Mohon tunggu...
Udo Z Karzi
Udo Z Karzi Mohon Tunggu... -

Tukang tulis. Lebih suka disebut begitu. Meskipun, jarang-jarang dibaca kompasianer. Hehee... Yang penting nulis aza. Biar nggak kenat-kenut...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kecil-kecil Cabe Rawit...

5 Mei 2011   14:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:03 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_106341" align="alignleft" width="300" caption="Pedees... Dasar Cabe Rawit"][/caption] DUNIA yang ternyata masih penuh intrik, konflik, teror, kekerasan, kriminalitas, perang, korupsi, dan berbagai tragedi kemanusiaan masih saja menghiasi ruang baca-dengar kita. Yah, itulah tingkah polah para aktor di berbagai tempat dalam berbagai kesempatan. Yang berkuasa makin merasa berkuasa sehingga merasa tak perlu peduli dengan nasib orang kecil. Yang kaya makin menumpuk kekayaan tak peduli cara-caranya melanggar rambu-rambu hukum. Yang kuat merasa tak terkalahkan dan karena itu tetap saja merasa perlu menindas yang lemah. Aduh dunia. Lalu Mamak Kenut membaca ini: Setelah sempat menjadi barang mahal, harga cabai kini anjlok. Di Kabupaten Lampung Selatan sejumlah petani bahkan membiarkan cabainya membusuk di kebun karena cuma dihargai Rp6.000/kg. (Lampung Post, 5 Mei 2011) Sama juga, kabarnya harga cabai di Kabupaten Magelang dalam seminggu belakangan ini anjlok. Jika sebelumnya harga cabai sempat mencapai lebih Rp80 ribu/kg, kini di tingkat petani hanya berkisar di bawah Rp10 ribu/kg. "Selalu begitu. Nasib petani masih saja diombang-ambing harga yang tak menentu," kata Mat Puhit. "Kasian petani. Kok enggak ada yang peduli begitu ya?" ujar Minan Tunja. "Kalau harga cabe rendah begitu. Pemerintahnya kok malah diam saja ya? Padahal, waktu cabe melangit beberapa waktu lalu, semua orang pada belingsatan. Masak harga cabe lebih mahal daripada daging sapi. Pak Presiden saja sampai perlu ngomongin cabe..." kata Pithagiras. "Iya aneh, padahal kan cabe bukan termasuk sembako. Kan enggak pakai cabe kan enggak apa-apa?" ujar Udien. "Sembarangan, mana enak makan kalau enggak pakai cabai." Bukan cuma itu. Coba perhatikan uraian ini: Cabai mengandung senyawa kimia yang dinamakan capsaicin (8-methyl-N-vanillyl-6-nonenamide). Selain itu, terkandung juga berbagai senyawa yang mirip dengan capsaicin yang dinamakan capsaicinoids. Apabila cabai dimakan, senyawa-senyawa capsaicinoids berikatan dengan reseptor nyeri di mulut dan kerongkongan sehingga menyebabkan rasa pedas. Kemudian reseptor ini akan mengirimkan sinyal ke otak yang mengatakan bahwa sesuatu yang pedas telah dimakan. Otak merespons sinyal ini dengan menaikkan denyut jantung, meningkatkan pengeluaran keringat, dan melepaskan hormon endorfin. Cabai merah mengandung vitamin C dalam jumlah besar, juga mengandung karoten (pro vitamin A). Cabai juga memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh, di antaranya membunuh sel kanker, menurunkan berat badan, memperlambat proses terjadinya risiko penyakit kardiovaskular, dan mengendalikan pencemaran mikroba pada makanan. Cabai rawit memang pedas. Namun, pendamping tempe goreng ini memiliki banyak khasiat pengobatan. Bukan cuma reumatik, radang beku atau frostbite yang sering terjadi di daerah ketinggian atau bersalju itu pun bisa diatasi. "Kecil-kecil cabe rawit, kata orang." "Nah, tu kan tahu? Jadi, jangan anggap enteng cabe. Berterimakasihlah pada petani cabe."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun