apakah itu saintis-failosof maupun agamawan yang ingin memonopoli ilmu pengetahuan serta kebenaran
Kalau digambarkan secara rinci mungkin skemanya begini : sains menemukan serta memberi fakta fakta empirik, filsafat memperbincangkan serta mempertanyakan hal hal di seputar fakta empirik yang ditemukan itu dan agama memberi jawaban terakhirnya.dan bayangkan apabila dalam dunia ilmu pengetahuan tidak ada jawaban terakhir yang bersifat hakiki maka sampai akhir hayatnya manusia hanya akan bertanya tanya dan terus bertanya tanya. Walau sebagai mana kita tahu tidak semua saintis-failosof mau menerima jawaban dari agama,sebagian memilih berspekulasi sendiri sendiri
.........
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H