Hingga saat ini masih banyak lahan bukan tanah negara bebas yang beralaskan hak dengan Grondkaart. Selain lahan PT KAI (Persero) tentu saja banyak lahan vital yang saat ini menggunakan alas hak Grondkaart seperti Istana Negara di Jakarta yang luasnya mencapai 68.000 m2 hingga lahan Monumen Tugu Monas yang memiliki luas mencapai 80 hektar. Hayo siapa berani?
Selain kedua tempat yang saya sebutkan masih banyak lahan di Indonesia yang bukan tanah negara bebas yang menggunakan alas hak Grondkaart namun BPN pun tak berani mengusiknya, karena saya yakin BPN pun sebenarnya cukup paham dengan alas hak yang satu ini.
Baru-baru ini Andi Surya merilis sebuah pernyataan di media online dan menuduh bahwa Grondkaart bukan merupakan alas hak yang sah. Hal itu ia sampaikan dan dalilkan dengan menafikan kebenaran yang sesungguhnya. Bahkan bak super hero ia pun berusaha meyainkan kebenaran pendapatnya dengan mendukung perjuangan Basko di Padang yang sudah kalah ditingkat MA yang menolak pengajuan peninjauan kembali atas putusan eksekusi terhadap lahan yang ia klaim menjadi milikinya yang sebenarnya lahan tersebut merupakan lahan PT KAI (Persero).
Andi Surya mungkin dengan kekuasaannya sebagai anggota DPD bisa mengaburkan fakta melalui opini salah yang ia bangun, namun hal tersebut hanya berlaku bagi masyarakat yang tidak paham mengenai fakta yang sebenarnya. Andi Surya tidak dapat mengaburkan fakta sejarah dan kedudukan Grondkaart yang memiliki nilai keabsahan yang kuat yang terdapat pada Grondkaart karena juga memiliki kekuatah hukum.
Aset milik kereta api pada masa kekuasaan Hindia Belanda telah diarsipkan dengan baik pada masa itu dalam Grondkaart (arsip yang berisi data pengukuran dan pemetaan tanah untuk keperluan kereta api yang memiliki fungsi konkrit menjelaskan batas-batas tanah yang berada dalam hak penguasaan kereta api). Grondkaart memiliki dua kekuatan hukum yaitu kepemilikan dan kepentingan.
Tidak tepat bila Andi Surya menggunakan dasar UU Tahun 1960 tentang Agraria untuk membenarkan opininya Seharusnya ia membaca sejarah dimana lebih tepat mengacu pada Konferensi Meja Bundar (KMB). Apa yang dihasilkan melalui KMB adalah keputusan final yang dapat dijadikan dasar untuk menjelaskan kesepakatan pengalihan aset negara (BUMN) salah satunya Kereta Api Negara (SS) yang dulunya dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda kemudian diserahterimakan kepada negara.
Status kepemilikan tanah menyangkut hak keperdataan, oleh karena itu pelepasan, penyerahan hak atas tanah diatur dalam K.U.H. Perdata dan UUPA/1960. Dalam UU 23 tidak menyebutkan dan memberikan hak kepemilikan kepada siapapun. UU 23 hanya menyebut bahwa prasarana perkeretaapian salah satunya terdiri dari jalur Kereta Api (KA), dimana jalur KA itu terdiri dari Rumaja, Rumija, Ruwasja yang masing-masing ketentuan dan pemanfaatannya sudah diatur. Jadi bukan persoalan hitung-hitungan 6 meter ke kiri dan ke kanan.
Sekretaris Jendral (Sekjen) Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), M Noor Marzuki menjelaskan secara tegas dalam rangka Foccus Group Discussion (FGD) bahwa bukti kepemilikan atas aset tanah PT KAI (Persero) adalah Grondkaart. Sementara itu Grondkaart adalah final sebagai bukti yang dimiliki PT KAI (Persero) atas asetnya. Dengan adanya Grondkaart maka secara otomatis aset tanah PT KAI (Persero) sudah terbebas dari kepemilikan masyarakat. Dengan adanya Grondkaart, kepemilikan aset PT KAI (Persero) atas tanah sudah selesai dan tidak perlu dibantah lagi.
Grondkaart sendiri bila kita menilik pasal 4 dalam Bijblad op het Staatsblad van Nederlandsch Indi tahun 1895 No. 4909 mengenai aturan-aturan pembebabsan tanah untuk kepentingan proyek negara, sebagai sebuah aturan legal pertanahan pada masa Hindia Belanda, disusun dengan sangat sistematis, legal formal dan memiliki kekuatan hukum karena mencantumkan pengesahan dari pejabat-pejabat pemerintah yang berwenang pada saat itu.
Berikut ini adalah pasal asli yang dapat kita temui dari Bijblad op het Staatsblad van Nederlandsch Indi di atas beserta terjemahannya:
File asli:
Satu hal lagi yang perlu digaris bawahi, bahwa aset negara penting diselamatkan guna menjaga pemanfaatannya bagi kepentingan negara adalah andilnya KPK yang secara tegas mengawal penyelamatan aset negara dari tangan-tangan liar yang dapat menimbulkan kerugian bagi negara. Bisa jadi, suatu saat orang-orang yang dengan sengaja menggelapkan atau mengaku-aku lahan milik negara akan berhadapan dengan KPK.
Â
Peran Polri dalam Membantu Selamatkan Aset BUMN
Selain Komisi Pemberantasan Korupsi, keberadaan Kepolisian Republik Indonesia dalam mengawal dan membackup pengamanan penyelamatan aset BUMN adalah sinergi yang dirasa sangat tepat. Kepolisian menjadi salah satu backup yang netral namun sekaligus menjadi kekuatan bagi negara guna menyelamatkan aset negara yang diduduki masyarakat. Aset BUMN perlu diselamatkan. Melalui BUMN, negara mampu meningkatkan produktivitas dalam pembangunan.
Menduduki lahan atau aset negara yang berupa tanah kemudian mendirikan bangunan diatasnya secara ilegal jelas perbuatan melawan hukum. Apalagi dilakukan secara berkelompok atau persekongkolan. Bahkan ditingkat Politikpun persoalan legalitas aset BUMN tidak dapat diusik atau dirongrong sehingga terbit sertipikatnya. Lalu bagaimana bila terbit sertipikat? Bisa jadi ada mal administrasi atau ada keterlibatan oknum. Jika sudah seperti ini maka bila terbukti dapat dipidanakan.
Sudah sepatutnya Polri hadir turut mengawal penyelamatan aset negara. Ini adalah misi penting dalam menjaga aset-aset negara khususnya BUMN. Karena permasalahan perampokan aset atau menduduki lahan-lahan aset negara dalam hal ini BUMN secara ilegal jelas merugikan negara. Polri harus kawal permasalahan Andi Surya di Lampung. Jangan sampai dijadikan panggung politik. Karena bisa saja Monas bahka Istana Negara suatu saat akan diklaim sebagai tanah negara bebas yang bisa disertipikatkan.
Setyawan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI