"Rumah Tuhan" Apakah Perlu Dibangun Dengan Kemewahan ?
Suatu ketika kita melihat seseorang yang bernadzar akan membangun tempat ibadah apabila tujuan atau harapan nya terwujud dengan maksud sebagai tanda terimakasih kepada tuhan atas kemurahan rahmatnya, kadang kita juga menyaksikan seseorang yang melakukan mualaf langsung melakukan pembangunan 100 masjid sebagai wujud terimakasih terhadap hidayah yang telah didapat.
Apakah salah seseorang membangun rumah ibadah ? tidak, membangun rumah ibadah bukanlah sebuah masalah, namun yang menjadi pertanyaan untuk apa membangun rumah ibadah ditempat yang sudah memiliki banyak rumah ibadah yang bahkan untuk mencapainya kita tidak perlu melakukan perjalanan berkilo-kilo.
Jika sudah demikian apa tujuan yang sebenarnya dari pembangunan tersebut ? apakah rasa kasih tuhan akan lebih besar jika hambanya membangun rumah ibadah-Nya dengan kemegahan dan jumlah yang banyak ? sehingga hambanya berlomba-lomba untuk membangun tempat ibadah sebanyak mungkin, bukankah tuhan tidak menyukai sesuatu yang berlebih-lebihan, maka jadi tidak relevansi apabila pembangunan rumah ibadah dilakukan ditengah maraknya rumah ibadah disekitar dan ketidaksejahteraan masyarakat.
Berjubelnya rumah-rumah ibadah
Di Indonesia kita sering menyaksikan berbagai bangunan tempat ibadah (masjid, gereja, kuil, dlsb) yang sangat megah dan indah. Berbagai kelompok keagamaan bahkan berlomba-lomba untuk membangun rumah ibadah yang megah dan indah. Ormas-ormas islam berlomba untuk membangun masjid yang megah disetiap daerah. Kelompok Kristen berlomba membangun gereja-gereja yang megah. Begitu pun dengan kelompok agama lainnya.
bahkan kepala daerah pun tidak ketinggalan ingin meramaikan pembangunan rumah-rumah ibadah, mereka berlomba melakukan pembangunan rumah ibadah yang besar dan megah digunakan sebagai identitas dan kebanggaan daerahnya. Untuk sebagaian pemimpin elit dari ormas keagamaan, membangunan rumah ibadah yang megah digunakan untuk menunjukan eksitensi mereka dan keberhasilan mereka dalam  mengelola umat, selain itu berdirinya tempat-tempat ibadah itu dijadikan sebagai ukuran, tanda, atau simbol kesuksesan beragama dan peningkatan iman kepada Tuhan.
Tren yang terjadi adalah pembanguna rumah ibadah tidak cukup hanya  satu ataupun dua jika bisa dibangun dengan sebanyak-banyaknya. Kita semua tentu menyaksikan disebuah desa atau kompleks yang mimiliki  beberapa bangunan masjid dan mushola. Bahkan kita sering melihat jika rumah ibadah tersebut sepi akan jamaah dan hanya segelintir saja yang melakukan ibadah secara jamaah. Masjid biasnya akan pramai jika sudah memasuki waktu jumatan dan hari-hari besar islam.
Ditempat saya tinggal dusun jambe,kec kedunggalar kab ngawi. Memiliki beberapa masjid dan mushola yang saling berdekatan, namun sekali lagi banyaknya bangunan rumah ibadah tidak dapat menjadi parameter sebagai taatnya seorang hamba kepada tuhannya, karena yang terlihat masjid sepi akan jamaahnya.
Bukan hanya umat Islam saja. Namun umat agama lain juga melakukan hal yang  sama. Umat Kristen misalnya juga berlomba-lomba membangun gereja. Masing-masing denominasi dan kongregasi bersemangat mendirikan gereja, bila perlu yang megah, untuk kelompok Kristen mereka masing-masing. Mereka tidak mau kalah dengan kelompok Kristen dari gereja-gereja lain dan ini juga berlaku untuk kelompok agama lainnya.
Kemegahan "rumah tuhan" Apakah penting ?
Pembangunan atau pendirian rumah ibadah oleh pemeluk agama sebagai tempat melakukan aktivitas ritual-keagamaan tentu saja hal yang sangat wajar. Dari masyarakat suku yang tinggal di daerah pelosok terpencil hingga masyarakat modern di kota-kota metropolitan memiliki tempat-tempat ibadah, bagi yang beragama tentunya. Manusia merupakan makhluk spiritual sehingga pembangunan rumah-rumah ibadah merupakan bentuk dari sebagian pemenuhan kebutuhan religiusnya.
Namun, jika para umat beragama terus-menerus melakukan membangun tempat ibadah secara berlebihan tentu saja tidak wajar dan tidak bisa dibenarkan. Apalagi membangun tempat-tempat ibadah yang megah dan bahkan supermegah yang indah di tengah kemiskinan warga dan sesaknya ekonomi umat tentu saja sangat dan lebih tidak wajar dan tidak dibenarkan lagi, dan oleh karena itu pandangan dan pemikiran seperti ini perlu dikaji ulang, dipikir lagi, dan direnungkan kembali.
Dari pada berpikir membangun rumah ibadah yang megah, apa tidak lebih baik jika uang dan harta digunakan untuk pembangunan sarana dan prasana untuk mempermudah mobilitas masyarakat yang bisa membantu mewujudkan kesejahteraan dan kemaslahatan masyarakat. Agar kebutuhan dasar mereka, sandang, pangan dan papan tercukupi.
Lagi pula, apakah pembangunan rumah ibadah yang megah tersebut digunakan sebagai ungkapan rasa cinta, taat dan syukur terhadap tuhan? Atau hanya digunakan sebagai identitas dan pamer keberhasilan sebuah kelompok? Apakah tuhan menyukai pembangunan rumah ibadah yang megah di tengah-tengah hambanya yang tidak sejahtera ? ditengah masyarkat yang masih membutuhkan makan, air bersih dan tempat tinggal.
Tuhan "maha kaya" tentu saja tidak akan meminta kepada hambanya yang jelata yang setiap berdoa selalu meminta kepada-Nya, untuk dibuatkan rumah ibadah yang megah dan mewah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H