Mohon tunggu...
Akhmat Safiudin Ismail
Akhmat Safiudin Ismail Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Jasmerah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kemenlu RI Mempunyai Saksi Sejarah Pancasila dari Perumusan Hingga Pengesahan, Siapakah?

3 Juni 2022   20:49 Diperbarui: 3 Juni 2022   21:04 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salam Pancasila!

Dua hari yang lalu, bangsa kita memperingati hari lahirnya Pancasila yang ke-77 tahun. Pancasila tercetus pada 1 Juni 1945 pada forum rapat BPUPKI di dalam Gedung Pancasila yang kini berada di dalam Kompleks Kementerian Luar Negeri RI. Bagaimana sejarah lahirnya landasan negara Indonesia dalam gedung tersebut? mari kita belajar!

BPUPKI atau Dokuritsu Zunbi Coosakai sendiri dibentuk pada 1 Maret 1945 yang diresmikan secara hukum pada 29 April 1945 sebagai tindak lanjut janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan untuk Indonesia rencananya pada tanggal 24 Agustus 1945, dengan ketuanya dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, seorang dokter dan anggota organisasi Budi Utomo. Radjiman Wedyodiningrat dibantu oleh dua orang wakil ketua yakni R.P. Soeroso dan Ichibangase Yosio (dari Jepang). BPUPKI terdiri dari 60 orang pribumi sebagai anggota, dan 7 orang Jepang untuk mengawasi jalannya organisasi yang dibentuknya tersebut. Sebenarnya, janji jepang ini hanya untuk meluluhkan hati pribumi Indonesia agar mau membantunya dalam Perang Dunia II karena kondisi Jepang dalam medan pertempuran semakin terdesak oleh sekutu. Oleh karena itu, PM Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso, dalam rapat Teikoku Ginkai pada 7 September 1944 di Tokyo, Jepang, menyampaikan janji kekaisaran Jepang untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Sesuai fungsinya untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, BPUPKI menyelenggarakan sidangnya yang pertama pada 29 Mei - 1 Juni 1945 dengan agenda merumuskan dasar negara di Gedung Pancasila. Gedung Pancasila ini awalnya bukan bernama Gedung Pancasila, melainkan Gedung Volksraad, sebuah gedung yang dibangun pada tahun 1830 sebagai rumah Hertog Bernhard, seorang panglima Perang Belanda. Nama gedung tersebut baru diganti menjadi Gedung Pancasila pada 1 Juni 1964.

Ada 3 tokoh yang mengusulkan rumusan dasar negara, yakni:

Mohammad Yamin  : Peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat

Mr. Soepomo              : Persatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir batin, musyawarah, dan keadilan rakyat

Ir. Soekarno                : Kebangsaan , internasionalisme dan perikemanusiaan, demokrasi, kesejahteraan , dan ketuhanan

usulan tentang perumusan dasar negara tersebut kemudian ditampung oleh sebuah panitia bentukan BPUPKI. Akan tetapi, terdapat sedikit masalah yakni ketika golongan Islam menginginkan agar Indonesia didasarkan pada Islam, sedangkan golongan nasionalis menginginkan agar Indonesia tidak didasarkan pada agama manapun.

Untuk mengatasi masalah tersebut, BPUPKI membentuk sebuah panitia kecil yang dinamai panitia sembilan yang terdiri dari gabungan antara agama dan nasionalis yakni Soekarno, Moh. Hatta, Moh. Yamin, A.A. Maramis, A. Soebardjo, Abikusno Tjokrosejoso, Abdul Kahar Muzakkir, Wachid Hasjim, dan H. Agus Salim. Panitia sembilan menyelenggarakan sidang pada 22 Juni 1945 di Gedung Pancasila yang menghasilkan Piagam Jakarta yang merupakan rancangan pembukaan hukum dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang nantinya disidangkan dalam sidang BPUPKI yang kedua. Tanggal 10-16 Juli 1945, BPUPKI menyelenggarakan sidangnya yang kedua yang salah satu hasilnya adalah menyepakati usulan dasar negara dari Ir. Soekarno sebagai usulan yang terpilih sebagai tindaklanjut dari Piagam Jakarta. Dasar negara tersebut dinamai Soekarno dengan nama Pancasila.

Sebulan berlalu, pada 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, rancangan dasar negara yang telah disahkan oleh BPUPKI kemudian disahkan bersama dengan UUD 1945 oleh PPKI, organisasi terusan dari BPUPKI yang sebenarnya mempunyai tugas yang sama, yakni mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi, terdapat pertentangan dari penduduk Indonesia yang berada di kawasan Indonesia Timur yang mayoritas beragama non islam. Mereka menentang bunyi sila pertama, "Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya," karena dinilai mengedepankan umat Islam saja. Untuk menjawab sekaligus menyelesaikan persoalan tersebut, Moh. Hatta mengubah sila pertama menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa."

Semoga, di dalam peringatan Hari Lahir Pancasila ke-77 tahun ini, Bangsa Indonesia akan semakin maju dengan dilandasi oleh persatuan ditengah Indonesia yang penuh dengan perbedaan dari Sabang sampai Merauke. Karena perbedaan bukan alasan untuk tidak bersatu. Justru karena perbedaan inilah, kita harus bersatu!

Salam Pancasila!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun