Mohon tunggu...
Ufqil mubin
Ufqil mubin Mohon Tunggu... Jurnalis - Rumah Aspirasi

Setiap orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menguak Kekeliruan Berpikir Fahri Hamzah (1)

23 Juli 2018   21:43 Diperbarui: 24 Juli 2018   19:53 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Percaya saya, bahwa penguasa sekarang memiliki lingkaran anti Islam dan Islamophobia di sekitarnya,” demikian paragraf pertama tulisan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah (FH), yang diunggah di laman fanpage pribadinya.

Saya ingin membedah tulisan ini secara perlahan. Khususnya kesesuaiannya dengan konteks bangsa Indonesia. Tulisan yang berjudul “Pemerintah Mesti Taubat Nasuha” itu mungkin saja spiritnya untuk mengingatkan umat. Tetapi sejauh pengamatan saya, efeknya akan menciptakan perpecahan di masyarakat.

Apa alasannya? Pertama, sebagai negara dengan mayoritas penduduk yang beragam Islam, upaya penggiringan opini publik dari kalangan Muslim sangat potensial mendorong perpecahan bangsa ini.

Kedua, tulisan tersebut akan membangun ketakutan-ketakutan di kalangan umat Islam. Seolah pemerintah saat ini anti terhadap pemeluk agama Islam. Pada saat demikian, umat Nabi Muhammad tersebut akan terdorong untuk memusuhi pemerintah yang sah.

Ketiga, Islamphobia sudah terdengar nyaring di publik Barat. Spiritnya adalah permusuhan yang didasarkan identitas keagamaan dan kelompok sosial politik tertentu. Isu keagamaan seperti ini dengan cepat membakar emosi publik.

Pada dasarnya, pemikiran demikian mengandung beberapa kelemahan—kalau tidak dapat disebut kesalahan. Pertama, FH tidak menyebut secara gamblang, siapa saja orang-orang di lingkaran penguasa yang disebut anti terhadap Islam dan Islamphobia tersebut. Jika saja wakil rakyat asal daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat (NTB) itu menyebutnya secara lugas, maka dengan mudah publik akan mengarahkan perhatian pada yang bersangkutan. Bukan sebaliknya publik diminta untuk menggali sendiri. Membangun narasi ketakutan dan permusuhan. Jika pun benar FH tahu dan paham, maka menyebutnya secara gamblang akan jauh lebih baik. Mengapa? Agar status tersebut tidak menimbulkan fitnah dan permusuhan, yang ujung-ujungnya kita sesama anak bangsa saling menuding dan menyalahkan.

Kedua, lingkaran penguasa saat ini tentu saja  dapat ditafsirkan menteri beserta orang-orang dekat Jokowi. Dari segi latar belakang menteri, nyaris 80 persen diduduki pejabat yang beragama Islam. Apa mungkin mayoritas menteri itu memusuhi agamanya sendiri? Akal sehal kita sendiri yang akan menjawabnya.

Sependek pengamatan saya, para menteri yang berlatar belakang agama Islam itu tergolong taat menunaikan ajaran Islam. Jadi sangat tidak elok apabila orang-orang yang taat menjalankan ritual agamanya, kemudian dicap anti terhadap agama yang dipeluknya.

Jika lingkaran penguasa yang anti Islam tersebut adalah sekelompok menteri yang 20 persen itu, maka kita dapat mengajukan pertanyaan, siapa dia? Mengapa tidak disebutkan secara langsung? Sehingga dengan mudah dapat dideteksi dan didorong untuk diganti oleh Presiden Jokowi. Seandainya benar menteri tersebut orang-orang yang anti Islam, maka sudah sewajarnya kita mendesak presiden untuk menggantinya.

Ketiga, FH tidak membedakan secara cermat antara Islam sebagai agama dan pemeluknya. Agama Islam, pada dasarnya sumber tata nilai universal yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar. Sementara pemeluknya, belum tentu menjalankan tata nilai universal tersebut. Keduanya ada garis pemisah yang tentu saja tidak dapat disatukan antara satu dengan yang lain.

Apa maknanya? Jika orang-orang yang berada di lingkaran pemerintah, tidak memiliki kesesuaian pandangan sosial, politik, dan ekspetasi kesamaan kepentingan dengan pemeluk agama Islam, maka tidak lantas yang bersangkutan memusuhi Islam. Tepatnya kita hanya menyebutnya bertentangan dengan kelompok yang kebetulan memeluk agama Islam.

Sederhananya begini. Apabila Jokowi tidak searah kepentingan politik dengan FH yang juga menganut agama Islam—padahal keduanya sama-sama beragama Islam, bahkan mungkin Jokowi lebih alim dari FH. Maka kita tidak dapat menyebut Jokowi anti agama Islam. Sebab selama ini, sudah tidak dapat dihitung, mantan pengusaha mebel itu berulang kali kita lihat di layar televisi, beliau menunaikan sholat lima waktu secara berjamaah, hingga sholat idul fitri dan idul adha. Lalu bagaimana mungkin kita dapat menyebutnya memusuhi Islam?

Keempat, apabila segelintir orang yang berada di lingkaran kekuasaan itu “anti Islam dan Islamphobia,” tentu saja dalam rentang waktu empat tahun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, orang-orang tersebut telah memberangus umat Islam beserta properti keagamaan yang dikenakan pemeluk agama tersebut. 

Nyatanya tidak demikian. Setiap hari kita masih dapat melihat di berbagai pelosok negeri, ribuan masjid didirikan; umat Islam dengan bebas menunaikan sholat lima waktu; puasa ramadan yang sangat semarak karena didukung pemerintah; pesantren berdiri megah di seluruh pulau di Indonesia, hingga muslimah dengan bebas memakai jilbab dan cadar.

Andai saja benar yang dikatakan FH, maka ekspresi keagamaan itu telah diberangus, dihentikan, bahkan seluruh umat Islam akan dihancurkan. Tetapi sampai sejauh ini, kita melihat pemerintah dengan rutin memberikan pelayanan pada umat Islam. Pelaksanaan ibadah haji berjalan dengan khidmat. Kementerian Agama bekerja tanpa kenal lelah untuk menyukseskan ritual keagamaan mulai dari haji, pernikahan, hingga urusan terkecil yang menyangkut hajat pemeluk agama Islam.

Pun demikian, ribuan buku yang membahas tentang Islam diedarkan di pasaran. Nyaris selama empat tahun ini, kita tidak pernah mendengar pemberitaan yang menyebut bahwa pemerintah menghentikan penyaluran buku yang dikarang untuk kepentingan umat Islam. Tidak ada. Kalau saya salah, mungkin FH bisa memberikan contoh yang gamblang terkait itu.

Karena itu, apakah pandangan FH tersebut erat kaitannya dengan upaya politisi yang sedang bertarung untuk mendapatkan simpati publik beragama Islam? Apakah mungkin dengan begitu, umat Islam akan tergiring untuk memuluskan langkah FH dan kelompoknya di 2019 mendatang? Semoga FH masih ingat, kita di akar rumput, sudah belajar dari Suriah yang hancur lebur karena opini yang membenturkan pemerintah dan mayoritas pemeluk agama di negara itu!

Bersambung…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun