Ada kesan, bahwa peningkatan mutu identik dengan penambahan biaya pendidikan, padahal semestinya mutu pendidikan yang baik adalah hak setiap warga negara. Hal ini mengakibatkan adanya kecenderungan membeda-bedakan siswa yang orang tuanya mampu membayar lebih dengan siswa yang orang tuanya tak mampu membayar lebih. Sehingga seringkali masyarakat menganggap bahwa Kualitas pendidikan diidentikkan dengan tinggi-rendahnya biaya pendidikan.(Kapitalisme Pendidikan).
Di masyarakat ada anggapan bahwa apabila orang tua tidak bisa membayar mahal, berarti anaknya akan mendapatkan sekolah yang rendah mutunya/yang penting sekolah. Masyarakat sudah menganggap wajar bahwa ada kesenjangan pendidikan, wajar adanya ketidaksetaraan di masyarakat.
Di masyarat juga ada kecenderungan membeda-bedakan orang berdasarkan kemampuan financial, akibat dari kesenjangan dalam perolehan pendidikan. Dan yang menjadi masalah ketika kecenderungan itu juga melanda siswa. Sehingga dalam diri siswa juga timbul pikiran bahwa “saya berbeda dengan siswa yang sekolahnya disekolah murah”. Saya berbeda dengan siswa yang berada dikelas borju. Yng pada akhirnya siswa mempunyai anggapan dalam dirinya akan adanya kelas-kelas (pengkotakan) dalam masyarakat.
Jadi apa yang harus dilakukan….
Pemerintah harus mengusahakan kesetaraan pendidikan nasional dalam arti mengusahakan mutu sekolah yang baik untuk sekolah mana pun di Indonesia. Dan institusi pendidikan harus berorientasi dan memformulasikan untuk mencerdaskan bangsa dan mengembangkan potensi yang sesuai dengan konteks-sosial masyarakat Indonesia, demi kemakmuran dan kesejahteraan bersama.
Dan kita tidak perlu latah, tidak perlu ikut-ikutan menggunakan istilah internasional, kelas internasional, kelas dunia ataupun WCU.
Wallahu a’lam
(Agus Mulyono,Dosen UIN Maliki. Malang 24 April 2014)