KORUPSI makin berkibar, semakin mendapat pembenaran, dan mandapat tempat terhormat di negeri ini. Dengan berkedok memberi keterangan ahli, pernyataan yang keluar dari sang akademisi justru meringankan koruptor.
Entah apa yang ada di benak pakar (akademisi) ini ketika memberikan keterangan, bahkan membebaskan korupsi. Entahlah, mengapa "semangat intelektualitas" (semoga tidak semua) justru bertolak belakang dari semangat membela kebenaran, semangat penegakan hukum, dan semangat pemberantasan korupsi.
Seharusnya sang ahli benar-benar memberi keterangan sesuai dengan hati nurani dengan mengedepankan kebenaran, bukan memberi keterangan untuk membenarkan tindakan koruptor bukanlah suatu tindak pidana korupsi.
Keterangan ahli secara prinsip dibutuhkan dalam sebagai salah satu proses dalam hukum acara pidana agar lebih terangnya duduk perkara tindak pidana yang terjadi. Adanya kejanggalan atau keraguan dari hakim atau para pihak terhadap suatu perkara yang terjadi menjadikan keterangan ahli menjadi salah satu jalan untuk menerangkan supaya kasus yang kabur menjadi terang dan jelas.
Tentunya keterangan yang diberikan saksi ahli sesuai dengan keahlian yang dimilikinya berdasarkan prinsip, keadilan, akuntabilitas, dan semangat penegakan hukum. Bukan keterangan yang sesuai dengan pesanan dari pihak yang berpekara (baca: koruptor) agar sang koruptor terlepas dari jerat hukum, tetapi mencari titik terang kasus yang sedang terjadi.
Jika pendapat atau keterangan yang diberikan dihargai dengan rupiah, tentunya ini sangat miris. Apalagi ini dilakukan akademisi yang notabene mendidik mahasiswa hukum untuk menegakan hukum dan mencari keadilan substantif. Deal-deal keterangan ahli dengan koruptor tak ubahnya "penjualan harga diri" karena ilmu yang didapat bukan untuk menegakan hukum, melainkan demi kenikmatan dan materi semata.
Tentu saja pendapat ahli dapat disesuaikan dengan besaran pendapatan yang diterimanya dari koruptor. Sang ahli tak ubahnya sebagai "juru bicara" koruptor yang berlindung di balik jubah agung akademisi atau keahlian yang dimilikinya.
Sang ahli berbicara peran dari akademisi dalam menerapkan hukum, tetapi kenyataannya keterangan ahli cenderung membebaskan koruptor. Inikah yang dinamakan menegakkan hukum? Bagaimana kita akan memberangus korupsi jika sang ahli berperan sebagai juri bicara koruptor. Jelas ini sangat mencederai rasa keadilan masyarakat. Sungguh!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H