Mohon tunggu...
Udo Z Karzi
Udo Z Karzi Mohon Tunggu... -

Tukang tulis. Lebih suka disebut begitu. Meskipun, jarang-jarang dibaca kompasianer. Hehee... Yang penting nulis aza. Biar nggak kenat-kenut...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Seolah-olah, Seolah-olah Demokrasi

5 Oktober 2011   12:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:18 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SUKSES. Negarabatin baru saja menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) di tiga daerah otonomi baru. Hasilnya sudah diplenokan KPU kabupaten masing-masing. Namun, lagi-lagi yang menang justru orang-orang kayak Mamak Kenut dkk. yang justru tidak ikut memilih, apa lagi mencalonkan diri. (Hahaa... jangan dengar pendapat Mamak Kenut).

Yah, kemenangan sejati justru dimiliki orang-orang yang hidup damai tanpa harus grasah-grusuh memperjuangkan hasrat berkuasa. Kasian orang yang terlalu ingin berkuasa, sampai-sampai harus melakukan apa pun, tak peduli melewati batas-batas—jangan dikata etika dan kepantasan, melanggar norma dan hukum pun tak masalah.

"Kok ya enggak takut dosa?" tanya Minan Tunja.

"Hihii... hari gini masih ngomong soal dosa dan pahala," kata Pithagiras.

"Ya tetap aja penting dong! Korupsi, pelanggaran hukum, dan pelanggaran agama kan karena orang enggak takut dosa," Minan Tunja berkeras.

"Dosa itu abstrak! Jangan tanya dengan politisi. Jawabannya kan selalu, 'Ini pelitik, Bung'," sambar Udien.

"Yah, kayaknya sih kalau masih takut dosa, enggak usah main pelitik-pelitikan," kata Radin Mak Iwoh.

"Ya, itulah politik, menghalalkan segala cara," kata Pithagiras.

"Masalahnya riil politik di Negarabatin hari ini kan berkata lain. Boleh dibilang pemilu dan pilkada sesungguhnya masih jauh dari esensi demokrasi dan penghormatan terhadap hukum. Buktinya setiap kali ada pesta demokrasi, selalu saja muncul gugatan-gugatan kecil."

"Wah, itu kan bukan berarti pilkadanya tidak demokratis?"

"Yah, demokrasi semu... demokrasi seolah-olah. Asas pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil lebih sering diabaikan. Kecurangan, politik uang, juri (KPU) tidak independen, panitia pengawas yang tak berdaya, intimidasi, pemaksaan kehendak,    gugat-menggugat, serta sikap tidak mengakui kekalahan dan menghormati kemenangan orang lain adalah indikasi dari tidak adanya fair play dalam pelaksanaan pemilu (pilkada)."

"Jangan terlalu idealislah."

"Bukan sebaliknya, jangan terlalu abai dengan hal-hal yang lebih substansiallah. Sebab, kalau tidak, negeri ini tetap tidak bisa keluar dari krisis kepercayaan yang berlarut-larut kepada politik, kepada pemimpin, kepada masa depan..." n

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun