Mohon tunggu...
setiadi ihsan
setiadi ihsan Mohon Tunggu... Dosen - Social Worker, Lecturer.

Menulis itu tentang pemahaman. Apa yang kita tulis itulah kita.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Puncak Kebaikan adalah Milik Orang-orang yang Jujur dan Sadar

28 Desember 2020   10:47 Diperbarui: 28 Desember 2020   11:12 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua agama diyakini membawa kebaikan. Inilah yang menjadi irisan pada semua agama di jagat raya ini. Al-Qur'an, sebagai modus perilaku (hudan) menamakannya sebagai kalimatun sawa. Istilah "kalimatun sawa" diambil dari bahasa Arab. Secara harfiah, "kalimatun sawa'" berarti "kata yang sama", atau "kata sepakat", atau "titik temu"[1]. 

Titik temu semua agama adalah keimanan kepada Tuhan yang Esa[2] yang berujung kepada penyerahan diri kepada Tuhan. Dalam konteks ini pula, maka Pancasila yang menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar berkehidupan dan berbangsa merupakan kalimatun sawa bagi warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).   

Dalam kitab suci ummat Islam disebutkan bahwa, mudah bagi Allah untuk menjadikan manusia ini dalam satu kesatuan utuh, tidak ada perbedaan di antara mereka. Namun justru perbedaan inilah yang Allah jadikan sebagai ujian, dan kebaikan di antara ummat itulah menjadi pembeda yang mendasar, maka Allah menyerukan kompetisi kebaikan (fastabiqul khairaat)[3]. Dan tidak ada kebaikan dalam sebuah perbincangan, konsultansi, perdebatan dan pemufakatan, selain keterlibatan dalam menjadikan kehidupan manusia yang lebih baik dalam kebenaran dan mempromosikan perdamaian[4].  

Di sinilah berlaku apa yang disebut G. A Parwez sebagai hukum mukaffat, dimana setiap tindakan atau pekerjaan kita akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang dikerjakannya. "Dan masing-masing orang ada tingkatannya, (sesuai) dengan apa yang mereka kerjakan. Dan Tuhanmu tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan[5]." Setiap kebaikan pastinnya berbuah kebaikan, demikian juga untuk kejahatan[6]. 

Puncak kebaikan (al-birru) adalah paket keimanan dan amal kebaikan[7]. Ini pula dalam 5 sila pada pancasila merupakan paket terintegrasi keimanan (sila pertama) dan amal-baik (4 sila berikutnya). Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa tak ada kebaikan dari sebuah perbincangan atau konferensi, selain pembicaraan yang benar, tindakan untuk kehidupan manusia lebih baik dan promosi mengenai perdamaian manusia, maka empat sila berikutnya setelah pemufakatan mengenai keimanan dalam pancasila, adalah upaya-upaya kebaikan.  

 Dalam gambar di bawah ini menjelaskan al-birru sebagai paket terintegrasi antara keimanan dan amal baik.

 

 

Dalam gambar di atas, kita bisa memahami bahwa puncak kebaikan buka persoalan (dukung- mendukung) pada satu kiblat ideologis, apalagi tokoh, namun merekalah yang dapat memunculkan keimanan mereka dalam kebaikan-kebaikan bagi umat manusia. 

Mereka yang berada di puncak kebaikan itu adalah mereka yang jujur (benar) dan sadar (taqwa). Selanjutnya kejujuran yang sebangun dengan keimanan, akan membawa kepada nilai-nilai dan aksi kebaikan bagi sesama manusia, serta akhirnya merekalah yang akan menuai kebahagiaan baik di dunia ataupun akhirat.

dokpri
dokpri
Sedekah atau charity sebagai salah satu kebaikan, misalnya, mempunyai akar kata (trileterasi) yang sama dengan kebenaran atau kejujuran (Ash-shidq). Bahkan dalam satu ayat, disebutkan bahwa kita belum sampai kepada sebuah kebaikan (al-birru) ketika kita belum bisa memberikan apa yang kita cintai (QS 3: 92). Dan inilah puncak kejujuran atas deklarasi keimanan. Maka, Nabiyullah Muhammad Saw pun menempatkan kejujuran sebagai karakter yang pertama harus ada dalam jiwa orang-orang yang berserah diri.  

 'Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allh sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allh sebagai pendusta (pembohong)[8].

Jujur dalam keterangan (hadits) di atas disebutkan akan membawa kepada kebaikan, demikian juga kebohongan akan membawa kepada kejahatan. Jujur menjadi karakter pertama yang ditegaskan Muhammad Saw, dan ini pula yang beliau sampaikan kepada seorang pemuda ketika ia berniat memasuki barisan orang-orang yang berserah diri, serta teerlebih dahulu menayakan apa saja yang menjadi larangan, maka Muhammad Saw menjelaskan satu hal: Janganlah berbohong.

Bohong atau dusta ini pula yang menjadi salah satu tema besar dalam al-qur'an, dari semua dusta manusia yang dibahas dalam al-qur'an dimulai dari mendustakan Allah dan kebenaran (alhaq atau ash-shidqu)[9] yang diikuti dengan berbagai kebohongan lainnya. Kebohongan seterusnya dikatakan sebagai puncak kezaliman[10]. Al-hasil, sudah banyak ummat (bangsa) yang Allah hancurkan karena kezaliman yang mereka perbuat, entah berbuat dusta, fasiq (kerusakan termasuk korupsi) ataupun permusuhan[11]. 

Inilah pesan yang ingin penulis sampaikan, alih-alih kita berusaha untuk berlomba-lomba dalam kebaikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, di antara kita masih saja banyak yang berlaku sebaliknya termasuk berlaku dusta alias tidak jujur, tidak beintegritas serta adil dalam amanat-amanat yang telah diembankannya, entah mereka sebagai penjabat Negara ataupun rakyat. 

Hoax, ujaran kebencian, dan intoleran, di negeri ini, kian menjamur; sikap saling curiga terjadi baik secara horisontal di anatara warga negara ataupun antara secara vertikal antara rakyat dan pemegang amanat rakyat; demikian pula pengkhianatan atas amanat sebagai pejabat negara kiranya sudah bukan hal yang tabu. Tidak tanggung-tanggung korupsi dilakukan pada masa rakyat berduka dan menjerit akibat pandemik. 

Ketika pandemik Covid-19 ini adalah sebuah ujian, maka puncak kebaikan bagi orang yang beriman adalah kesabaran. Shabar ketika dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Kesabaran di masa pandemik bukanlah ujian bagi rakyat semata, kesabaran dari para pemegang amanat rakyat dalam menghadapi berbagai asa dan jeritan pemberi amanat adalah ujian tersendiri. Bahkan shabar beserta shalat dijadikan sebagai tameng dari satu ancaman. Shabar bukan sekedar sikap pasif (ikhlas). 

Ketika disandingkan dengan shalat sebagai dasar dari tegaknya ad-diin (aturan ilahi) adalah upaya terus menerus dalam menyelesaikan masalah, dalam hal ini pandemic Covid-19. Shabar adalah pemimpinnya semua karakter positif termasuk kejujuran. Karakter shabar, bersama-sama dengan orang yang benar, orang yang sadar/taat, orang yang menginfakkan hartanya, dan orang yang bertaubat adalah mereka yang jauh lebih baik dari sekedar perhiasan dunia seperti wanita cantik, anak-anak, harta benda yang melimpah dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang[12].  

Persoalan mendasar bisa jadi adalah ketiadaan keimanan yang didasari oleh adanya kejujuran dan kesadaran baik sebagai seorang insan, hamba Tuhan ataupun sebagai warga Negara. Dan, mirisnya lagi, ini terjadi di negara yang telah menyepakati kalimatun sawa sebagai titik temu antar suku bangsa, yaitu: sikap tauhid, Ketuhanan Yang Maha Esa.      

Catatan Kaki:

[1] Buletin Kalimatun Sawa, Vol. 01, No. 01, 2003.

[2] QS 3: 64

[3] QS 5: 48, juga 2: 148

[4] QS 4: 114

[5] QS 6: 1312, lihat juga 6: 19

[6] QS 55: 60, 99: 7-8

[7] QS 2: 177

[8] Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad (I/384); al-Bukhri (no. 6094) dan dalam kitab al-Adabul Mufrad (no. 386)

[9] QS 29: 68 dan 39: 32

[10] QS 6: 21

[11] 7: 64, 17: 16, 25: 19

[12] 2: 45, 3: 14-17

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun