Tema: Manajemen Komunikasi pada Blended Family
Dewasa kini permasalahan keluarga kerap hadir di antara kita. Dari sekian banyak permasalahan selalu muncul pula keluarga-keluarga yang telah melewati permasalahan tersebut dan dikatakan bahagia di dalamnya, begitu pula pada blended family.Â
Blended family merupakan keluarga campuran hasil pernikahan dari dua pasangan orang tua yang sebelumnya sudah menikah kemudian menikah kembali dengan pasangan barunya yang mana pada keluarga barunya ini masing-masing orang tua membawa anak hasil dari pernikahan sebelumnya.Â
Pada keluarga ini, perkembangan keluarga sangat didasari oleh adaptasi tiap anggotanya dan sangat memungkinkan adanya rasa canggung antara tiap anggota keluarga terutama anak sebagai pihak terdampak dari pernikahan baru orang tuanya.
Di balik keluarga blended
Di samping kesulitan yang dihadirkan pada blended family ini, nyatanya tetap ada keluarga yang telah berhasil melalui dan menyesuaikan diri pada permasalahan yang ada sehingga kini mereka tergolong keluarga yang bahagia.Â
Kondisi ini dapat diwujudkan dengan adanya perhatian lebih dari orang tua sebagai orang dewasa yang membimbing keluarganya untuk menangani permasalahan yang ada dan tetap menjalani serta mempertahankan keberlangsungan keluarga baru ini. Keluarga blended akan selalu dianggap sebagai keluarga baru tiap anggota keluarga di dalamnya bila melihat jejak perjalanan hidup masing masing keluarganya.Â
Dari sinilah ketidakakraban perlu dijembatani dengan saling bertukar pendapat, masukan hingga curahan hati. Oleh karena itu komunikasi menjadi aspek penting yang akan mempengaruhi keluarga tersebut sehingga dapat menyelesaikan masalah dan melewati fase merasa tidak nyaman pada keluarga yang baru ini.
Salah satu kasus blended family terjadi pada keluarga dengan inisial LZ. LZ merupakan seorang wanita berusia 37 tahun yang berprofesi sebagai seorang psikolog. Saat ini, LZ menjadi ibu empat anak dari tiga suami yang berbeda. Menurutnya, blended family bukanlah hal yang mudah, terutama jika pasangan masih memiliki trauma dengan kehidupan pernikahan sebelumnya. Keluarga tersebut menjadi blended family karena perceraian LZ dengan suami pertama dan meninggalnya suami kedua.
Pada pernikahan pertamanya, wanita tersebut dikaruniai seorang anak laki-laki. Lalu, pada pernikahan kedua dikaruniai seorang anak perempuan. Perpisahan tidak selalu tentang perselingkuhan.Â
Ketika sedang mengandung, tanpa diduga, suami kedua LZ menderita sakit dan meninggal. Dua tahun setelah kelahiran anak kedua dan kepergian suami, LZ secara tidak sengaja bertemu dengan teman dekatnya semasa kuliah dengan inisial AR. Mereka menjadi dekat kembali lalu memutuskan untuk membangun keluarga baru bersama. AR sendiri sudah pernah menikah, bercerai, dan memiliki seorang anak laki-laki yang tinggal dengannya.
LZ dan AR sudah memikirkan cara untuk menyatukan kedua keluarga kecil mereka semenjak keduanya memutuskan untuk menikah. Mereka membuat keluarga barunya terasa nyaman dengan komunikasi, ketulusan, dan cinta sebagai pondasinya. Tidak mudah bagi mereka menyatukan anak-anak, mengingat setiap anak memiliki karakter, pola pikir, dan kemampuan adaptasi yang berbeda.Â
LZ dan AR menjalin komunikasi yang baik dengan memberikan pemahaman kepada anak-anak secara perlahan tanpa ada unsur paksaan. Anak-anak mereka semakin lama semakin bisa menerima perbedaan, saling memahami, tolong menolong, dan bersikap toleran. Keluarga tersebut berjalan lancar dan mereka pun dikaruniai bayi laki-laki pertama mereka.
Komunikasi dan kebahagiaan
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa berkomunikasi. Komunikasi yang tidak benar menimbulkan hubungan yang tidak baik pula. Umumnya konsep dari komunikasi adalah membahas bagaimana sebuah hubungan itu dimulai dan bagaimana cara mempertahankannya agar tidak terjadi keretakan di dalamnya.Â
Terkadang seseorang kesulitan dalam memulai berkomunikasi dengan orang lain, tetapi sangat mudah sekali merusak hubungan yang sudah berjalan dengan baik. Kita harus hati-hati dalam menggunakan lisan kita agar tidak menyesal dikemudian hari. Mungkin orang yang tersakiti dapat memaafkan, tetapi untuk melupakannya akan sulit dan membutuhkan waktu yang relatif lama.  
Kisah blended family di atas dilatarbelakangi oleh perceraian pada salah satu pihak yang kemudian berusaha untuk membangun kembali sebuah hubungan baru dengan penuh rintangan.Â
Cara pandang yang dipengaruhi masa lalu tentu menimbulkan perbedaan yang memicu konflik saat berkomunikasi dan perlu disinkronkan untuk mencapai sebuah tujuan keluarga yang jelas. Termasuk dengan adanya kehadiran anak hasil dari dua pernikahan sebelumnya di tengah keluarga ketiga, yang pasti mengharuskan kedua individu dengan status biologis yang berbeda bekerjasama untuk mengasuh dan mengontrol anak hingga dewasa.Â
Dalam mencapai semua itu keluarga perlu membangun sikap saling percaya, saling terbuka, dan saling mendukung sehingga hubungan yang dijalankan harmonis dan bahagia.
Komunikasi yang terbentuk baik di dalam keluarga akan menjadi ruang dan wadah untuk mempererat keakraban dalam keluarga tersebut. Keakraban dalam setiap anggota keluarga dapat meningkatkan kualitas kehidupan anggota keluarga yang nantinya akan mempertinggi tingkat kebahagiaan dalam keluarga.Â
Pada kasus keluarga LZ dan AR, anak-anak dalam keluarga tersebut rentan merasa kurang bahagia saat awal terbentuknya keluarga yang baru. Anak dari LZ pasti merasa sedih karena kehilangan seorang sosok ayah dalam kehidupan mereka yang sudah sangat dekat dengan mereka. Anak dari AR juga pasti merasakan kesedihan, apalagi dia berpisah dengan ibunya karena kasus perceraian. Sebagai orang tua tentunya tidak mudah untuk menyatukan dua buah keluarga dengan permasalahan seperti ini.
Pada permasalahan seperti ini, komunikasi yang baik antara anak dengan orang tua dan kepedulian orang tua kepada anak sangat diperlukan untuk membentuk kesejahteraan emosional dan ketahanan psikologis dalam diri anak. Melalui terbentuknya dua hal tersebut pada anak, stress dan tekanan yang muncul dalam diri anak ketika masuk dalam blended family akan dapat diatasi. Dengan kata lain anak akan merasa bahwa keluarganya merupakan tempat yang nyaman, penuh kasih sayang, dan harmonis, sehingga kebahagiaan dalam keluarga akan tercapai dan dapat bertahan seperti kasus di atas.
Keluarga menjadi tempat pertama untuk berbagi kasih sayang. Keluarga yang harmonis merupakan keluarga yang utuh dan bahagia, di dalamnya terdapat suatu ikatan kekeluargaan dan memberikan rasa aman tenteram bagi setiap anggotanya.Â
Keluarga dikatakan harmonis bila ditandai dengan suatu bentuk komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak, di mana anak bebas mengungkapkan pendapatnya. Komunikasi terjalin karena adanya sikap terbuka, jujur, saling memperhatikan, mencintai, serta adanya sikap dari orang tua yang melindungi anaknya. Keharmonisan berkorelasi dengan kebahagiaan keluarga. Perwujudan keluarga bahagia dapat dilakukan dengan menciptakan rasa nyaman satu sama lain.Â
Namun dalam setiap keluarga selalu timbul permasalahan. Tidak jarang permasalahan tersebut sampai berujung perceraian. Setelah bercerai, terdapat keluarga yang menikah lagi dengan masing-masing membawa anak dari pernikahan sebelumnya yang disebut blended family. Belajar dari kisah LZ dan keluarga, blended family juga dapat berjalan dengan harmonis tergantung kedua pihak dari orang tua dalam mendidik anaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H