Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rahasia Besar Prinsip Dualisme, Sebuah Jawaban bagi Para Pengingkar

18 September 2016   17:23 Diperbarui: 20 September 2016   16:22 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
images : dwiyantiintan.blogspot.com

...

Bermain logika itu ibarat memainkan permainan catur,kita bisa bermain catur bila bidak bidak catur itu dimainkan diatas matras catur yang didesain khusus dan berwarna dualistik : hitam-putih. Sehingga berlogika identik dengan ‘berpikir hitam-putih’atau ‘berpikir dualistik’ paralel dengan dualisme warna yang ada pada papan catur.berlogika juga identik dengan berpikir terstruktur artinya cara berpikir yang langkah demi langkahnya dianalisa-diperhitungkan-tidak spekulatif,disebut juga dengan cara berpikir ‘sistematis’.sehingga ada paralelisme antara dualisme dengan konsep ‘struktur’, atau dengan kata lain adanya system-struktur-mekanisme itu hanya bisa berangkat dari landasan dasar adanya konsep dualisme. Tanpa ada dualisme sebagai landasan dasarnya maka kita tak akan pernah memahami makna ‘struktur-system-mekanisme-konstruksi’ dlsb. konsep konsep yang bercorak dualistik

Sebaliknya kita tak akan bisa memainkan permainan catur apabila dualisme warna dalam matras catur itu dihilangkan misal matras nya dibuat semua berwarna hitam atau semua berwarna putih alias menjadi berwarna tunggal.dalam dunia filsafat ada golongan yang mencoba melenyapkan konsep dualisme dan membuat matras berpikir yang berwarna tunggal misal aliran materialisme dan aliran ini disebut ‘berwarna tunggal’ karena pada matras berpikir atau landasan dasar tempat mereka berangkat dualisme materi-non materi itu dihilangkan dan hanya menghadirkan satu realita : dunia materi,mereka tidak mengenal realitas ruh atau dunia gaib-metafisis.sebab itu diatas matras materialisme manusia tidak bisa membangun kebenaran konstruktif yang dibangun oleh cara berpikir terstruktur

Dengan kata lain, ilmu logika serta bermain logika itu identik dengan prinsip dualisme dan hanya bisa dilakukan diatas ‘matras’ atau landasan dualisme dan tidak akan bisa dilakukan kalau matras dualisme itu tidak ada.kita bisa mengenal ilmu logika serta bisa bermain logika karena kehidupan sudah disetting berdiri diatas matras dualistik. sehingga dalam kehidupan kita bisa mengenal berbagai element dualisme baik yang bersifat material maupun yang bersifat abstrak-non materi semisal : ada benar-ada salah,ada baik- ada buruk,ada gelap-ada terang,ada bahagia-ada derita,ada hina-ada mulia,ada dunia-ada akhirat,ada sebab-ada akibat,ada panas-ada dingin,ada hidup-ada mati,ada kaya-ada miskin,ada lelaki ada wanita dlsb.semua itu ibarat dualisme warna pada matras permainan catur

Eksistensi adanya prinsip dualisme itu ditekankan dalam kitab suci Al qur’an surat Yaa siin dimana disitu diungkapkan bahwa kehidupan didesain dibangun berdasar element yang serba berpasangan (dualistik).dan kita harus mendalami makna dari mengapa kehidupan ini didesain serba berpasangan 

Dan bukan hanya mendesain lahirnya prinsip dualisme,Tuhan juga menciptakan peralatan pembaca struktur dualisme yaitu AKAL.itu sebab cara berpikir akal selalu cenderung dualistik atau selalu cenderung memilah-mempolarisasikan serta memuarakan segala suatu pada dua dua kutub yang serba berpasangan semisal antara benar atau salah,antara untung atau rugi antara ke kiri atau ke kanan dst.dengan kata lain,cara berpikir akal hanya berjalan apabila dimainkan diatas matras dualisme sehingga bila matras dualisme ini dikaburkan-dibikin samar atau bahkan dihilangkan maka cara berpikir manusia tidak akan lagi terstruktur melainkan akan menjadi serba spekulatif.

Konsep konsep dasar yang dikenal dalam sejarah peradaban berpikir umat manusia seperti konsep ‘ilmu pengetahuan’ serta konsep kebenaran’ hanya bisa dibangun oleh cara berpikir terstruktur dan bila digali lebih dalam tentu hanya dapat ditegakkan diatas matras dualisme,artinya,konsep konsep demikian tak bisa dibangun oleh cara berpikir spekulatif serta tak bisa dibangun diatas matras satu warna semisal ideologi materialisme

Adakah mazhab pemikiran-sistem metafisika dalam dunia filsafat yang konsepnya malah mengaburkan adanya prinsip dualisme ? atau, apakah dalam ranah filsafat yang diidentikan orang sebagai ‘ranah rasionalitas’ itu prinsip dualisme serta cara berpikir dualistik khas akal yang melahirkan cara berpikir terstruktur-systematis itu selalu terjaga serta selalu dimainkan ? jawabannya adalah relatif : ada yang masih memainkannya dan ada yang cenderung sudah tak lagi memainkannya.yang masih memainkannya bisa kita lihat dari cara berpikirnya yang masih memperlihatkan corak terstruktur sehingga masih mudah difahami oleh cara berpikir akal manusia pada umumnya.tetapi yang tidak lagi memainkannya maka bisa kita lihat cara berpikir mereka tidak memiliki struktur yang permanen sehingga lebih bercorak spekulatif-relatifistik dan subyektif sehingga sulit difahami oleh cara berpikir akal manusia pada umumnya,anda bisa membandingkan perbedaan mendasar antara cara berpikir Aristotelian yang klasik dengan cara berpikir filsafat kontemporer era pos mo

Lebih jelasnya,dalam dunia filsafat bahkan sains ada pihak yang berupaya menolak atau bahkan melenyapkan matras dualisme itu,mereka tidak orientasi pada mencari bentuk ‘kebenaran konstruktif’ sebagai bentuk kebenaran yang dihasilkan oleh cara berpikir yang terstruktur-systematis,bahkan mereka menentang cara berpikir khas akal atau ‘logosentris’ yang biasa dimainkan para failosof era klasik itu,mengapa mereka melakukan itu,..karena mereka ingin memainkan cara berpikir yang bebas-spekulatif-tanpa keterikatan dengan hukum hukum logika formal yang ketat atau lebih dalam lagi dengan prinsip prinsip dasar konsep dualisme

Itulah, kita masih dapat memainkan logika diatas matras system metafisika para failosof klasik-modern karena filsafat mereka sebagian besarnya masih bercorak logosentris-masih berpijak pada matras dualisme,analoginya sebagaimana dalam dunia permainan catur kita mengenal cara berpikir yang terstruktur-sebuah cara berpikir yang sistematis-teratur-tertata-tidak spekulatif maka cara berpikir demikian yang dikembangkan para failosof generasi awal semisal Plato-Aristoteles

Tapi coba perhatikan,dalam ranah pos modernisme atau ranah ‘filsafat kontemporer’ matras dualisme itu makin samar bahkan makin sulit kita lihat,karena yang dimainkan disana adalah bukan cara berpikir logosentris yang terstruktur tetapi mereka memainkan cara berpikir bebas - spekulatif yang tidak mengikatkan diri pada hukum logika berpikir yang formal,sebab itu dalam ranah filsafat kontemporer tema tema yang mengemuka adalah : individualisme-relativisme-pluralisme-subyektifisme-nihilisme,dengan kata lain ‘rasionalitas’-cara berpikir terstruktur-terorganisir sudah pada ditanggalkan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun