[caption id="attachment_349466" align="aligncenter" width="300" caption="www.ciputranews.com"][/caption]
..
‘Lebaran asa ku riweuh pipikiran ,can meuli baju barudak,can meuli kueh,daging hayam,can mikiran jang biaya mudik ’ .. itulah realitas sosial di masyarakat bawah yang sudah biasa saya dengar sejak zaman dahulu kala bahkan sejak saya masih kecil,mengapa menjelang bulan puasa tiba dan saat menjelang tibanya hari lebaran pikiran manusia malah cenderung menjadi ‘riweuh (?)
Menjelang bulan puasa tiba para pelaku ekonomi memanfaatkannya untuk menaikkan harga bahan bahan kebutuhan pokok,membikin ketegangan tersendiri khususnya bagi para ibu ibu yang harus menyiapkan budaya 'munggahan' menyambut tibanya bulan puasa .. lalu saat saat menjelang lebaran tiba ketegangan mulai datang khususnya bagi masyarakat yang ekonominya pas pasan sebab yang dipikirkan bukannya lagi 'final' ibadah puasa tetapi kebutuhan kebutuhan duniawi saat lebaran tiba
Sebuah anomali yang tak terasa mungkin,sebab bayangkan apakah di zaman Rasul dan para sahabat sebagai para teladan generasi pertama yang mencontohkan bagaimana ibadah puasa harus dijalani oleh kaum muslim mengalami hal serupa dengan kaum muslim saat ini yaitu mengalami ‘riweuh’ menjelang tibanya hari ‘lebaran’ … bukankah seharusnya (kalau melihat contoh teladan), maka makin dekat ke saat saat ‘puncak’ seharusnya manusia yang berpuasa makin merasakan ketenangan dan ketenteraman hati sebagai cermin ruhani yang makin berkualitas …(?)
Sebab ibadah puasa di bulan Ramadhan itu sejak awal hingga akhirnya adalah sebuah rangkaian ritual ibadah batiniah bertahap yang tiap fase nya memiliki nilai yang tersendiri di mata Tuhan, yang puncak nya adalah saat saat menjelang hari raya dimana pada saat saat menjelang berakhirnya itu ada malam lailatul qadar sebagai malam istimewa yang harus dicari
Jadi seharusnya saat saat ibadah puasa menjelang berakhir yaitu dalam beberapa hari menjelang lebaran seharusnya manusia merasakan puncak kenikmatan spiritual karena itu adalah ‘final’ dari tahapan ibadah puasa ramadhan yang panjang,dan untuk menggapai tahapan kenikmatan spiritual di saat saat ‘final’ itu tentu saja fikiran harus focus - harus konsentrasi tak boleh dibikin ‘riweuh’ oleh urusan urusan duniawi yang tak ada hubungannya dengan essensi puasa
Pantas saja para saitan menjelang hari lebaran ini bukan alang kepalang sibuknya, hilir mudik kesana kemari membuat alam fikiran manusia jadi riweuh oleh urusan urusan yang bersifat duniawi yang bahkan sebenarnya tak ada hubungannya dengan essensi puasa,coba saja apa hubungannya petasan dengan ibadah puasa (?) .. malah membuat suasana menjadi bising ..
Saitan pasti akan sangat bersukacita bila alam fikiran manusia makin riweuh saat saat menjelang lebaran tiba sebab konsentrasinya kepada ibadah akan menjadi sirna apalagi kepada hal hal yang mendalam seperti menghayati makna puasa
Itulah,kita semua kaum muslim tentu sangat prihatin bila bulan puasa apalagi menjelang hari lebaran identik dengan bulan ‘riweuh’, dan coba lihat kalau kita mengamati media televisi khususnya ‘laporan mudik’ maka intensitas ‘riweuh’ itu malah terasa makin tinggi,apalagi kalau banyak yang celaka malah makin bikin tegang,padahal … apakah budaya mudik ini sudah ada dizaman nabi dan para sahabat (?) .. maksud saya mudik yang mengorbankan saat saat dimana seharusnya manusia merasakan puncak kenikmatan spiritual
…………….
*riweuh : kesibukan alam fikiran yang membikin tegang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H