Mohon tunggu...
setiadi ihsan
setiadi ihsan Mohon Tunggu... Dosen - Social Worker, Lecturer.

Menulis itu tentang pemahaman. Apa yang kita tulis itulah kita.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kartini dan Emak-emak

21 April 2019   15:00 Diperbarui: 21 April 2019   15:12 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata "Emak", setahuku adalah panggilan di daerah Sunda - kampung. Pasangannya biasa disebut "Apa". "Apa jeung Emak".

Ada kedekatan dalam pelafalan dg Ummi (Arabic), juga dengan sebutan ibu lainnya, spt: Mom atau Mamah. Dominan di area labia alias bibir dalam pelafalannya.
Ya, sudah! ga usah dilanjutkan.

Sudah jarang penyebutan "emak" di daerah kampung, untuk tatar pasundan, saat ini.
Kalau ga berganti ke mamah, ya Ibu atau Ummi, selebih nya mamih atau mimih, Hihi, menjadi alternatif.

Enam bulan ini, telinga kita diakrabi lagi dengan sebutan emak yang berulang, emak-emak sebagai pertanda jamak.

Momen apa lagi kalau bukan pemilu khususnya pilpres yang mem"booming"kan istilah emak-emak.
Awalnya, saya fahami sebagai istilah yang menyiratkan adanya sekelompok perempuan (dewasa) yang menyukai satu paslon muda, ganteng dan menarik. Mereka penyuka paslon itulah yang disebut emak-emak.

Ternyata, tidak sepenuhnya benar, emak-emak dalam konteks pemilu adalah mereka yang mempunyai berbagai emosi dan motif terkait pilpres. Mereka yang telah menyuarakan harapan perubahan, mereka juga yang memperjuangkanya dengan caranya sendiri.

Dalam pergerakannya, dasar karakter perempuan, kental sekali, yaitu bergerombol, seru dalam pembicaraan, dan melengking tinggi dalam "jeritannya" ketika menyuarakan harapan dan menentang ketidakcocokan pandangan. "Ganas"nya emak-emak pernah saya rasakan sendiri. Untuk hal yg mereka anggap bertentangan dg keyakinannya, secara bergerombol, mereka melancarkan aksi penentangan bahkan penghujatan.

Sangat berbeda dengan pemilu2-pemilu sebelumnya, yang saya tahu, dalam pemilu tahun ini, mereka, emak-emak begitu aktif menyuarakan pilihan, harapan dan opini-opininya. Dan yang saya tahu pula, kelompok emak-emak ini bukanlah mereka yang aktif atau terjun dalam politik praktis, namun pergerakannya begitu masif melebih politisi perempuan.
Inilah salah satu representasi kartini modern, sangat kontras dengan perempuan di masa2 lalu, yang cenderung pasif dalam dunia politik.

Zaman udah berubah.
Kartini pun tersenyum lega.
Selamat berjuang emak-emak!!!



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun