Mohon tunggu...
Ujang Rohimat
Ujang Rohimat Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Suka menulis, suka semua seni, seorang pemimpi akan masa depan yang menjadi kenyataan

Selanjutnya

Tutup

Money

Budaya Impor: Sebuah Ironi Negara Agraris

6 Februari 2023   17:27 Diperbarui: 6 Februari 2023   17:24 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sebenarnya apa yang menjadi misi pembangunan pertanian khususnya di negeri kita ini. Kalau kita lihat bahwa peranan pertanian di dalam masyarakat itu sangat penting terutama dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Kebutuhan pangan yang meningkat mendorong dalam penyediaan pangan yang tentunya harus meningkat. 

Potensi pertanian indonesia memang cukup besar, apalagi Indonesia yang disebut-sebut sebagai negara agraris tetapi kenyataannya apabila dikaitkan dengan permasalahan-
permasalahan yang ada sekarang semakin tidak terkendali dan akibatnya dapat mengambat pembangunan pertanian Indonesia.

Permasalahan yang disampaikan Kabid Ketahanan Pangan dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) ada lima permasalahan yang membelit pembangunan pertanian di Indonesia ini yakni masalah pertama mengenai penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya lahan pertanian.  Kebanyakan petani di Indonesia adalah petani gurem yang hanya mempunyai lahan yang luasnya sekitar kurang lebih satu hektar. Dengan luas lahan yang sekian, tentunya hanya bisa mencukupi kebutuhan keluarganya tanpa ada tujuan untuk memasarkan hasil produksinya.

Budaya impor bukan salah satu kebiasaan negara tetapi memang terpaksa untuk melakukan impor karena banyak problem yang bisa dikaitkan dengan hal tersebut. Menurut anggota Komisi IV DPR mengenai Rancangan Undang-Undang Pangan bahwa ada aturan untuk melakukan impor pangan tentunya melihat persyaratan yang harus dipenuhi pemerintah.

Impor pangan ini dianggap menjadi sebuah solusi dalam menangani masalah pangan salah satunya komoditas beras. Beras yang menjadi salah satu kebutuhan pangan masyarakat, tak heran jika masyarakat masih tergantung terhadap beras. Sehingga konsumsi akan beras di Indonesia cukup tinggi rata-rata 60 kg per tahun. Namun berbeda jika dibandingkan dengan negara lain yaitu Korea hanya 40 kg, Jepang 50 kg, Malaysia 80 kg dan Thailand sebesar 70 kg per tahunnya.

Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian berpandangan bahwa konsumsi beras Indonesia memang paling banyak atau tertinggi di dunia. Pada tahun 2012 konsumsi beras masyarakat Indonesia sudah menurun dan berkurang minimal 1,5 persen perkapita setiap tahunnya. 

Beras ini berhubungan dengan ketahanan pangan, dimana konsep ketahanan pangan yang menjelaskan suatu negara bisa mencapai ketahanan pangan baik apabila diukur dari tingkat ketersediaan pangan yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakatnya, tanpa adanya ketergantungan impor. Ketahanan pangan bisa tercapainya kemandirian pangan, apabila ketersediaan pangannya berbasis lokal pada kekuatan dan keunikan sumber daya lokal lain. Tidak hanya beras saja yang dapat menjadi sumber pangan dalam ketahanan pangan tapi sumber pangan lain sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan.

Dalam mewujudkan ketahanan pangan penting bagi pemerintah untuk membangun ketahanan pangan tanpa ketergantungan impor. Namun juga diperlukan partisipasi masyarakat dalam mendukung dan membangun ketahanan pangan ini.sehingga keterlibatan semua pihak sangat menentukan dan menjamin kelangsungan pertanian di Indonesia.

Salah satu artikel kompas menyebutkan bahwa impor bahan pangan didorong oleh kalangan importir strategis yang secara sistemik mengupayakan untuk gerakan impor dengan akal-akalan kelangkaan pangan seperti krisis kedelai, daging sapi, garam, beras dan sebaginya. Tahun 2012, impor beras mencapai sekitar 1,95 juta ton, untuk jagung 2 juta ton, kedelai 1,9 juta ton, daging sapi sekitar 900 ribu ekor sapi, gula 3,06 juta ton, dan teh senilai 11 juta dolar AS. Dilihat dari total masing-masing kebutuhan memang cukup tinggi.

Sementara beberapa orasi menyerukan untuk berhenti impor pangan dengan membuat spanduk yang bertuliskan "Stop Impor Pangan", "Save Local Farmer", dan We Are The Indonesian 99%". Ini berisi tuntutan untuk menjalankan kemandirian
pangan, dimana pemeritah harus bisa membangun sistem pasar dan harga yang adil dan mendorong pertanian kecil. 

Kebijakan impor juga dinilai menekan kehidupan warga yang pengahasilannya didapat dari produksi pangan. Kemudian ketika membahas masalah impor kedelai, petani di Kabupaten Grobogan ingin pemerintah untuk memberikan perhatian mengenai harga kedelai, dimana ketika harga kedelai anjlok, hasilnya tidak begitu memberikan keuntungan bagi petani justru petani menjadi rugi. Namun petani tetap setia menanam kedelai demi mencukupi kebutuhan keluarganya.

Alhasil impor pangan banyak memberikan dampak terhadap berbagai pihak. Disisi lain dapat merugikan bagi petani yang ada di Indonesia dan di sisi lain memberikan dampak positif terhadap penyediaan pangan, juga memberikan keuntungan bagi kalangan importir ataupun kalangan lain yang berperan didalamnya. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah memang sangat dibutuhkan untuk menangani masalah impor pangan ini, namun masyarakat juga ikut seharusnya berpartisipasi dalam mendukung ketahanan pangan demi tercapainya kemandirian pangan. Potensi pangan di Indonesia memang ada dan mungkin bisa mencukupi kebutuhan masyarakatnya tanpa adanya ketergantungan dengan impor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun