Mohon tunggu...
Setyawan 82
Setyawan 82 Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Tajamnya peluru yaka akan pernah bisa mengalahkan tajamnya pena. Ketajaman pena bermanfaat saat digunakan untuk hal yang patut.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Salah "Tunjuk Hidung" Proyek Pembangunan Jalur Ganda Bogor-Sukabumi

23 September 2019   09:42 Diperbarui: 23 September 2019   10:11 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kemajuan kota besar dengan jumlah populasi kepadatan penduduk yang tinggi menjadi pekerjaan rumah di bidang transportasi publik. Tingginya mobilitas masyarakat di kota besar dan darah yang mengelilinginya menjadi fakta yang sulit dipungkiri. Kereta api salah satu model angkutan penumpang yang sampai saat ini sangat digandrungi. 

Pelayanan dan fasilitas yang saat ini sudah sedemikian bagusnya masih terus diharapkan penyempurnaannya oleh para pelanggannya. Satu jalur rasanya sudah sumpek dan terlalu padat untuk melayani semua jadwal hilir mudik kereta yang melintasi relnya. Jalur ganda kemudian menjadi solusi yang paling pas menurut para pakar pertransportasian hingga Kementerian terkait.

Ujung barat hingga ujung timur jalur kereta api di pulau Jawa memang harus berjalur ganda. Sebab, satu jalur sudah tidak cukup untuk memobilisasi kereta sesuai kebutuhan penumpang yang semakin tahun semakin tinggi jumlahnya. 

Namun, keinginan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jendral Perkeretaapian tidak semudah membalikan telapak tangan. Salah satu masalah klasik yang ada di negeri ini adalah permasalan pembebasan lahan. Lahan milik negara sendiri saja ada yang sulit dibebaskan apalagi lahan milik masyarakat.

Sebut saja pembengunan proyek jalur ganda di Bogor - Sukabumi yang hingga saat ini masih dipersoalkan. Sebut saja ada delapan kelurahan di kota Bogor yang akan ditertibkan untuk pembangunan jalur ganda ini, yaitu Kelurahan Bondongan, Gudang, Kertamaya, Lawang Gintung, Batu Tulis, Empang, Genteng dan Cipaku. Sementara akhir 2019 nanti penertiban dijadwalkan sudah selesai dan pembangunan secara fisik bisa direalisasikan di awal 2020 mendatang.

Polemik yang menjadi pekerjaan rumah diantaranya adalah permasalahan klasik penertiban yaitu uang kerohiman, ganti untung atau apapun istilahnya dalam berbabagi versi. Khawatir tak mendapatkan uang kerohiman yang sesuai harapan, warga kemudian mengadukan permasalahan ini ke DPRD Kota Bogor supaya permasalahan ini dapat terselesaikan. 

Menanggapi aduan warga, tak berapa lama DPRD Kota Bogor merespon dan bereaksi. Para pejabat elit itupun lantas menindaklanjuti aduan warga dengan mengundang PT Kereta Api Indonesia (Persero) guna menjembatani kepentingan warga terdampak jalur ganda.

Menurut Atang Trisnanto, Ketua DPRD sementara kota Bogor, PT KAI (Persero) dikabarkan belum menyebutkan secara jelas besaran nominal uang yang akan diberikan. Selain itu PT KAI (Persero) erlalu singkat akan melakukan penertiban. Menurutnya masyarakat diminta mengosongkan lahan pada bulan Desember sementara menurutnya sosialisasi baru dilakukan pada awal September lalu.

Banyak yang belum tahu dan memahami bahwa tanggungjawab proyek pembangunan jalur ganda Bogor-Sukabumi ada pada Balai Teknik Perkeretaapian Jawa Barat di bawah naungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian Jawa Barat. 

Sementara PT KAI (Persero) selaku pemilik lahan hanya membantu pihak terkait untuk melihat batas-batas lahan. Sebagian lahan yang akan digunakan untuk jalur ganda merupakan lahan PT KAI (Persero). Semua hal terkait proyek tersebut merupakan tanggung jawab Dirjenka, bukan PT KAI (Persero).

Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Jawa Barat, Achyar Pasaribu menjelaskan bahwa penilaian besaran uang kerohiman akan dilakukan oleh tim apprasial dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) pada minggu terakhir September. 

Ada empat kriteria yang dikalkulasi meliputi uang pembongkaran, sewa rumah selama setahun, mobilisasi barang-barang serta biaya kehilangan pendapatan apabila rumahnya dijadikan tempat usaha.

Sebagaimana merujuk pada Peraturan Presiden 62 tahun 2018 pasal 8 ayat 2. Dengan penjelasan ini persoalan menjadi lebih terang benderang untuk diurai. Jika salah tunjuk hidung bisa berabe, orang lain yang makan pete, kita dituduh tebar harumnya di toilet.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun