Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Perbedaan mendasar benar-salah dengan bijak

4 April 2014   03:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:06 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

……

Apa sebenarnya perbedaan mendasar antara (dialektika) benar-salah dengan ‘bijak’ (?) …..

‘benar-salah’ diciptakan sebagai bagan dualisme yang bersifat mendasar yang satu sama lain selalu saling berlawanan,masing masing selalu berada pada dua kutub yang saling berjauhan.dan pergumulan antara keduanya melahirkan pertikaian sampai kepada peperangan diantara umat manusia dari generasi ke generasi yang masing masing mengklaim sebagai fihak yang ‘benar’,yang mana semua itu tak akan terjadi andai di dunia ini tak ada dualisme benar-salah.bila diibaratkan warna maka keduanya selalu ibarat warna hitam dan putih.sebab itu bila pembicaraan kita selalu hanya seputar benar-salah,benar-salah maka cara berfikir kita akan saklek seperti saklar on-off,dan cara pandang kita akan seperti warna ‘hitam-putih’ : kalau tidak benar ya salah,kalau tidak hitam ya putih …

Itu sebab dalam dunia ilmu pengetahuan kita mengenal kalimat ‘bijak’ atau ‘bijaksana’,apa makna nya serta dimana dan bagaimana posisinya dalam khazanah ilmu pengetahuan manusia (?)

Benar-salah memang suatu perpaduan dualisme yang vital bagi akal fikiran kita dan sangat kita perlukan kala kita memerlukan penjelasan yang bersifat hitam putih,misal, dipengadilan putusan hitam-putih selalu menjadi muara akhir dari seluruh proses pengadilan : apakah hakim memutuskan bersalah atau tidak bersalah.dan dalam kehidupan sehari hari kitapun terbiasa dihadapkan pada permasalahan yang ujungnya memerlukan keputusan yang bersifat hitam putih : batalkan atau lanjutkan,maju atau mundur, ke kiri atau ke kanan,pilih X atau Y (?) dst.dst. nah dalam menghadapi problem yang serba bersifat hitam-putih itu maka peran dualisme benar-salah sangat vital sebab dualisme benar-salah itu yang mengarahkan kita pada membuat putusan atau kesimpulan akhir

………………………………

Nah tahukah anda bahwa diantara benar-salah itulah terdapat ‘bijak’ atau ‘kebijaksanaan’ (?) ….

Ya, ‘bijak’ berdiri ditengah tengah antara benar-salah,dengan memiliki sikap bijak maka seseorang tak terlalu harus seperti robot yang selalu saklek,on-off cara berfikirnya,yang hanya mengenal benar-salah, benar-salah,benar-salah

‘bijak’ adalah cara manusia mengelola pengetahuan dan pemahaman tentang benar-salah itu,’bijak’ melihat ke berbagai sisi dan sudut pandang sebelum prinsip benar-salah itu diambil atau diberlakukan. ’bijak’ selalu menyertai eksistensi perjalanan dualisme benar-salah agar penerapannya tepat - adil dan pada tempatnya

Ambil contoh : seseorang didapati mencuri yang menurut hukum yang hitam-putih tentu ia harus dipotong tangan atau menjalani hukuman penjara,tetapi ‘bijak’ datang dan melihat permasalahan ini dari berbagai sisi dan sudut pandang,lalu mendapati bahwa ia mencuri sebenarnya lebih karena tuntutan perut keluarganya, dan ‘bijak’ tentu membedakannya dengan pencuri professional seperti kawanan garong yang memang pantas untuk dipotong tangan sebagai hukuman yang setimpal setelah penjara ternyata tak jua membuatnya jera

Rasullullah S.A.W pernah didatangi oleh seseorang yang ia berterus terang telah melanggar larangan dibulan puasa : ber….euu (mesra mesra an ) dengan istrinya atau lebih dari itu lah,(di siang hari)….tetapi apakah Rasul lalu menggunakan cara pandang yang ‘hitam-putih’ untuk menyelesaikan masalah itu,lalu secara saklek menjatuhkan vonis : puasa selama 60 hari berturut turut atau bentuk sanksi lain tanpa boleh ada alasan apapun (?)… tidak,tidak,… karena sang pelanggar larangan ini mengajukan keberatan keberatan yang ternyata Rasul kemudian memilih bersikap bijak sehingga di akhir ceritera sang pelanggar larangan di bulan puasa ini kemudian malah memperoleh sedekah kurma dari Rasul…

Ceritera itu tentu bukan untuk melenyapkan atau menggugurkan prinsip benar-salah yang menyangkut pelanggaran terhadap aturan berpuasa di bulan Ramadhan,sebab hukum serta sari’at berpuasa di bulan ramadhan yang ‘hitam-putih’ tetap diberlakukan hingga hari ini. tetapi ceritera diatas hanya sekedar mencontohkan bagaimana sikap bijak seorang Rasul yang tidak selalu berpandangan saklek,hitam-putih

Jadi pandangan saklek yang hitam-putih hanya melihat dari dua sisi : benar-atau salah,hukum atau tidak,dst.dst.sedang ‘bijak’ melihat dari berbagai sisi dan sudut pandang dengan mempertimbangkan bebagai aspek.sebab itu pengertian ‘bijak’ senantiasa dekat dengan ‘pertimbangan’

Tetapi ‘bijak’ bukan berarti harus ragu ragu - tidak boleh tegas atau harus menyamarkan prinsip benar-salah,apalagi melenyapkan prinsip benar-salah itu,bukan….bukan…bukan,’bijak’ hanya mengatur agar penerapan benar-salah ini tepat-konstruktif-pada tempatnya-adil-sesuai dengan situasi dan keadaan

Bila pengetahuan dualistik benar-salah itu melekat sebagai pengetahuan dasar bagi akal (sebab cara berfikir akal itu bersifat dualistik,dan mustahil akal bisa berfikir sistematis tanpa ada prinsip dualisme), maka ‘bijak’ itu letaknya dihati,itu sebab ‘bijak’ selalu paralel dengan ‘pengertian’ (‘pengertian’ adalah cara berfikir hati bandingkan dengan ‘logika’ sebagai cara berfikir akal),sebab itu orang bijak biasanya adalah orang yang hatinya penuh dengan pengertian.sehingga orang yang tak memiliki hati dan hanya mengandalkan kecerdasan ber logika biasanya karakter cara berfikirnya hitam-putih,on-off tanpa nuansa kebijaksanaan tanpa melihat ke berbagai sisi dan sudut pandang

Tetapi ‘kebijakan’ sebagai kata kerja dari ‘bijak’ itu sendiri tidak selalu paralel dengan ‘benar’.misal ambil contoh : dimana mana di berbagai tempat terdapat perjudian liar lalu pemerintah membuat ‘kebijakan’ dengan membuatkan untuk masyarakat lokalisasi perjudian yang terkontrol agar yang hobi berjudi bisa kumpul bareng tanpa ada gangguan keamanan.nah apakah ‘kebijakan’ demikian benar (?),ambil contoh lain : karena UU anti pornografi dan porno aksi mendapat tentangan dari banyak element masyarakat lalu pemerintah mengambil ‘kebijakan’ dengan menunda atau membatalkannya,nah apakah ‘kebijakan’ disini juga merupakan sesuatu yang benar (?)

Jadi ‘bijak’ itu sendiri bisa berdiri diatas landasan prinsip benar bisa juga berdiri diatas landasan prinsip yang salah ….. sebab ‘bijak’ ibarat hanya pemandu-penasihat pemain utamanya tetaplah benar dan salah.'kebijakan' yang diambil seseorang akhirnya bisa benar-bisa salah bergantung pada niat orang yang bersangkutan, juga bisa bergantung pada parameter apa yang di pakai untuk menilainya

……………………

Sudahkah kita belajar bijak kala kita berhadapan dengan permasalahan yang nampak seperti dua kutub yang saling tarik menarik-berlawanan arah (?) .. lalu kebijakan kita mengarah kemana (?)

…………………..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun