Mohon tunggu...
Udo Z Karzi
Udo Z Karzi Mohon Tunggu... -

Tukang tulis. Lebih suka disebut begitu. Meskipun, jarang-jarang dibaca kompasianer. Hehee... Yang penting nulis aza. Biar nggak kenat-kenut...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjadi Lampung dengan Pluralitas: Refleksi atas Aksi Kekerasan dan Kerusuhan di Lampung*

23 November 2012   11:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:47 2109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena komunikasi antarbudaya sering mengalami kemampetan, yang timbul kemudian dalam stereotip negatif dari setiap etnik yang pada giliran melahirkan kesalahpahaman, tindakan diskriminatif, konflik, kekerasan, amuk massa, hingga kerusuhan.

Nah, di sinilah peran kepemimpinan lokal. Selain kepala daerah, camat, lurah/kepala desa, ada juga pemimpin informal yang tidak bisa dinafikan begitu saja. Sebab, penyingkiran peran tokoh adat misalnya, bisa berakibat fatal.

Kepemimpinan Kepenyimbangan

Dalam bagian ini saya ingin meminjam pemikiran Firdaus Augustian (2002). Menurut Firdaus, dalam konsepsi adat Lampung kita mengenal di dalamnya wujud dari pengertian kepemimpinan. Kepemimpinan yang kita kenal dalam kepenyimbangan, yang dapat diklasifikasikan sebagai: penyimbang marga, penyimbang kebuaian, penyimbang tiuh, penyimbang suku.

Mungkin klasifikasi seperti ini dapat diperdebatkan. Namun, substansi dari pengertian penyimbang (pada tingkat apa pun) merupakan refleksi kepemimpinan keluarga. Seorang penyimbang adalah anak tertua yang mewarisi kepemimpinan dari orang tuanya yang juga adalah seorang penyimbang.

Proses inisiasi seseorang menjadi penyimbang  melalui declare dalam bentuk cakak pepadun diumumkan di patchah haji melelui proses dan prosedur adat tertentu yang mendapat pengesahan dari para penyimbang marga dalam persekutuan adat masing-masing.

Hakikat seorang penyimbang adalah refleksi kepemimpinan keluarga, yang terdiri dari adik-adiknya, anak-anaknya, paman-pamannya, anak kemenakannya, termasuk adik perempuan ayahnya, tidak termasuk saudara laki-laki dari ibunya. Penyimbang dalam adat Lampung hanyalah sebatas pemimpin keluarga, yang anggota keluarganya tertentu. Dia adalah seorang penyimbang marga identik dengan garis keturunan lurus yang tidak terputus sebagai anak tertua laki-laki dari keturunan keluarganya. Sebagai pemimpin keluarga, merupakan panutan moral dan sama sekali tidak berkaitan dengan cakupan wilayah kerja/daerah kekuasaan.

Posisi seorang penyimbang marga terhadap penyimbang marga yang lain adalah setara, bukan merupakan subordinat. Dan, penyimbang marga masing-masing dalam persekutuan adat yang bersangkutan dapat saling mewakili untuk masalah-masalah adat sebagai tamu/sumbai sebuah perhelatan adat yang dilakukan persekutuan adat lainnya.

Dengan demikian, seorang penyimbang adat, katakanlah penyimbang marga sama sekali tidak mempunyai kewenangan struktural yang mewakili sebuah wilayah kekuasaan/kekuasaan adat. Kewenangan seorang penyimbang marga hanyalah sebatas kewenangan moral bertindak untuk dan atas nama keluarganya. Sementara di sebuah kampung, tidak mungkin hanya ada seorang penyimbang marga. Pada sebuah kampung jumlah penyimbang marga atau yang dapat menjadi penyimbang marga dapat saja lebih dari 10 orang dan masing-masing berkedudukan setara. Dengan demikian, untuk mempresentasikan di antara penyimbang marga-penyimbang marga tersebut pada salah satu penyimbang marga merupakan sebuah usaha yang sama sekali tidak punya makna.

Lampung Ragom

Masih mengeksplorasi pemikiran Firdaus Augustian, dalam konstruksi berpikir adat budaya Lampung, kita akan dihadapkan pada persekutuan-persekutuan adat tertentu. Penyimbang-penyimbang marga berhimpun dalam sebuah persekutuan adat tertentu. Penyimbang-penyimbang marga dalam sebuah persekutuan adat berkedudukan setara, tidak bersifat struktural. Begitu pun kedudukan persekutuan-persekutuan adat dalam adat Pepadun, berkedudukan setara dan saling menghormati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun