Krisis pangan terjadi adanya peningkatan harga beberapa komoditi pangan dunia secara drastis mengejutkan. Krisis pangan melanda sekitar 25 negara di Asia seperti Bangladesh, Srilangka, Pakistan dan Indonesia. Pada umunya negara tersebut pengimpor pangan melebihi 50%.Â
Menurut studi gugus Millenium Development Goals menyebutkan bahwa 80% penderita kelaparan adalah rakyat pedesaan dan bekerja pada kalangan petani kecil. Sehingga sejak tahun 1996 krisis panjang di sektor pertanian telah mendorong 200.000 petani kecil di India bunuh diri, sangat miris mendengar informasi seperti itu, bagaimana dengan kebijakan pemerintah disana menangani masalah itu.
Solusi pangan di negara-negara berkembang seharusnya menyadari bahwa krisis pangan yang terjadi dewasa ini merupakan kegagalan dari kapitalisme global. Sehingga pemerintah harus mencanangkan program-program yang dapat membantu mengatasi krisis pangan khususnya ketahanan pangan di Indonesia yaitu diversifikasi pangan.
Diversifikasi konsumsi pangan pada dasarnya memperluas pilihan masyarakat dalam kegiatan konsumsi. Hal itu dapat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat, pengetahuan, ketersediaan, dukungan kebijakan dan faktor sosial budaya.Â
Kebijaksanaan pembangunan yang baik harus mengandung tiga unsur yaitu ecological security, livelihood security dan food security. Kebijaksanaan tersebut adalah sustainable agriculture yang berarti sistem yang mendasarkan pada pemnafaatan sumber daya alam.Â
Kebijaksanaan tentang Trade Related Intellectual Property Right, keputusan tersebut akan mengubah tiga aspek pertanian secara drastis antara lain akan merusak ketahanan ekologis suatu sistem petanian. Sehingga terjadi kehilangan batasan kepemilikan terhadap sumber daya alam.
Penelitian pertanian abad ke-21 di negara-negara yang sedang berkembang harus mampu menciptakan sistem pertanian yang memiliki produktivitas tinggi dengan low cost inputs.Â
Hal ini dimaksudkan apabila high cost inputs agriculture akan menguras keuangan yang terbatas dimilki oleh suatu negara tersebut. Penelitian ini harus mampu diarahkan pada pemanfaatan plasma nutfah yang dimiliki oleh negara-negara yang sedang berkembang yang bertujuan mengembangkan produk-produk baru dan meningkatkan produktivitas lahan. Hal ini juga dapat membantu mengatasi masalah krisis pangan.
Salah satu masalah yang dihadapi oleh para petani di negara-negara yang sedang berkembang adalah usaha taninya yang semakin tergantung pada pertanian teknologi modern yang tidak ramah lingkungan.Â
Teknologi pertanian modern ini memang mampu menaikkan produksi akan tetapi dapat menjadi masalah baru yang keterkaitannya terhadap penyakit tanaman yang kebal dan tahan terhadap pengendalian berbahan kimia. Sehingga terjadi kemungkinan tidak lakunya produk-produk pertanian di pasaran dalam negeri ataupun luar negeri.Â
Dengan pertanian organik akan menjadi suatu pertanian alternatif. Konsep dari pertanian organik berasumsi secara serius dan bertanggung jawab menghindari bahan-bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan menghasilkan produk pertanian yang berkelanjutan. Pertanian organik suatu gerakan back to nature, sehingga membatasi penggunaan pupuk anorganik dan bahan kimia lainnya.
Salah satu penghasil devisa negara itu didapat dari sub sektor perkebunan. Pertanian Indonesia ini tidak hanya terdiri atas sub sektor pertanian dan sub sektor pangan saja tetapi didalamnya terdapat sub sektor perkebunan, sub sektor peternakan dan sub sektor perikanan.Â
Sebagian besar tanaman perkebunan dari usaha perkebunan rakyat. Perkebunan rakyat meguasai 81% dari total luas areal perkebunan yang ada di Indonesia. Sebagaimana ekspor komoditas pertanian dilihat dari sub sektor perkebunan, komoditas minyak sawit yang berperan dalam ekspor terbesar dari tahun 1996-1997.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H