Apakah akal berkarakter dualistik dan hati monistik (karena bersifat menyatukan?) .. apapun istilah yang dipakai maka dalam hati lah manusia memperoleh ‘titik akhir’ yang bersifat tunggal
Hati bisa melakukan fungsi aktif di luar interaksi dengan proses kognitif ? interaksi hati dengan proses kognitif pastilah akan selalu berjalan namanya juga suatu system berfikir yang menyatu dalam satu jiwa,apa yang terjadi dalam isi kepala tak akan terlepas dengan reaksi hati,demikian pula yang secara spontan masuk kedalam hati akan tersambung kedalam isi kepala sebagai reaksinya.tetapi apakah hati bergantung semata pada isi kepala ? apakah proposisi hati ditentukan secara mutlak oleh proses kognitif yang terjadi dalam otak ? … nah mungkin dari sinilah awal mula ‘mistery hati’ ………
Ternyata 'sang raja' itu tak selalu tunduk pada sang perdana menteri yang menjadi penasihat utamanya karena disamping masukan masukan yang berasal dari proses kognitif otak pun hati dapat berhubungan dengan intuisi intuisi Ilahiah misal,hati juga memiliki insting alami yang tak harus melalui proses kognitif otak terlebih dahulu
Sebagai contoh,seorang Isa ala masih disebut dikendalikan oleh ‘Ruhul kudus’ atau ‘roh Allah’ sehingga kata kata yang keluar dari mulutnya bukanlah hasil penalaran atau proses kognitif isi kepala melainkan penangkapan hati terhadap intuisi intuisi Ilahiah yang datang kedalam hati nya,ini tentunya sebuah kasus khusus.dalam kasus lain ada yang secara alami-secara insting hatinya langsung dapat memahami sesuatu hal tanpa berlama lama melakukan proses penalaran kognitif
‘janganlah mengikuti pengertianmu sendiri’ itu nasihat Tuhan yang tercantum dalam amsal Soelaiman yang mengisyaratkan agar manusia jangan orientasi-bergantung pada ‘penalaran’ atau jalan pemikiran sendiri sebab itu dapat berlawanan dengan intuisi yang berasal dari pengertian pengertian Ilahiah yang secara aktual dapat hadir ke dalam hati melalui realitas pengalaman.atau dengan kata lain, cenderung selalu mengikuti apa pun yang berasal dari penalaran atau pemikiran manusiawi tanpa memohon petunjukNya dalam pandangan Tuhan itu dapat menyesatkan
Nasihat Tuhan diatas juga mengindikasikan bahwa hati bukan wilayah kekuasaan otak yang secara otomatis mengikuti apapun hasil penalaran atau pemikiran otak-hati tak boleh di dikte oleh isi kepala sebab hati dapat memperoleh sumber kebenaran lain selain yang ada dalam otak : hati dapat memperoleh bisikan intuisi Ilahiah,para nabi adalah contohnya dan intuisi Ilahiah itu dapat datang kepada siapa saja tentunya yang berharap memperolehnya
Ketika saya akan menikah misal maka proses kognitif yang berkaitan dengan itu akan berjalan di seputar kepala; menela’ah-menghitung hitung,mempertimbangkan beribu kemungkinan yang akan terjadi tetapi keputusan akhir tetaplah berada ditangan ‘sang raja’. bahkan hati bisa saja memiliki pertimbangan lain yang diluar proses nalar,misal rasa kasihan-perasaan ingin mengangkat derajatnya dengan kata lain dalam berbagai permasalahan hati bisa saja membuat keputusan yang ‘tidak rasional’,dengan kata lain hati bisa saja memilih insting ketimbang hasil olah fikir ‘sang perdana menterinya’.terkadang keputusan ‘insting’ atau ‘intuisi’ ini lebih cepat-tepat-akurat ketimbang hasil menalar yang proses nya lamaaa banget.ini pun ‘mistery’ lain dari hati yang banyak terjadi dalam realitas kehidupan.
Sebab itu saya merasa tak perlu langsung bersembunyi dibalik doktrin doktrin Ilahiah ketika berbicara tentang ‘keistimewaan-keistimewaan’ hati sebab kalau kalau nanti malah di vonis ‘dogmatik’ sebab persoalan hati sebenarnya dapat kita bongkar habis habisan hingga ke batas terakhir dimana kita tak bisa menggambarkannya lagi sesuai ungkapan ‘tak terlukiskan oleh kata kata’.tetapi salah pula kalau saya menganggap dapat menggambarkan ‘hati’ secara utuh menyeluruh-secara terukur dan terstruktur seperti mendeskripsikan sebuah kursi atau sebuah mesin misal yang tak memiliki sisi ‘mistery’.karena bila dapat dilukiskan secara terukur tanpa menyisakan sisi mistery maka lenyap sudah karakter hati yang unik dan ‘istimewa’
Saya seorang mistikus …?  he he he .. saya fikir itu bukan kamar saya,karena saya tak ingin mengurung fikiran saya pada satu ruang-kamar tertentu-ruang yang dinamai oleh para failosof sebagai ‘mistik’. karena sejak awal saya memposisikan diri hanya sebagai seorang pencari kebenaran dan karena kebenaran yang saya cari adalah ‘kebenaran menyeluruh’ maka sebab itulah saya masuk kesana kemari ke berbagai kamar yang berbeda beda sekedar untuk mengambil kebenaran demi kebenaran yang tercecer didalamnya untuk kemudian lalu saya satu padukan seperti memadukan potongan potongan mainan puzzle.kalau saya memposisikan diri sebagai mistikus buat apa berbicara banyak tentang rasionalitas-empirisme yang oleh filsafat tertentu wilayahnya dipisahkan jauh dari wilayah mistis ?
………………………………………
Ah..sekali lagi ‘hati’ memang sulit dibedah oleh otak-oleh pisau filsafat sehingga terpaksa menggunakan hati untuk memahami hati.ibarat samudera lautan yang tak bisa diukur dengan meteran tukang kayu yang biasa digunakan di daratan atau tak bisa diwadahi oleh wadah wadah yang dapat ditemukan manusia dan karena terlalu banyak misteri didalamnya yang otak manusia sulit menjangkaunya