Mohon tunggu...
Ufqil mubin
Ufqil mubin Mohon Tunggu... Jurnalis - Rumah Aspirasi

Setiap orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cara Agar Lulus Tes di Gontor

13 Desember 2018   19:28 Diperbarui: 13 Desember 2018   19:38 2438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendafran Calon Santri Gontor (natasaapriana.blogspot.com)

Pada bulan Syawal, Pondok Modern Darussalam Gontor akan kembali membuka pendaftaran calon santri. Ini berlangsung secara rutin setiap tahun. Belum lama ini, saya mendapat beragam pertanyaan dari wali calon pelajar di pesantren tersebut. Salah satunya, bagaimana tes masuk dan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat lulus di Gontor Pusat? Tentu saja dalam tulisan ini saya tidak akan menulis teknis ujian masuk beserta persyaratan yang melingkupinya. Karena sudah banyak artikel yang membahas masalah tersebut.

Ketika saya mengikuti tes pada 2015 di pesantren yang didirikan KH Ahmad Sahal, KH Imam Zarkasyi, dan KH Zainuddin Fannanie itu, umur saya sudah mencapai 25 tahun. Gontor tidak membatasi umur calon santri yang ingin belajar di pesantren. Siapa saja yang memiliki keinginan belajar dan menimba ilmu, maka akan diberikan kesempatan. Tetapi tidak ada keistimewaan khusus. Setiap orang tetap diperlakukan sama. Tua ataupun muda, semuanya setara. Baik anak pejabat ataupun rakyat jelata, tidak dibedakan oleh pimpinan dan pengurus pondok. 

Pimpinan Gontor, KH Hasan Abdullah Sahal pernah berkisah, dulu beliau pernah didatangi beragam pejabat negara yang meminta anaknya diluluskan dalam tes masuk pondok. Tetapi pimpinan pondok menolaknya. Belakangan, sependek pengetahuan saya, ada kebijakan baru di pesantren tersebut, pimpinan pesantren tidak menerima tamu dari wali atau keluarga calon santri sebelum pendaftaran, saat ujian masuk, hingga pengumuman kelulusan. Jadi tes dilakukan secara serius dan bebas dari kolusi.

Gontor tidak membatasi pendidikan calon santri. Jika memenuhi syarat lulusan SD/sederajat, SMP, dan SMA/sederajat, maka akan diterima sebagai calon santri. Tak sedikit pula calon pelajar di pesantren yang terletak di Ponorogo itu yang lulus dari perguruan tinggi. Saya mendaftar di Gontor setelah lulus dari salah satu universitas di Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Saat itu, ada calon santri seangkatan saya yang lulusan luar negeri. Salah seorang teman saya, lulusan universitas di Australia. Lainnya, dari Malaysia, pernah mengenyam pendidikan diploma di Negeri Jiran itu.

Setiap tahun, terdapat ribuan calon santri yang mendaftar di Gontor. Tetapi santri yang diterima jumlahnya terbatas. Di Gontor Pusat, hanya ratusan orang yang diterima.

Ada tiga tahapan ujian masuk yang harus dilalui oleh calon santri: persyaratan berkas pendaftaran, wawancara/psico-test, dan tes tertulis. Jika ingin lulus, maka tiga tahapan itu tidak boleh ada kekurangan sedikit pun. Biasanya, persyaratan berkas tidak terlalu banyak bermasalah. Karena setiap orang yang mendaftar di Gontor, akan dibagikan brosur yang memuat syarat-syarat administratif tersebut. Tetapi yang paling banyak mengalami kendala adalah calon santri yang berasal dari luar negeri. Maka harus ada pendamping dari konsulat atau pembimbing yang mengarahkannya.

Masalah yang mendasar mulai muncul pada saat wawancara. Saat saya masuk di pesantren tersebut, saya diuji oleh tiga orang penguji. Pada psico-test ini, calon santri diminta menghafal beragam doa harian, tes kefasihan membaca Alquran, adzan, hingga sholat lima waktu dan sunnah. Tentu saja tidak semua jenis ibadah itu diujikan. Hanya beberapa bagian saja. Penguji akan meminta calon santri membaca beberapa ayat kitab suci tersebut. Kita tidak boleh salah membuka surat dan ayat yang diminta penguji. Maka sejak awal, calon pelajar harus menghafal surat-surat dalam kitab umat Islam itu. Menurut penguji saya waktu itu, Alquran menempati urutan yang tinggi dalam penilaian kelulusan. Tetapi tidak berarti penilaian mata pelajaran lain yang diujikan dikesampingkan. Semuanya tetap akan dinilai dan menyumbang nilai kelulusan.

Pendafran Calon Santri Gontor (natasaapriana.blogspot.com)
Pendafran Calon Santri Gontor (natasaapriana.blogspot.com)
Ketika wawancara tersebut, saya ditanya beragam motivasi belajar di pesantren dan komitmen menyelesaikan studi sampai menjadi alumni Gontor. Bagi lulusan SMP, SMA, dan perguruan tinggi, barangkali pertanyaan seperti itu tidak terlalu sulit dijawab. Hanya saja tetap dibutuhkan kekuatan mental. Untuk lulusan SD, orang tua harus bersabar melatih mentalitas anaknya.

Sekira sepekan setelah ujian lisan atau wawancara itu, panitia mengadakan ujian tertulis. Ada beragam materi yang diujikan. Di antaranya berhitung angka (matematika dasar), bahasa Indonesia, dan 'imla.

Biasanya, banyak calon santri yang tidak lulus karena tidak bisa menulis Arab melalui dikte atau 'imla. Nampaknya, ujian ini diadakan untuk mengukur kemampuan calon santri sebelum mengikuti pelajaran di Gontor. Karena umumnya, di pesantren itu, sejak tahun pertama, para santri sudah dibiasakan dengan beragam pelajaran yang berbahasa Arab.

Dibutuhkan latihan berhari-hari agar calon santri dapat menulis ulang kata-kata dalam bahasa Arab yang disebutkan calon penguji. Cara pengujiannya cukup sederhana. Tetapi membutuhkan ketelitian dan ketelatenan. 

Dalam satu ruangan, seorang penguji berdiri di depan puluhan calon santri. Dia akan menyebutkan kata Arab yang akan ditulis sebanyak tiga kali. Kita diwajibkan mendengarnya terlebih dahulu. Jika calon santri terbukti menulis sebelum dipersilakan, maka yang bersangkutan akan mendapat teguran bahkan dikeluarkan. Setelah disuruh, calon pelajar akan menulis kata-kata yang disebutkan penguji tersebut. Waktu saya mengikuti ujian masuk pesantren itu, ada sekira 30 kata Arab yang ditulis dalam kertas kosong yang diberikan panitia.

Setelah selesai menulis kata-kata Arab tersebut, penguji akan membacakan ulang seluruh kata yang telah didikte. Calon santri diminta memperbaiki kesalahan-kesalahan yang mungkin timbul. Di tengah waktu yang terbatas, ada banyak kemungkinan terjadi kekeliruan penulisan. Maka saat perbaikan tersebut, dibutuhkan konsentrasi penuh agar dapat melihat dan mencerna kesalahan tulisan kata-kata Arab itu.

Selain Alquran, ujian 'imla menempati urutan penting dalam seleksi masuk Pondok Modern Darussalam Gontor. Secara pribadi, saat memutuskan masuk pesantren itu, saya tidak memiliki kemampuan menulis Arab. Butuh waktu sebulan, saya belajar menulis huruf-huruf Arab bersama calon santri lain di salah satu pesantren yang tak jauh Gontor. 

Panitia juga menyediakan kesempatan bagi calon pelajar untuk dilatih bersama ratusan calon santri lainnya. Tinggal orang tua memilih dan mengarahkan anaknya. Kesempatan bimbingan tersebut harus dipergunakan semaksimal mungkin. Karena itu akan menentukan diterima atau tidak di pesantren yang menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris itu.

Sekian. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun