Setiap pemilih diberikan hak yang sama di pemilu 2019. Dalam perhitungan suara, suara setiap orang dihitung dengan jumlah yang sama. Pemilih yang tidak pernah mengenyam pendidikan, lulusan sekolah dasar, dan orang-orang yang bergelar profesor, suaranya sama pada saat menentukan pilihan di pemilu.
Padahal kemampuan menelaah dan preferensi menentukan pilihan, pasti berbeda antara pemilih yang bergelar profesor dan pemilih yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Seorang profesor akan memilih seseorang yang benar-benar teruji kualitas, track record, dan pengalamannya di masyarakat.
Sementara sebagian pemilih yang tidak pernah duduk di sekolah formal atau buta huruf, menentukan pilihan karena faktor keluarga, kesukuan, dan iming-iming uang. Tak sedikit pula pemilih dalam kelompok terakhir ini yang hanya bermodal datang ke tempat pemungutan suara, kemudian memilih siapa saja yang dianggapnya menarik.
Dari fenomena itu, kiranya penting agar suara seorang profesor tidak disamakan dengan pemilih pada umumnya. Penyelenggara pemilu, DPR, dan pemerintah dapat merevisi undang-undang pemilu agar ada pembedaan pemilih. Setidaknya suara profesor mesti seribu berbanding satu suara dengan pemilih pada umumnya. Dengan begitu, otoritas profesor lebih tinggi dalam menentukan calon yang ideal untuk mewakili rakyat di legislatif dan eksekutif.
Peningkatan Kapasitas dan Peran Penyelenggara Pemilu
Anggota komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) serta perangkat penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan, kelurahan, desa, hingga rukun tetangga, mesti orang-orang yang telah teruji kualitas, militansi, dan rejam jejaknya.
Kapasitas penyelenggara pemilu perlu ditingkatkan. Baik kemampuan teknis maupun pengawasan pelaksanaan kontestasi demokrasi lima tahunan itu. Karena kepastian pelaksanaan pemilu yang bersih, jujur, dan adil, tidak terlepas dari peran KPU dan Bawaslu. Lemahnya kemampuan anggota kedua lembaga tersebut akan berpengaruh signifikan terhadap pelaksanaan pemilu.
Selain itu, peran penyelenggara pemilu dalam melaksanakan tahapan kegiatan dan pengawasan pesta demokrasi, akan berpengaruh pada perbaikan kualitas pemilu di Indonesia. Hal ini harus dimulai dari regulasi yang memberikan kewenangan yang tinggi kepada penyelenggara pemilu dalam pelaksanaan tahapan, pengawasan, dan pemberian sanksi kepada siapa saja yang melanggar aturan pemilu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H