Mohon tunggu...
Sonny Udjaili
Sonny Udjaili Mohon Tunggu... -

Pecinta Sosialisme.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Big Match Trio Macan

2 Oktober 2016   13:44 Diperbarui: 2 Oktober 2016   14:06 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk kali ini, saya pribadi tidak akan membahas siapa yang menjadi pemenang, ataupun figur-figur Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta. Fokus saya kali ini, adalah 3 sosok sentral pengusung Ba-Lon tersebut.

Menarik untuk diikuti perkembangan terakhir Pemilihan gubernur untuk wilayah Jakarta. Mengingat Jakarta merupakan central Political of Republic Indonesia. Jakarta adalah Provinsi terbesar di Indonesia, sehingga Jakarta sering kali dijadikan bahan tesis bagi Parpol untuk mengukur kekuatan skala nasional.

Pertarungan kali ini terasa menarik, ketika di lihat dari sudut pandang tokoh sentral Parpol pengusung masing-masing Bakal Calon. Mulai dari Cikeas yang selama ini identik dengan One Man One Show(Susilo Bambang Yudhoyono),begitupun dengan sosok pendukung calon petahana, yang di detik-detik terakhir, akhirnya dukungan yang di tunggu-tunggu datang, yaitu datang dari sosok The Real Sun (Megawati Soekarno Putri), dan yang terakhir, siapa lagi kalau bukan The Real Soldier(Prabowo Subianto).

Baik SBY, Megawati, maupun Prabowo sebenarnya memiliki sejarah panjang soal pertarungan dalam kancah perpolitikan nasional. Dalam kurun waktu 12 tahun terakhir konflik antar figur sentral Parpol tersebut adalah yang paling menarik untuk diikuti. Khusus untuk Prabowo dan Megawati yang berkonflik pasca 2 tahun terakhir.

Dimulai dari renggangnya hubungan antara Megawati dan SBY. SBY saat Megawati menjabat sebagai President ke 5 Republik Indonesia, di tunjuk sebagai Menteri (Menko PolKam), yang kemudian mengundurkan diri dan mulai berafiliasi membangun poros baru dalam kancah perpolitikan nasional.

Sakit hati Megawati pun memuncak tatkala poros baru itupun yang pada akhirnya mengantar SBY sebagai President ke 6 Republik Indonesia menggantikan Megawati yang pada saat bersamaan juga mencalonkan dirinya sebagai Calon Presiden Republik Indonesia untuk yang kedua kalinya. Sakit hati seorang Megawati semakin terlihat jelas ketika selama 10 tahun setiap momentum acara kenegaraan, sosok Presiden RI ke 5 itu tak pernah terlihat di balkon Istana Negara, maupun saat pelantikan SBY sebagai president selama 2 periode.

Selama kurun waktu 10 tahun itupun dijadikan pdi-p untuk memposisikan dirinya di luar pemerintahan, hal ini kemudian diamini oleh Presiden SBY saat itu sebagai bagian dari proses menuju Negara demokrasi. Fungsi kontrol terhadap berbagai kebijakan pemerintah pun dijalankan dengan baik oleh PDI-P, Agar terciptanya pemerintah yang anti kritik.

Begitupun renggangnya hubungan antara Megawati dan Prabowo pada Pilpres 2014. Prabowo dan Megawati yang sebelumnya telah bersepakat membangun kekuatan sejak 2012 silam, di mana Prabowo (Gerindra) mendukung Jokowi untuk disandingkan dengan Ahok pada pemilihan gubernur Jakarta periode 2012-2017. Dukungan dari Gerindra pada 2012 silam sangatlah dibutuhkan, mengingat Gerindra adalah partai pemenang kedua setelah PDI-P di Jakarta. Akhirnya paket yang ditawarkan diterima oleh Prabowo dengan ditandai penandatanganan Kontrak Politik antara Gerindra dan PDI-P.

2 tahun berselang, sesuai dengan penandatanganan kontrak politik, Prabowo akhirnya naik menjadi Calon Presiden ke 7 dengan harapan (sesuai kontrak politik) PDI-P mendukung penuh pencalonan Prabowo. Namun PDI-P di luar dugaan (Gerindra), akhirnya tetap mengusung Jokowi, namun bukan dalam kontestasi Pilgub, namun dalam kontestasi Pilpres.

Sama dengan halnya PDI-P yang konsisten selama 10 tahun di luar pemerintah, Gerindra pun juga salah satu parpol yang berada di luar pemerintah hingga saat ini. Setelah sebelumnya PAN, Golkar, dan PPP, menyatakan mendukung pemerintah dan siap membantu pemerintah dengan cara masuk dalam jajaran kabinet.

SBY yang di kenal dengan gaya politik santunnya, seakan menghadirkan kembali dirinya dalam sosok Agus Yudhoyono. Kecermelangannya dalam memainkan gesture tubuh adalah salah satu kelebihan yang dimiliki sby selain sebagai Master Plan.

Politik ya politik.

Kedi-namis-annya,seringkalisukarditerima akalsehat.

Namun, begitulah politik kadangmembuat kitagemas, kadangjuga membuat kitageram.

Terimalah politik itusebagaimana adanyadan bukansebagaimana mestinya

Selamat ber-politik.!!

Apakah momentum politik 5 tahunan warga Jakarta kali ini akan dijadikan SBY-Megawati, Prabowo-Megawati untuk berjabat tangan.?

Ataukah ajang politik kali ini, akan menjadi ajang balas dendam Prabowo terhadap Megawati.?

Juga menjadi ajang SBY memutus mata rantai hegemoni PDI-P, di tanah para jawara.?

To Be Continue…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun