Mohon tunggu...
Ujang Rusdianto
Ujang Rusdianto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Strategic Communications, Universitas Multimedia Nusantara

Ujang Rusdianto, S.I.Kom, M.IKom adalah profesional yang telah mengabdikan lebih dari satu dekade kariernya dalam dunia komunikasi strategis. Berperan sebagai Konsultan Komunikasi Perusahaan, Corporate Trainer, serta Tenaga Ahli dan Pendamping Program Komunikasi, ia mengintegrasikan pengalaman praktisnya dengan teori untuk menciptakan solusi komunikasi yang relevan dan berdampak. Dengan keahlian yang mencakup berbagai bidang seperti Brand and Reputation Management, Corporate Sustainability, Internal Communication, Media Relations, Issue and Crisis Communication, hingga Sustainability Communications, Ia dikenal sebagai mitra strategis bagi perusahaan yang ingin memperkuat komunikasi mereka di tengah dinamika bisnis yang kompleks. Kompetensinya juga diperkuat dengan berbagai sertifikasi profesi, termasuk Konsultan Bisnis dan Manajemen, Digital Marketing Specialist, Strategic Public Relations dan Training of Trainer (TOT). Ia juga membekali diri dengan pelatihan internasional seperti ISO 26000 Social Responsibility dan Global Reporting Initiative: G4, ia juga menerapkan keahliannya dalam dunia bisnis sebagai pendiri sejumlah usaha, di antaranya Kasa 1 Group (Garment, Online Business, Logistic), Mitrindo Permai (Makanan dan Minuman), Ruang Agro Terintegrasi (Perkebunan dan Peternakan), serta Urways Indonesia Corpora (Konsultan, Pelatihan, dan Penerbitan). Dalam dunia akademis, ia saat ini mengajar di Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Multimedia Nusantara (2017-sekarang), Tangerang, setelah sebelumnya berbagi ilmu di Universitas Paramadina, Jakarta (2014-2017). Ia juga seorang penulis produktif, dengan berbagai publikasi yang mencakup tema-tema penting seperti CSR Communications, Sustainability Communication, Employee Branding, hingga Digital Marketing Communication. Buku-bukunya menjadi rujukan bagi banyak praktisi dan akademisi di bidang komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Transformasi Ekonomi Indonesia di Era Digital: Peluang dan Tantangan

14 Desember 2024   10:10 Diperbarui: 13 Desember 2024   12:08 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Transformasi digital telah mengubah wajah ekonomi global, menciptakan peluang besar sekaligus tantangan baru. Indonesia, dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa dan tingkat penetrasi internet yang terus meningkat, memiliki modal besar untuk memanfaatkan era digital ini. Namun, potensi besar ini diiringi tantangan seperti ketimpangan akses teknologi, ancaman monopoli digital, dan perlunya literasi digital yang mendalam. Artikel ini akan membahas peluang besar dari transformasi ekonomi digital, ancaman ketimpangan, dan strategi inklusif untuk membangun masa depan ekonomi Indonesia yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Potensi Ekonomi Digital Indonesia

Indonesia adalah salah satu pasar digital terbesar di Asia Tenggara, dengan nilai ekonomi digital yang diproyeksikan mencapai USD 146 miliar pada tahun 2025 (Google, Temasek, Bain & Company, 2022). E-commerce, fintech, dan layanan logistik digital telah menjadi pilar utama pertumbuhan ini. Platform seperti Tokopedia, Shopee, dan Gojek telah menciptakan ekosistem baru yang mempermudah interaksi antara konsumen dan pelaku usaha.

Amartya Sen, dalam Development as Freedom (1999), menekankan bahwa teknologi adalah alat untuk memperluas kebebasan manusia, memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi lebih aktif dalam ekonomi dan kehidupan sosial. Dalam konteks Indonesia, ekonomi digital membuka peluang besar bagi pelaku UMKM untuk memperluas pasar mereka, baik domestik maupun internasional. Selain itu, transformasi digital juga menciptakan peluang kerja baru, terutama di sektor teknologi informasi, pengembangan aplikasi, dan pemasaran digital.

Namun, potensi ini tidak dapat dicapai tanpa investasi besar dalam infrastruktur digital. Proyek seperti Palapa Ring telah membuka akses internet ke daerah-daerah terpencil, tetapi masih banyak wilayah yang belum menikmati manfaat transformasi ini. Pemerintah perlu memperluas cakupan proyek ini dengan menyediakan layanan internet yang lebih murah dan stabil, serta subsidi perangkat teknologi untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu, investasi dalam energi terbarukan diperlukan untuk memastikan bahwa infrastruktur digital dapat beroperasi secara efisien dan berkelanjutan.

Ketimpangan Digital: Ancaman Bagi Inklusi Ekonomi

Meskipun ekonomi digital berkembang pesat, ketimpangan akses teknologi masih menjadi tantangan besar. Menurut APJII (2023), penetrasi internet di Indonesia mencapai 77%, tetapi akses ini sangat terkonsentrasi di wilayah perkotaan. Daerah pedesaan dan terpencil, seperti Papua, Nusa Tenggara, dan Maluku, masih menghadapi keterbatasan infrastruktur digital, mahalnya perangkat teknologi, dan ketersediaan listrik yang tidak stabil.

Pierre Bourdieu, dengan konsepnya tentang "modal sosial," mengingatkan bahwa akses teknologi tidak hanya soal infrastruktur fisik, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat memanfaatkan teknologi untuk memperluas jaringan sosial dan ekonominya. Ketimpangan digital di Indonesia menciptakan hierarki baru, di mana masyarakat perkotaan mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan mereka yang tinggal di wilayah pedesaan. Hal ini tidak hanya memperburuk kesenjangan ekonomi tetapi juga membatasi partisipasi masyarakat dalam proses ekonomi yang semakin terdigitalisasi.

Ketimpangan ini juga berdampak pada pendidikan dan tenaga kerja. Anak-anak di wilayah terpencil sering kali kesulitan mengikuti pendidikan daring, sementara pekerja tradisional menghadapi risiko kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi. Pemerintah perlu mengadopsi kebijakan yang lebih inklusif, seperti memberikan subsidi perangkat teknologi, memperluas pelatihan literasi digital, dan menciptakan program pendidikan yang relevan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja digital.

Membangun Ekosistem Digital yang Inklusif

Untuk memastikan bahwa transformasi digital menghasilkan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan, pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus bekerja sama menciptakan ekosistem digital yang inklusif. Evgeny Morozov, dalam The Net Delusion: The Dark Side of Internet Freedom (2011), memperingatkan bahwa dominasi perusahaan teknologi besar dapat menciptakan monopoli yang merugikan pelaku usaha kecil dan konsumen. Di Indonesia, risiko ini terlihat pada dominasi platform e-commerce besar yang sering kali mendikte aturan pasar, membuat UMKM bergantung pada kebijakan mereka.

Pemerintah perlu memperkuat regulasi untuk memastikan persaingan sehat dan melindungi pelaku usaha kecil dari eksploitasi. Selain itu, pelatihan literasi digital harus menjadi prioritas untuk memberdayakan masyarakat dalam memanfaatkan teknologi secara produktif dan aman. Program pelatihan ini harus mencakup keterampilan dasar, seperti penggunaan aplikasi digital, hingga keterampilan lanjutan seperti pemasaran berbasis data, pengelolaan bisnis online, dan analitik digital.

Selain pelatihan, insentif berupa kredit berbunga rendah untuk pembelian perangkat teknologi dapat membantu UMKM dan individu mengadopsi teknologi baru. Kemitraan antara pemerintah dan platform digital juga dapat dimanfaatkan untuk memberikan pelatihan dan akses pasar bagi pelaku usaha kecil. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan inklusivitas ekonomi digital tetapi juga memperkuat ketahanan ekonomi nasional.

Penutup

Transformasi ekonomi digital di Indonesia adalah peluang besar untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Namun, tanpa strategi yang terkoordinasi, tantangan seperti ketimpangan akses teknologi dan ancaman monopoli dapat menghambat potensi ini. Dengan memperluas infrastruktur digital, meningkatkan literasi digital, dan memperkuat regulasi yang mendukung persaingan sehat, Indonesia dapat membangun ekosistem digital yang berkeadilan.

Seperti yang diungkapkan oleh Zygmunt Bauman dalam Liquid Modernity (2000), perubahan besar seperti digitalisasi tidak hanya memerlukan adaptasi cepat tetapi juga pendekatan kritis untuk memastikan bahwa teknologi benar-benar memberdayakan semua lapisan masyarakat. Transformasi digital Indonesia harus menjadi kekuatan pemersatu yang memberikan peluang bagi seluruh rakyat, bukan hanya segelintir pihak. Kini adalah waktu untuk membangun masa depan digital yang inklusif, kompetitif, dan berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun