Mohon tunggu...
Maiton  Gurik
Maiton Gurik Mohon Tunggu... Relawan - Pengiat Literasi Papua

| Bebaskan Gagasan |

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu dan Literasi

15 April 2024   01:49 Diperbarui: 15 April 2024   02:18 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PADA dasarnya pileg adalah ruang demokrasi bagi masyarakat demokratis. Pileg juga memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang baik dan bertanggung jawab dalam masa kepemimpinannya. 

Dalam konteks pileg di Papua dan pada umumnya pileg di Indonesia tahun 2024 ini, sedikit berbeda dengan pileg-pileg sebelumnya. Sebab, dalam pesta demokrasi pileg kali ini, baik dalam memilih calon anggota legislatif dan calon presiden itu terlihat banyak kecurangan tapi juga banyak terjadi transaksi antara calon dengan penyelenggara. 

Untuk pileg di Papua ada yang namanya 'pemilu sistem noken' yang dimaksud dengan sistem noken adalah memilih secara musyawarah dan mufakat bersama dan menyetujui untuk memberikan suara kepada salah satu calon yang dianggap layak oleh masyarakat. Pemberian dukungan dan suara itu telah terjadi di masing-masing TPS sebagai tempat memilih. 

Namun, realitanya saat pleno di kecamatan atau di Papua sebut distrik terjadi perubahan atau peralihan suara system noken itu kepada calon yang lain dan itu dilakukan oleh panitia pemilu distrik (PPD) dan hal itu bisa kita lihat dari sikap para penyelenggara yang jadikan suara rakyat sebagai dagangan atau jual beli terhadap calon-calon lain dengan iming-iming tertentu.

Perilaku dan sikap penyelenggara pileg itu, bisa kita menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor yakni; pertama, penyelenggara pemilu tidak punya kemampuan memahami arti pentingnya demokrasi yang santun dan rasional; kedua, kapabilitas dan pengetahuan penyelenggara sangat minim dan rendah; ketiga, penyelenggara tidak memahami undang-undang pemilu yang baik dan yang paling terakhir ini mendasar yakni, LEMAHNYA LITERASI (tidak tahu baca). Akibatnya penyelenggara pileg tidak mengedepankan asas demokrasi yang jujur, terbuka dan transparan. Dampaknya juga menciptakan konflik horizontal bagi masyarakat pendukung calon A dengan pendukung calon B, lantaran merasa dirugikan oleh penyelenggara pemilu. 

Hal ini sangat memprihatinkan masa depan demokrasi bagi Papua dan Indonesia secara umum. Sebab, calon legislatif dan calon presiden kali ini dipilih oleh penyelenggara pemilu dan bukan lagi dipilih oleh masyarakat. Ini sangat terbukti pada pileg 2024 kali ini. Artinya, praktek-praktek politik sejenis ini kalau terus dipelihara, azas demokrasi yang transparan, terbuka dan jujur itu semakin terkikis dan tersingkirkan. Cita-cita reformasi membangun politik yang santun dan suci juga semakin menjauhi dari harapan para leluhur.

Hal ini yang mestinya menjadi peran utama bagi penyelenggara pileg tapi juga bagi partai-partai politik untuk melakukan pendidikan politik bagi warga negara. 

Dalam konteks itu, Ramlan Surbakti dalam bukunya menjelaskan tentang fungsi partai politik, salah satunya adalah; partai politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat dan anggota partai politiknya, agar mendapatkan dasar dan pemahaman politik yang baik dan benar. Hal ini yang absen dan tidak dilakukan oleh partai politik yang ada di Indonesia, akhirnya oerientasi partai politik lebih pragmatis dan menjadikan lembaga partai politik sebagai tempat transaksional dan memperkaya diri bagi pendiri partai dan sponsornya.

Karena itu, pileg yang akan mendatang harus melakukan seleksi bagi penyelenggara pemilu dengan profesional dan efisien, agar para penyelenggara pemilu yang akan diangkat atau diseleksi adalah orang-orang yang punya kemampuan baik secara pengetahuan dan keterampilan tapi juga sedikit memahami tentang aturan pemilu bahkan juga sedikit mengerti tentang pentingnya demokrasi di Papua tapi juga di Indonesia pada umumnya. 

Pun, cukup akhiri praktek politik transaksional yang sudah mengotori tubuh demokrasi dan mencemari nama baik negara Indonesia sebagai negara terbesar demokrasi di dunia. Ini pentingnya membangun literasi politik atau pentingnya pendidikan politik bagi warga negara agar masyarakat punya pengetahuan dan ilmu tentang demokrasi, pemilu tapi juga tentang politik untuk memilih calon yang punya kapabilitas dan yang punya kemampuan yang mumpuni agar menghindari politik transaksional yang selama ini benar-benar mencederai batang tubuh politik dan merusak sistem politik dalam proses demokratisasi. Semoga!

Jayapura, 01 April 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun