Mohon tunggu...
setiadi ihsan
setiadi ihsan Mohon Tunggu... Dosen - Social Worker, Lecturer.

Menulis itu tentang pemahaman. Apa yang kita tulis itulah kita.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Murah Salah, Mahal Ngeluh: Potret Kebijakan Publik Indonesia

9 Juni 2019   10:41 Diperbarui: 9 Juni 2019   11:06 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Prinsip atau langkah-langkah kebijakan publik mulai dari penetapan agenda kebijakan yaitu masalah apa yang menjadi masalah publik yang perlu dipecahkan, formulasi kebijakan yaitu mengidentifikasi kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah, adopsi kebijakan yaitu merupakan tahap berikutnya, di mana ditentukan pilihan kebijakan melalui dukungan para administrator dan legislatif melalui suatu proses rekomendasi, dan berikutnya adalah masalah implementasi dan evaluasi, secara komprehensif seharusnya dilakukan dalam setiap perumusan dan pengambilan kebijakan/keputusan.

Layaknya seorang dokter dalam mengobati penyakit pasien, dilakukan dengan melakukan diagnosa dan dalam penegakkan diagnosa ini, berbagai aspek menjadi penyebab terjadinya gangguan (anatomi, fisiologi, dan psikologi) diintegrasikan untuk merekomendasikan beberapa alternatif pengobatan. 

Hal ini yang menurut penulis tidak atau belum dilakukan pemerintah secara komprehensif dan integratif.  Justru, satu aspek, kepentingan politik (penguasa), yang lebih ditonjolkan.

Mungkin inilah alasannya.mengapa ilmu administrasi negara dipisahkan dari ilmu politik. Tujuannya, lebih kepada tidak mencampur-baurkan urusan administrasi dengan politik dalam arti kekuasaan.

Banyak dan sudah lama ktitik mengenai kebijakan publik dialamatkan kepada pemerintah RI, bukan saja di era Presiden Jokowi saja tetapi juga di era-era sebelumnya. Mulai dengan kritik ber-keywords: inkonsistensi, ambivalen, reaktif, non reaserach base, dan lainnya.

Carut marut potret kebijakan publik di Indonesia bisa jadi bermuara kepada penunjukkan sang administratur negara (mentri/anggota kabinet) yang lebih kental dengan kompromi dan pembagian kekuasaan dibandingkan dengan tugas pengurusan negara yang jelas-jelas ditujukan salah satunya untuk kemakmuran masyarakat.

Hal di atas pun, bukanlah perkara mudah, ketika proses pemilu dan pilpres diatur dalam kerangka sistem bagi-bagi kekuasaan, maka bagi-bagi jatah menteri tidak bisa dielakkan. 

Masih mending kalau semua partai koalisi berkomitmen untuk menghadirkan calon administratur yang faham mengenai kebijakan publik bukan lebih kepada mendorong satu figure partai yang disiapkan hanya dan hanya untuk mewakili kepentingan partai dalam menjaga kebijakan publik berpihak kepada partainya.

Menutup tulisan ini, saya ingin menyampaikan  bahwa kebijakan piblok yang merupakan urusan administrasi, pengaturan pemerintahan dalam melayani publik tidak akan berjalan dengan baik ketika aparatur pemerintahan, khususnya di jajaran kabinet masih mengedepankan kepentingan politik apalagi untuk kepentinhan partai pengusungnya. 

Hal yang tidak kalah penting adalah Presiden sebagai kepala eksekutif harus berfikir dalam ranah kebijakan dan publik bukan lagi perpanjangan kekuasaan dari parpol. Singkat kalimat, urusan administrasi harus dibedakan dengan urusan kekuasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun