Mohon tunggu...
setiadi ihsan
setiadi ihsan Mohon Tunggu... Dosen - Social Worker, Lecturer.

Menulis itu tentang pemahaman. Apa yang kita tulis itulah kita.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Murah Salah, Mahal Ngeluh: Potret Kebijakan Publik Indonesia

9 Juni 2019   10:41 Diperbarui: 9 Juni 2019   11:06 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masih ingat musibah jatuhnya pesawat lion tahun lalu rute Jakarta - Pangkal Pinang, dan juga 4 tahun sebelumnya, tahun 2014, terjadi pula jatuhnya pesawat Air Asia rute Surabaya - Singapura ? Musibah itu pula yang mendorong pemerintah, mengharamkan beroperasinya tiket murah.

Alasan utama yang dikemukakan, saat itu, adalah  kelalaian pemeriksaan atau pengecekan atas kelaikan pesawat yang akan terbang sebagai dampak tiket murah tersebut.

Maka, peninjauan tiket batas bawah (TBB) harga tiket seolah menjadi satu-satunya solusi, pada saat itu.

Setelah sebelumnya direvisi aturan Tiket Batas Bawah (TBB), tahun lalu pun Kebijakan TBB diusulkan pemerintah untuk dilakukan peninjauan ulang yang memicu reaksi banyak pihak, salah satunya YLKI yang menyebut pemerintah lebih memperhatikan kepentingan pihak penyedia jasa, dalam hal ini maskapai penerbangan.

Nah, sekarang ketika terjadi penurunan penumpang, karena tiket pesawat melangit, maka pemerintahpun melirik kepada upaya revisi tiket batas atas (TBA).

Banyak pendapat diajukan kenapa tiket pesawat bisa mahal. Mulai dari harga bahan bakar, biaya operasional, nilai tukar, dan akhir-akhir ini mencuat soal duopoli yang dilakukan group maskapai penerbangan Garuda dan Lions. Untuk penyebab dupoli, pemerintah sudah menyiapkan langkah mengundang maskapai asing masuk ke NKRI.

Saya bukan pemerhati soal ini, untuk itu tulisan ini bukan untuk membahas solusi apa yang terbaik berkaitan dengan kasus melangitnya harga tiket pesawat yang jelas membebani sebagian Masyarakat Indonesia. Tulisan ini saya buat hanya untuk memperliatkan bagaimana potret kebijakan publik yang dibuat pemerintah saat ini.

Kebijakan atau Adminitrasi Publik, yang sempat saya pelajari di bangku kuliah, sebagai bagian penting dari ilmu pemerintahan/politik, merupakan ilmu yang sudah berlaku lama kalau tidak disebut tua. Namun, sebagai keilmuan yang sudah tua,  tidak serta merta menjadikan para pelaku kebijakan publik di negeri ini pintar dan bijak.

Kasus tiket pesawat, adalah gambaran carut-marutnya kebijakan publik di Indonesia, khususnya yang berkenaan dengan transportasi udara. Contoh kebijakan publik lainnya adalah di bidang ekonomi. Ketika Paket Kebijakan Ekonomi XVI diterbitkan. Usai diterbitkan beberapa hari paket kebijakan itu sempat ditunda karena diprotes pengusaha.

Berbagai kebijakan yang diambil, dalam dua contoh di atas menyiratkan serangkaian sikap reaktif pemerintah yang sepertinya tidak memahami prinsip-prinsip kebijakan publik.

Kebijakan publik dalam terminologi lain sering disebut sebagai administrasi negara seharusnya sudah menjadi wawasan dan skill utama bagi para pejabat di pemerintahan.

Prinsip atau langkah-langkah kebijakan publik mulai dari penetapan agenda kebijakan yaitu masalah apa yang menjadi masalah publik yang perlu dipecahkan, formulasi kebijakan yaitu mengidentifikasi kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah, adopsi kebijakan yaitu merupakan tahap berikutnya, di mana ditentukan pilihan kebijakan melalui dukungan para administrator dan legislatif melalui suatu proses rekomendasi, dan berikutnya adalah masalah implementasi dan evaluasi, secara komprehensif seharusnya dilakukan dalam setiap perumusan dan pengambilan kebijakan/keputusan.

Layaknya seorang dokter dalam mengobati penyakit pasien, dilakukan dengan melakukan diagnosa dan dalam penegakkan diagnosa ini, berbagai aspek menjadi penyebab terjadinya gangguan (anatomi, fisiologi, dan psikologi) diintegrasikan untuk merekomendasikan beberapa alternatif pengobatan. 

Hal ini yang menurut penulis tidak atau belum dilakukan pemerintah secara komprehensif dan integratif.  Justru, satu aspek, kepentingan politik (penguasa), yang lebih ditonjolkan.

Mungkin inilah alasannya.mengapa ilmu administrasi negara dipisahkan dari ilmu politik. Tujuannya, lebih kepada tidak mencampur-baurkan urusan administrasi dengan politik dalam arti kekuasaan.

Banyak dan sudah lama ktitik mengenai kebijakan publik dialamatkan kepada pemerintah RI, bukan saja di era Presiden Jokowi saja tetapi juga di era-era sebelumnya. Mulai dengan kritik ber-keywords: inkonsistensi, ambivalen, reaktif, non reaserach base, dan lainnya.

Carut marut potret kebijakan publik di Indonesia bisa jadi bermuara kepada penunjukkan sang administratur negara (mentri/anggota kabinet) yang lebih kental dengan kompromi dan pembagian kekuasaan dibandingkan dengan tugas pengurusan negara yang jelas-jelas ditujukan salah satunya untuk kemakmuran masyarakat.

Hal di atas pun, bukanlah perkara mudah, ketika proses pemilu dan pilpres diatur dalam kerangka sistem bagi-bagi kekuasaan, maka bagi-bagi jatah menteri tidak bisa dielakkan. 

Masih mending kalau semua partai koalisi berkomitmen untuk menghadirkan calon administratur yang faham mengenai kebijakan publik bukan lebih kepada mendorong satu figure partai yang disiapkan hanya dan hanya untuk mewakili kepentingan partai dalam menjaga kebijakan publik berpihak kepada partainya.

Menutup tulisan ini, saya ingin menyampaikan  bahwa kebijakan piblok yang merupakan urusan administrasi, pengaturan pemerintahan dalam melayani publik tidak akan berjalan dengan baik ketika aparatur pemerintahan, khususnya di jajaran kabinet masih mengedepankan kepentingan politik apalagi untuk kepentinhan partai pengusungnya. 

Hal yang tidak kalah penting adalah Presiden sebagai kepala eksekutif harus berfikir dalam ranah kebijakan dan publik bukan lagi perpanjangan kekuasaan dari parpol. Singkat kalimat, urusan administrasi harus dibedakan dengan urusan kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun