ENTAH sejak kapan ada istilah kontrak politik (political contract?). Yang jelas, menjelang pemilihan umum, pemilihan kepala daerah, acap muncul berita calon A telah melakukan penandatangan kontrak politik dengan warga mana gitu, para tokoh organisasi ngetop menyodorkan kontrak politik pada calon kepala daerah, dan seterusnya.
Mamak Kenut mencoba mencari referensi dari sisi hukum dan perundang-undangan, ia tidak menemukannya. Kalau mau disebut kontrak (perjanjian), agaknya kontrak politik tidak memenuhi kriteria dan syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Atau barangkali, kontrak politik itu mirip dengan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU)? Kayaknya sih cocok kalau melihak pengertian MoU: "Pernyataan kesepahaman tertulis antara kedua belah pihak sebelum memasuki sebuah kontrak. MoU tidak mengikat para pihak serta tidak menghalangi para pihak untuk berhubungan dengan pihak ketiga."
"Kalau demikian, wajar dong kontrak politik diingkari, tidak perlu dilaksanakan, dan cuma dokumen ecak-ecak aja dari politisi biar keliatan serius mau memenuhi janji kepada konstituen dan mengurusi rakyat," kata Minan Tunja.
Itu dari sisi hukum. Mamak Kenut mencoba membolak-balik catatan kuliah dan tanya sana-sini.
"Nggak ada. Aneh juga tuh kontrak politik. Dalam teori terbentuknya negara, hanya dikenal teori kontrak sosial," sahut Mat Puhit.
"Tapi, dalam konsepsi kontrak sosial, tidak ada tanda tangan segala," ucap Pithagiras.
Oke deh, kita lupakan kontrak politik yang mak jelas itu. Baiklah, kita bicarakan dulu mengenai kontrak sosial, sebelum memutuskan ikut pemilihan kepala daerah (pilkada), 9 Desember nanti.
Teori kontrak sosial berkembang dan dipengaruhi oleh pemikiran Zaman Pencerahan (Enlightenment) yang ditandai dengan rasionalisme, realisme, dan humanisme, yang menempatkan manusia sebagai pusat gerak dunia. Pemikiran bahwa manusia adalah sumber kewenangan secara jelas menunjukkan kepercayaan terhadap manusia untuk mengelola dan mengatasi kehidupan politik dan bernegara.
Dalam perspektif kesejarahan, Zaman Pencerahan ini adalah koreksi atau reaksi atas jaman sebelumnya, Zaman Pertengahan. Walau pun begitu, pemikiran-pemikiran yang muncul di Zaman Pencerahan tidaklah semuanya baru. Teori kontrak sosial yang berkembang pada Jaman Pencerahan ternyata secara samar-samar telah diisyaratkan oleh pemikir-pemikir jaman-jaman sebelumnya seperti Kongfucu dan Aquinas. Yang jelas, pada Zaman Pencerahan ini unsur-unsur pemikiran liberal kemanusiaan dijadikan dasar utama alur pemikiran.
Hobbes, Locke dan Rousseau sama-sama berangkat dari dan membahas tentang kontrak sosial dalam analisis-analisis politik mereka. Mereka sama-sama mendasarkan analisis-analisis mereka pada anggapan dasar bahwa manusialah sumber kewenangan. Akan tetapi tentang bagaimana, siapa mengambil kewenangan itu dari sumbernya, dan pengoperasian kewenangan selanjutnya, mereka berbeda satu dari yang lain. Perbedaan-perbedaan itu mendasar satu dengan yang lain, baik di dalam konsep maupun (apalagi!) di dalam praksisnya.