Mohon tunggu...
Ufqil mubin
Ufqil mubin Mohon Tunggu... Jurnalis - Rumah Aspirasi

Setiap orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gontor dan Cak Nur

13 Desember 2018   12:07 Diperbarui: 13 Desember 2018   19:34 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di pesantren yang didirikan oleh KH Ahmad Sahal, KH Imam Zarkasyi, dan KH Zainuddin Fananie itu, oleh sebagian kalangan, Cak Nur dikenal sebagai pemikir "kontroversial". Maka tidak heran, beragam buku ditulis untuk membantah pemikiran-pemikiran beliau.

Namun tak sedikit pula yang membanggakan kejeniusan dan keulamaan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu. Beliau dipuji karena prestasi-prestasinya. 

Ketika saya duduk di semester awal di pondok, saat pengarahan yang dilakukan oleh pimpinan pondok, seorang pimpinan menyebut Cak Nur dalam deretan orang-orang besar yang telah mengharumkan nama Pondok Modern Darussalam Gontor. Sebagai alumni pesantren yang berhasil mencapai tangga sukses hingga menjadi profesor, tentu saja beliau tak diragukan kontribusinya bagi nama besar pondok yang didirikan pada 1926 itu.

Polemik tentang pemikiran beliau pada 1980 membuat citra Cak Nur "kurang baik" di beberapa kalangan pondok. Hal ini disadari betul oleh suami Omie Komariah Madjid itu. Dalam buku "Cak Nur Sang Guru Bangsa" yang ditulis Muhammad Wahyuni Nafis, beliau menyampaikan penyesalannya melontarkan pemikiran yang menimbulkan penolakan dari guru-gurunya di pondok.

Beliau tidak membantah gagasan-gagasan yang disampaikannya. Penyesalan itu muncul hanya pada aspek metodologi dan tehnik penyampaian pemikiran. Maka dapat dipahami, setelah itu, demi menjaga "perasaan" guru-gurunya di pondok, Cak Nur mulai membangun pendekatan yang lebih merangkul dan menunjukkan persamaan-persamaan pemikiran beliau dengan misi pengembangan umat Islam sebagaimana spirit Gontor.

Barangkali, saya juga terlambat menginsafi polemik di masa lampau itu untuk dijadikan pelajaran di masa kini. Belakangan, saya juga terlibat "perdebatan" pemikiran dengan para ustadz saya di pesantren tersebut. Setelahnya, saya tidak lagi melontarkan pemikiran serupa. Demi satu alasan, agar riak-riak perbedaan itu tidak melebar. Karena bagaimana pun, saya menghormati guru-guru dan kiyai di pondok.

Satu pelajaran terpenting, pemikiran yang berbeda, mestinya disikapi secara arif dan bijaksana. Sebagai wujud kreasi manusia, pandangan terhadap hal-hal tertentu, tak dapat dipungkiri, tidak selamanya sama antara seseorang dengan yang lainnya. Kita perlu menyadari, setiap perbedaan adalah rahmat. Dari ikhtilaf pemikiran itu pula, akan muncul pandangan-pandangan baru yang memperkaya khasanah intelektual.

Akhirnya, pada seluruh keluarga besar HMI atau siapa saja yang mengenal almarhum Cak Nur, mohon kiranya berkenan membacakan alfatihah dan doa untuk beliau. Semoga beliau tenang di sisi Allah Swt.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun