Kemudian muncullah dia berikutnya dari perjumpaan yang tak diduga. Dia yang terlihat selewat di permulaannya. Tapi aku langsung menemukan raut wajahnya di situ. Kulit wajahnya terang berhias mata lentik, hidung agak mancung, dan bibir mungil. Tak sehelai rambutnya terurai. Rambutnya tertutup kerudung krem berenda yang membungkus kepalanya. Dia sedang membeli sarapan paginya, sementara aku sedang mencari-cari sampo untukku mandi pagi itu. Warung yang begitu kecil tak mungkin menghindarkan kami dari saling bertatap, meski sekejap. Seketika itu, hatiku kembali menghadirkan cinta. Aku cinta dia dalam diam.
Begitu aku mencintainya, tapi aku tak mau mengenalnya atau ia mengenalku. Biarlah dia menganggapku sebagai orang lain yang tak pernah dianggap ada. Karena jika begitu, cintaku padanya mungkin sekali akan terungkap. Aku tak mau itu. Aku ingin mencintainya diam-diam.
Selanjutnya keadaan tak pernah lagi sama. Selalu berubah. Dia terlihat, dia hilang. Dia yang lain muncul ke muka. Aku selalu menemukannya.
Terakhir kali, dia yang baru hadir. Tapi, sial, aku sudah tahu namanya lebih dulu. Bukan salahku, namanya terlihat begitu saja menempel di atas seragam yang dipakainya. PUTRIE, begitulah tulisan di papan nama itu. Dia cantik. Kali ini aku tak sengaja melihatnya duduk di belakang meja di dalam kantor pos. Dia adalah pegawai pos. Ah, hatiku bimbang kali ini. Apakah aku masih bisa mencintainya diam-diam? Lalu pikiran itu muncul: Jika nama tak penting untuk dicari, maka apa bedanya jika telah ditemukan? Kita masih bisa menggantinya dengan yang lain. Keputusan dibuat, aku akan mencintainya dengan sembunyi-sembunyi.
Entah saat itu aku sedang sial atau beruntung, hari berikutnya dia terlihat lagi sedang berjalan melewati gang sempit di sekitar tempat kosku. Kami berpapasan. Sial, dia menyapaku! Meski belum tahu namaku, dia merasa mengenali wajahku dari perjumpaan sebelumnya. Aku terpaksa tersenyum dan membalas sapaannya.
Lewat dua hari, dia tak terlihat. Aku lega. Aku masih ingin mencintainya dengan sembunyi-sembunyi. Tapi, perkiraanku meleset. Aku menemukan secarik kertas di gang sempit antara bangunan-bangunan kamar kos yang biasa dia lewati. Itu miliknya, kulihat namanya di atas. Lalu, menyusul ada tanggal lahir, alamat, pekerjaan, dan seterusnya. Sial, aku jadi tahu lebih banyak tentang dia! Tenang, ini cuma deretan huruf-huruf dan angka-angka yang tidak berarti. Aku pikir aku masih bisa mencintainya dengan sembunyi-sembunyi.
Hari selanjutnya suasana tenang. Tak ada lagi kabar tentang dia. Aku pun berusaha menghindari untuk pergi ke kantor pos. Aku beralih ke jasa kurir. Semua berjalan lancar. Hingga suatu siang, saat aku sedang makan siang dengan temanku, tiba-tiba saja dia muncul dan duduk di samping temanku. Dia menyapa temanku tanpa canggung lalu menyambungi obrolan kami. Sial, ternyata dia kawan temanku! Dia sadar aku ada saat itu, lalu mata kami saling berpandang. Alamak, dia mengulurkan tangannya. Sial, hari itu kami berkenalan juga!
Aku sudah terlampau banyak ditimpa kesialan dengan dia yang baru ini. Tapi, biarlah, aku masih mau mencoba mencintainya dengan sembunyi-sembunyi.
Minggu ketiga setelah perkenalan itu, temanku itu datang membawa surat terbungkus amplop lucu bergambar karakter kartun. Di dalamnya ada tertulis ini:
KAU TAK BISA MENCINTAIKU DIAM-DIAMKARENA AKU MENCINTAIMU.
- Putrie -