Mohon tunggu...
Udo Agusisme
Udo Agusisme Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selamatkan Daerah dari Penjajah Kekinian

11 April 2016   13:34 Diperbarui: 11 April 2016   13:39 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“PENJARAH BERKEDOK TOKO BERJEJARING ITU MERUSAK EKONOMI RAKYAT, BAHKAN SAMPAI TATANAN SOSIAL MASYARAKAT”  

Dalam Pembukaan UU Dasar tahun 1945 tertuang dengan tegas dan jelas di alinea ke empat berbunyi : "Kemudian daripada itu untuk membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamian abadi, keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang - Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ". 

Tetapi pada kenyataannya kehadiran dari negara masih dipertanyakan ketika penjajah dan penjarah ekonomi masyarakat dengan ganas tanpa henti-hentinya sampai ke pelosok negeri menancapkan kukunya untuk mencabik cabik kehidupan tanpa adanya bendungan produk hukum yang kuat sebagai penawar menjamurnya kekuatan kapitalis kekinian tersebut. Dari tujuan negara itu, yang patut dipertanyakan adalah perangkat negara dalam mengimpelementasikan nilai-nilai yang termaktub dalam UUD 45, bagaimana perangkat negara melindungi masyarakat dari gempuran penjajah kekinian berkedok kapitalis agar tercapainya masyarakat yang sejahtera dan cerdas. 

Saat ini Perangkat negara sibuk dengan urusan politik, sibuk meresuffle kabinet dengan segala gonjang ganjing parol, hiruk pikuk di kementerian, sampai saling sindir di media sosial antara pemimpin negeri ini., kalau sudah begitu mau berharap dengan siapa di negeri ini? Atau kita akan akan berharap sampai turunnya Satria Piningit sebagai Dewa yang akan menyelesaikan dengan seketika permasalahan negeri ini. 

Tentu merubah bangsa ini harus melibatkan semua unsur tanpa terkecuali, tidak akan menang melawan kekuatan kapitalis penjajah kekinian tersebut tanpa adanya keinginan untuk berubah, karena sesunggunya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu merubah nasibnya sendiri artinya jangan berharap bangsa ini akan berubah tanpa adanya peran dari semua elemen bangsa, Presiden pertama Republik Indonesia pernah berkata “beri aku 10 pemuda, maka akan gucuncang dunia” pertanyaannya pemuda seperti apa yang mampu mengguncang dunia? Pemuda yang sibuk narsis jeprat jepret sana sini mengejar tanpa jempol di sosial media? Tentu bukan.

Jika dilihat lebih jauh permasalahan penjarah ekonomi rakyat yang kian subur dan melanglang sampai ke pelosok negeri ini patut mendapat perhatian serius dari semua kalangan, pemuda yang saya rasa masih independent dan idealis tanpa pengaruh politik kekuasaan seharusnya menjadi garda terdepan menyelamtkan daerah . Saat ini gempuran penjarah kapital mulai menyebu sampai ke daerah daerah, pembangunan mall, pasar modern berjejering. yang menjadi kekhawatiran terbesar adalah semakin terpurukya usaha kecil masyarakat yang sudah dirintis untuk menghidupi keluarga bahkan untuk membiayai anak mereka sekolah  akibat gempuran terus menerus dari kapitalis kekinian tersebut. 

Tidak sekedar merusak kehidupan perekonomian kegiatan kapitalis ini bahkan meruntuhkan tatanan sosial yang sudah sejak ratusan tahun terjaga dengan baik di daerah daerah. Ketika mall, pasar modern mulai melebarkan sayapnya ke daerah sudah seharusnya menyiapkan strategi perlawanan untuk menyelatkan daerah dari hegemoni kapitalis dan menabuh genderang perlawanan untuk menjaga tatanan kehidupan di daerah.

 Dahulu, masyarakat di daerah terutama di daerah saya setiap hari minggu atau senin masyarakat sibuk menyiapakan diri untuk kepasar, menata barang barang yang kan dijual seperti lada, kopi, ayam dan hasil pertanian lainnya, barang barang tersebut nantinya akan dijual dan hasilnya untuk berbelanja kebutuhan sehari-sehari di pasar. 

Untuk mencapai pasar tidaklah semudah di kota-kota besar, butuh perjuangan besar untuk mencapainya. Tidak ada kendaraan umum seperti halnya di kota, hanya ada mobil pick up yang sudah dimodifikasi sedemian rupa untuk mengangkut masyarakat dan hasil buminya ke pasar, berdesak-desakan sepanjang jalan tak jarang ada yang bergelayutan sampai duduk di atas atap pick up tersebut karena minimnya transportasi yang ada. 

Di sepanjang jalan menembus pekatnya perkebunan sawit ada nilai-nilai kemanusian seperti saling membantu mengangkat barang, mengobrol dan menyapa yang mampu menambah kerekatan antar tetangga, begitu pula ketika di pasar nilai nilai kemanusian dan social pun terjaga dengan baik, di bawah hamparan terpal yang berjejran ada komunikasi tawar menawar, mengobrol bahkan tak jarang seperti reuni antar penjual dan pembeli, tentu nilai nilai seperti ini tak akanpernah kita jumpai ketika di Mall ketika di pasar modern, hubungan antar pembeli dan penjual sebatas hubungan fragmatis.

Tetapi sayang budaya tersebut tak lagi dapat di jumpai akibat masuknya pasar modern sampai ke daerah, budaya yang terjaga sejak ratusan tahun tersebut runtuh seruntuhnya akibat hegemoni kapitalis yang menjanjikan kemudahan dalam berbelanja katanya dan menanamkan stigma siapa sajayang belanja di pasar modern adalah orang-orang modern, orang-orang yang mempunyai perekonomian yang baik sehingga ada kebanggan sendiri ketika masyrakat berbelanja dan menenteng barang belanjaannya dari pasar modern seakan akan dengan otomatis ketika keluar dari took modern derajat martabatnya naik 360 derjat dari sebelum mengenal toko modern. Strategi kapitalis kekinian tersebut dengan mendirikan toko di dekat pintu masuk pasar tradisional benar-benar mematikan los-los atau lapak-lapak masyarakat, gilanya lagi sekarang pemandangan antri panjang untuk belanja di toko modern adalah pemndangan yang sudah biasa, bahkan tak jarang di toko tersebut barang sampai ludes dengan cepat. Jika kita cermati lagi di masyarakat timbul kelas social baru akibat toko modern tersebut, kelas sosial tersebut merupakan bom waktu di daerah daerah yang kemungkinan besar menyebabkan konflik di masyarakat sehingga wajib hukumnya kita semua menyelamatkan daerah dari penjajah kekinian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun