Mohon tunggu...
setiadi ihsan
setiadi ihsan Mohon Tunggu... Dosen - Social Worker, Lecturer.

Menulis itu tentang pemahaman. Apa yang kita tulis itulah kita.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Objektivitas Berpendapat di Tengah Polarisasi Opini 01 dan 02

13 Mei 2019   21:38 Diperbarui: 13 Mei 2019   21:47 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kecurangan" yang semula dikhawatirkan pihak 02, kemudian disajikan dalam bentuk-ragam kecurangan masih dalam versi 02, bahkan dikompilasikan dan disajikan dan pada akhirnya dikatakan sebagai kecurangan masif dan terstruktur, oleh pemerintah dan perlengkapannya dalam hal ini KPU, Bawaslu dan juga Menko Polhukam, misalnya, tidak pernah diresponse "kecurangan" sebagai hal yang mesti dipertimbangkan dan segera ditindaklanjuti secara serius, namun sebaliknya lebih menyeret kepada paket upaya/program dan response dari pihak yang kalah.

Pemerintah lebih menyikapi people power sebagai tindakan makar yang berpotensi bahkan berupaya menjatuhkan pemerintah (baca: Presiden) yang sah dan mengancam persatuan NKRI.

Pertanyaan saya adalah, apakah apa yang disajikan dan dipresentasikan pihak 02 adalah sudah divonis kebohongan semata?
Dalam kapasitas apa pemerintah menjatuhkan vonis ini?

Atau pertanyaannya adalah apakah pemerintah benar-benar bulat bahwa pemilu dan pilpres 2019 ini sudah berjalan dengan lancar sebagaimana mestinya?

Nah, menyikapi hal ini, saya berpendapat perlu difikir ulang mengenai pengaturan tegas capres petahana dalam kapasitasnya sebagai kontestan pemilu/pilpres.

Karena, selama praktek-praktek seperti sekarang ini masih berlaku, akses dan kewenangan capres petahana tidak ada bedanya ketika dia sebagai presiden berkuasa, ini akan menjadikan preseden "tuduhan kecurangan" dan upaya melanggengkan masa jabatan presiden adalah 10 tahun, bukan "5 tahun dan setelah itu bisa dipilih lagi untuk satu periodenya."

Setelah masa Pa SBY, sekarang Pa Jokowi (ketika dilantik kembali sbg presiden RI), dan lima tahun ke depan adalagi presiden baru yang ketika dilantik, dalam fikirannya sudah memutar otak bagaimana ia bisa meneruskan jejak 2 presiden sebelumnya, berkuasa dalam 2 periode dengan melakukan pemaksimalan akses dan kewenangan terhadap aparat pemerintah untuk meng-goal-kan ambisinya.

Sampai sini, muncul lagi alternatif judul tulisan ini: Masa Bhakti Presiden RI adalah 10 Tahun atau Perlunya Pengaturan Kewenangan Capres Petahana.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun