Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika filsafat Rene descartes menjadi keliru

24 Juli 2015   20:34 Diperbarui: 24 Juli 2015   20:50 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

…….

(Artikel ini membahas metode Descartes apabila dikaitkan dengan problem ADA serta problem kebenaran yang bersifat menyeluruh,jadi bukan kajian mendalam tentang filsafat Descartes itu sendiri-mesti difahami)

……..

‘Aku berfikir maka aku ADA’,demikian pernyataan fenomenal Descartes beberapa abad lalu yang kemudian banyak dikutip oleh para pemerhati filsafat.artinya setelah ia (Descartes) dapat berfikir ia lalu dapat menyadari bahwa dirinya (termasuk kedalamnya : kesadarannya) adalah wujud ADA dengan beragam atribut yang melekat kedalam definisi ADA itu tentunya.dari sini mulai muncul bibit menjadikan kesadaran diri sebagai parameter berfikir dan kelak lebih jauh lagi sebagai parameter kebenaran.apa yang dapat tersadari secara tidak meragukan itulah kebenaran.dan apa yang belum masuk kedalam alam kesadaran mungkin sama sekali tidak menjadi perhitungan.

Lalu bagaimana ketika Descartes masih bayi ?,… saat itu tentu ia masih belum dapat berfikir dan belum menyadari dirinya ADA.pertanyaannya : apakah saat Descartes masih bayi bisa kita sebut Descartes belum ADA ? .. atau, ketika Descartes sedang tertidur atau sedang pingsan-saat ia tidak sedang menyadari keberadaan dirinya,apakah lantas harus kita sebut Descartes sedang ‘tidak ADA’ ? ….

Dengan kata lain kesadaran Descartes bukanlah faktor penentu ADA nya Descartes,sehingga andai apabila Descartes tidak menyatakan demikian atau tidak menyadari keberADA annya maka Descartes tetaplah ADA sebab ia telah ADA.Descartes bukan pencipta ADA nya Descartes tetapi penangkap ADA nya Descartes.analoginya ibarat intan dikedalaman bumi andai ia tak ditemukan sekalipun hakikatnya ia tetaplah ADA dimana manusia hanya penemu bukan pencipta keberADA an intan 

Itulah problem ADA bisa sedemikian kompleks nya karena ia dapat dilihat dari berbagai sisi dan sudut pandang yang berbeda beda,dan karena ADA bukan semata mata problem kesadaran individu semata tetapi juga merupakan problem yang berkaitan dengan kemenyeluruhan.dengan kata lain ADA paralel dengan kemenyeluruhan dan kemenyeluruhan paralel dengan ADA.artinya problem ADA itu bisa dilihat dari sudut pandang individual dan bisa dilihat dari sudut pandang yang bersifat menyeluruh.sebab itu kemenyeluruhan itu bukan atau tak boleh dipandang sebagai hanya ‘ilusi-konsep’ atau ‘ide’ yang lahir dari alam fikiran tetapi harus dipandang sebagai bagian dari problem ADA,karena problem ADA mau tak mau akan berkaitan dan harus dikaitkan dengan kemenyeluruhan.bila tidak maka problem ADA hanya akan berputar putar sebatas sudut pandang individu per individu manusiawi

Bila Descartes berkata ‘aku berfikir maka aku ADA’ maka itu adalah ADA menurut sudut pandang Descartes dan sudut pandang itu tentu tak berlaku saat Descartes masih bayi atau sedang tertidur atau sedang pingsan (saat ia belum atau tidak menyadari keberadaan dirinya),sedang menurut sudut pandang lain selain Descartes misal sudut pandang orang orang selain Descartes saat Descartes masih bayi atau sedang tertidur tentu ia tak bisa disebut ‘tidak atau  belum atau sedang tidak ADA’,saat saat seperti itu Descartes sudah atau sedang ADA tetapi ia belum atau tidak sedang menyadari keberADAannya. dengan kata lain,kalau dilihat dari sudut pandang menyeluruh saat masih bayi atau sedang dalam keadaan tidur pun Descartes tetap harus kita sebut sebagai ‘ADA’,tak peduli apakah ia telah atau sedang menyadari keberADAannya atau belum atau tidak

Untuk lebih jelas contoh lainnya : dahulu kala saat planet planet belum ditemukan keberADAannya apakah planet planet itu tidak ADA ? .. tentu saja hakikatnya planet planet itu sebenarnya ADA hanya keberadaannya belum diketahui manusia.dengan kata lain,kalau dilihat dari sudut pandang manusia (sebagai penangkap ADA) maka saat belum ditemukan planet planet itu belum bisa dikatakan telah ADA,tetapi kalau dilihat dari sudut pandang menyeluruh-yang terlepas dari sudut pandang manusia maka planet planet itu walau belum ditemukan manusia sebenarnya ia telah ADA.jadi ADA itu ada yang telah disadari keberADA annya dan ada yang belum disadari,atau dengan kata lain tidak semua ADA dapat disadari secara keseluruhannya secara serentak oleh manusia,sehingga dari keseluruhan ADA berapa persen yang telah dapat tersadari oleh manusia (?) …

Sehingga kalau kita menjadikan metodologi yang berpijak pada kesadaran ala Descartes sebagai parameter maka sebenarnya hanya sedikit dari ADA yang dapat diketahui dan lebih jauh lagi (karena problem ADA itu secara essensial berkaitan dengan masalah ‘kebenaran’) hanya sedikit dari kebenaran yang dapat diketahui dan atau difahami

Dengan kata lain essensi-hakikat ADA tidaklah bergantung pada sudut pandang manusia sebagai penangkapnya, atau jangan pernah melihat problem ADA semata mata hanya dari sudut pandang manusia,karena posisi manusia ketika berhadapan dengan problem ADA harus dilihat sebagai hanya penangkap sebagian kecil saja dari ADA yang menyeluruh. dengan kata lain, teramat banyak dan sebenarnya sebagian besar dari ADA sebenarnya masih gaib bagi manusia.sebab itu dengan berpijak pada realitas  demikian itu jangan pernah memiliki prinsip bahwa yang ADA hanyalah yang tertangkap atau yang telah tersadari oleh manusia,sebab masih ada banyak ADA-ADA lain yang gaib yang berada diluar kesadaran atau penangkapan sadar manusia

Pernyataan Descartes ‘aku berfikir maka aku ADA’ ternyata ‘berbuntut panjang’,sebab sebagian mungkin menjadikan prinsip kesadaran demikian itu sebagai parameter untuk memahami ADA-parameter rasionalitas dan bahkan lebih jauh sebagai parameter kebenaran’,apa maksudnya ? … artinya mereka hanya menerima apa yang masuk kedalam ruang kesadarannya sebagai ADA-sebagai ‘yang rasional’ dan lebih jauh sebagai ‘kebenaran’,sehingga selain yang dapat masuk kedalam kesadarannya semua lantas diragukannya. sedang kita tahu bahwa manusia itu hanya penangkap sebagian kecil saja dari ADA yang menyeluruh,(bukan pencipta ADA),artinya teramat banyak ADA yang tak dapat masuk kedalam kesadaran seorang Descartes bahkan kedalam kesadaran kita semua sebagai manusia.

Atau dengan kata lain,apakah ADA itu hanya segala suatu yang dapat masuk kedalam penangkapan kesadaran manusia … jawabnya tentu saja tidak (!) .. artinya terdapat banyak ADA lain yang dalam agama disebut sebagai ‘alam gaib’ yang tidak dapat masuk kedalam kesadaran kita,sehingga untuk memahami ADA secara keseluruhan kita tak bisa mengandalkan semata mata hanya kesadaran individu manusiawi sebagaimana yang dikonsepsikan oleh Descartes tetapi harus meminjam kacamata sudut pandang Tuhan (!) .. sehingga bila dilihat dari satu sisi agama adalah cara manusia memahami ADA yang diluar pengalaman atau yang diluar kesadarannya,dan itu adalah satu satunya cara yang realistis dan masuk di akal oleh karena kapasitas alam fikiran manusia yang mustahil dapat menyadari keseluruhan ADA

Itulah kini kita dapat tahu kelemahan serta kesalahan metodologi Descartes andai ia dijadikan satu satunya parameter untuk memahami problem ADA-problem rasionalitas serta problem kebenaran secara menyeluruh.analoginya,apa yang dikonsepsikan oleh Descartes ibarat seseorang yang membawa teropong kedalam lautan nan dalam untuk melihat semua wujud yang ada dalam seisi lautan maka apa yang dapat masuk kedalam penglihatan sang pembawa teropong itu adalah apa apa yang kebetulan dapat masuk kedalam teropongnya.tetapi apakah kita harus mengatakan bahwa yang ADA dalam seisi lautan itu hanyalah yang dapat masuk kedalam penglihatan (dan otomatis kesadaran alam fikiran) sang pembawa teropong itu (?) … tentu saja tidak,karena hanya sebagian kecil dari ADA seisi lautan yang dapat masuk kedalam penglihatan dan kesadaran sang pembawa teropong itu,sebab itu tidak realistis apabila sang pembawa teropong itu hanya menjadikan teropongnya sebagai satu satunya parameter ADA serta parameter kebenaran seputar seisi lautan itu

Nah saudara saudara, dalam kehidupan ini berdasar pengalaman anda pribadi, berapa persen atau berapa banyak (dari keseluruhan ADA) yang telah dapat anda ketahui-fahami alias telah tersadari sebagai ADA-sebagai kebenaran ? apakah lalu anda akan berkesimpulan bahwa yang ADA-yang benar adalah hanya yang telah anda sadari atau kalau menurut konsep Descartes : telah tidak diragukan lagi ? dan lalu secara sewenang wenang lantas anda menyatakan bahwa hal hal yang gaib seperti alam kubur-alam akhirat itu pasti tidak ADA hanya karena anda tak dapat menyadari keberadaannya (dan meragukannya) .. lalu bagaimana kalau benar benar ADA …bukankah manusia itu hanya penangkap sebagian kecil ADA (?) .. dan bukankah ADA itu (sebagaimana kasus planet planet itu) tidaklah menampakkan diri secara serentak secara sekaligus melainkan ia dapat atau bisa menampakkan diri di lain waktu yang sama sekali tak dapat kita pastikan (?) ….

Tetapi yang pasti adalah,bahwa kita manusia itu hanya penangkap sebagian kecil ADA,(mungkin tidak sampai 1 % nya ?), sehingga bagaimana bisa lalu manusia secara sewenang wenang sampai berani mengatakan bahwa hal hal yang tidak bisa masuk kedalam penglihatan atau lebih jauh lagi : kedalam kesadarannya adalah pasti tidak ada atau secara lebih jauh : pasti tidak benar (?) …

Dan artinya, manusia itu sama sekali bukan pencipta ADA,sehingga manusia tak berhak menyatakan bahwa yang ADA-yang benar adalah hanya segala suatu yang telah masuk kedalam kesadarannya-kalau menurut bahasa Descartes : yang tidak diragukannya lagi.atau, apa saja sebenarnya yang menurut Descartes masuk kedalam kategori tidak dapat diragukan lagi (?)… apakah itu hanya menyangkut obyek yang telah dapat teralami dan tersadari … lalu bagaimana dengan ADA gaib yang sulit teralami dan sulit masuk kedalam alam kesadaran manusia,.. apakah serta merta secara mutlak mesti diragukan (?) … lalu, dalam metode Descartes adakah jalan untuk meyakini-tidak meragukan ADA yang sulit masuk kedalam pengalaman sadar yang meyakinkan (?)

Sehingga nampaknya metodologi Descartes masih bisa nampak benar apabila dikaitkan dengan obyek-problem tertentu yang bersifat terbatas tentunya,tetapi akan sangat keliru apabila dijadikan satu satunya parameter dalam memahami ADA-rasionalitas dan lebih jauh lagi : kebenaran yang bersifat menyeluruh termasuk yang berkaitan dengan ADA yang abstrak-gaib.analoginya meteran tukang kayu masih dapat disebut benar apabila digunakan terbatas untuk mengukur obyek tertenu di daratan tetapi keliru apabila digunakan juga untuk mengukur semua gunung-langit-lautan 

……………………………………………………………………….

*andai anda menemukan hal yang anda anggap keliru dari artikel ini silahkan disampaikan secara terbuka agar dapat kita bahas bersama,yang jelas jangan menganggap artikel ini ulasan terhadap filosofi Descartes pribadi (yang dapat multi tafsir) tetapi utamanya membahas kaitannya dengan problem ADA yang menyeluruh dan kesadaran manusia (termasuk Descartes) yang sangat terbatas dalam menangkapnya

………………………………………………………………………….

Images : www.incredidiblelifetime.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun