Mohon tunggu...
setiadi ihsan
setiadi ihsan Mohon Tunggu... Dosen - Social Worker, Lecturer.

Menulis itu tentang pemahaman. Apa yang kita tulis itulah kita.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Covid-19: Konfirmasi atas Kebodohan Manusia?

20 Maret 2020   09:03 Diperbarui: 20 Maret 2020   13:25 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cemas, gundah, khawatir, takut. Sederet emosi itulah, kini menghinggapi sebagian besar  penduduk dunia. Bukan hanya pandemik sebagai penyakit, namun berlaku juga untuk rasa atau emosi. Bosan, bisa jadi itulah kesan pembaca jika saya lanjutkan dengan uraian akan deretan emosi ini. Sudah cukup banyak tulisan mengulas emosi ini.

Covid-19, setidaknya bagi saya adalah sebuah pembuktian atau konfirmasi atas apa yang sudah menjadi teori yang dikembangkan manusia dan sunatullah (cara kerja Allah) terhadap alam raya ini . Pembuktian dalam bidang virologi, bagaimana virus dengan kekhasannya berkembang biak membutuhkan organisma hidup lainnya seperti manusia termasuk bagaimana mereka dapat melakukan evolusi dan mutasi. 

Dan semuanya terjadi dalam lingkup sunnatullah, hukum alam. Pembuktian juga bahwa mayoritas manusia menempatkan kematian sebagai salah satu hal yang ditakuti manusia. Di sisi lain adalah cara kerja Allah untuk mengingatkan manusia termasuk dalam satu hal, kematian. 

Covid-19, selain telah terbukti mematikan manusia, yaitu tercerabutnya ruh dari jasad, juga telah mematikan berbagai sendi kehidupan manusia, termasuk akal dan rasa bahkan asa manusia. 

Covid-19, bagi saya, adalah mewakili teguran-Nya sebagaimana tertulis dalam Firman-Nya: Apakah kamu  tidak berakal (Afala ta'qiluun)? Apakah kamu tidak mengambil pelajaran (afala yatadzakaruun)? demikian seterusnya afala ya'lamuun (tidak mengetahui?), afala yatafakkaruun (tak berfikir), afala yatadabbaruun? Demikian juga mewakili rasa: Afala tasykuruun (tidak bersyukur)?

Covid-19 adalah mengonfirmasi penyerahan diri atau ketundukan (subjeknya: Muslim) seorang manusia. Jika kau seorang Muslim, mengapa kau cemas, gundah, khawatir, dan takut? Malah, penyerahan diri adalah maujud dari keimanan dengan proses tawakal (QS 10:84). Dan bukankah kondisi mati dalam penyerahan diri atau ketundukan adalah apa yang dikehendaki-Nya (QS 2:132, 3:102). 

Kesadaran ini seharusnya akan membawa kita kepada sikap tenang, berfikir cerdas dan bertindak cermat. Kerisauan dan stress telah terbukti akan mengikis imunitas tubuh, dan pada akhirnya berpotensi besar terinfeksi Covid-19 akibat kegagalan tubuh melakukan perlawanan. 

Covid-19 adalah mengonfirmasi keimanan (subjeknya: Mumin, the believer, orang beriman). Ketika kau adalah seorang beriman, bukankah Allah telah memperingatkan dalam Firman-Nya bahwa setiap orang yang mengaku beriman tak akan lepas dari sebuah ujian? Atau mengapa kita justru tidak berbangga hati ketika mendapat ujian sebagai tanda pengakuan dari-Nya atas (pernyataan) keimanan kita? (QS 29: 2-3). 

Alih-alih bahwa orang beriman adalah orang yang memberikan ketenangan dan keamanan bagi orang lain, sebagian dari orang beriman malah membuat panik kalangan lainnya ketika kita ikut-ikutan menyerbu habis masker dan antiseptik serta desinfektan. Tindakan kita yang konsisten dalam social distancing adalah bentuk pemberian keamanan pada diri dan orang lain dengan memutus mata rantai penyebaran virus. 

Covid -19 adalah mengonfirmasi keilmuan (subjeknya: 'alim, 'ulama). Tanda orang berilmu, salah satunya adalah sikap meragukan (Skeptisisme). Mengapa dengan mudahnya kita mempercayai setiap pemberitaan yang muncul di media tanpa melakukan pemahaman, konfirmasi, penyariangan dan penelitian lebih lanjut, malah ikut-ikutan melakukan aksi forwading. 

Alih-alih sikap tabbayun (memeriksa dan meneliti) sebagaimana diingatkan-Nya dalam QS 49:6 yang dikembangkan, tiba-tiba kita menjadi penyokong aliran hoax. Salah satu tanda orang berilmu lainnya dalah sikap kritis yang erat juga kaitannya dengan tabayyun. Semoga dengan tabayyun, semua informasi yang tersebar di medsos adalah informasi yang objektif, akurat dan bermanfaat, bukan justru hoax penyebab kepanikan dan tindakan egoisme.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun