Mohon tunggu...
Shofiuddin AlMufid
Shofiuddin AlMufid Mohon Tunggu... Dokter - Dokter

Health Proletarian ⚕ | Bariton yang Berisik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Politik Kontemporer: Quasi-Democracy dan Kapitalisasi Kekuasaan

6 Desember 2024   16:14 Diperbarui: 6 Desember 2024   16:14 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Supaya Gajah itu tumbuh besar, Tuan perlu berikan rumput yang banyak. Coba lihatlah Indonesia, negeri masyhur dengan hamparan rumput melimpah, Tuan belikan sahaja dari sana karena harganya juga paling murah."

Logika berpikir kita sepertinya tidak mampu menyangkal kalau Gajah layak dipandang sebagai hewan yang besar, kokoh, dan bisa melindas siapapun dibawahnya. Genderum lengkingannya terdengar seantero negeri menandakan betapa prominen makhluk yang satu ini. Tak heran jika Gajah sudah diagung-agungkan sejak zaman monarki, dijadikan simbol kekuasaan dan kekuatan aristokrat bangsawan. Mudah saja, para prajurit cukup menyediakan rumput untuknya makan, rakyat-rakyat kecil sudah biasa membawakannya bagi sang Tuan, cukup berikan upah yang ringan dan iming-iming atas sanjungan yang indah. Sang Gajah bertambah besar, dan rakyat pencari rumput itu tetap pada tabiatnya.

Quasi-Democracy

~preambule & author's perspective

Hidup dalam ekawarsa belakangan memaksa saya untuk mengamati dinamika perpolitikan Indonesia. Tentu saya bukanlah mahasiswa fisipol, apalagi seorang analis politik, hanya warga negara yang mencoba berpikir dari pengalaman empiris dan bumbu-bumbu rasionalisasi. Aktivitas di 2024 ini rupanya tidak lepas dari pemilu, polarisasi suara, dan pelbagai hiburan dari panggung sandiwara politik. 

Mari kita mulai rabu pekan kemarin dengan bangun pagi, bersih diri, lalu berangkat ke TPS yang kebetulan ada di depan rumah. Lumayan bisa libur sehari, biasanya pagi hari juga sudah memburuh di bangsal perawatan. Ayam berkokok tidak seperti biasanya, suaranya tertindih dengan cuitan-cuitan warga setempat, mereka sedang bersuka cita dengan "cepek" dikantong yang didapatnya fajar tadi. Strategi politikus masuk dalam grassroot (akar rumput) sepertinya tidak terlalu usang untuk dipakai pada masyarakat yang cara pikirnya masih selevel itu. Harga rumput kita memang sangat murah, baginya sudah cukup untuk memilih paslon yang bisa membuatnya bertahan hidup, setidaknya dari waktu fajar hingga terbenamnya matahari, 5 tahun kedepan kita pikir lagi.

Belum lama ini kita disajikan pertunjukan akbar republik monarki, sang raja begitu pandai menyusun siasat untuk membangun dinastinya. Prajurit-prajurit dan tokoh delegatif tidak luput dari pengaruhnya. Aristokrat penghibur mulai berhamburan mencari celah kursi kekuasaan. Terbukti, kita mulai dihadapkan pada gelombang besar artis yang masuk dalam dunia politik, kaum feodal dari kalangan agamis turut serta, sementara pengusaha dan pemilik modal menguasai panggung politik yang terlampau mahal. Seharusnya wajar ketika saya berpikir kalau politik kita hampir sama dengan permainan para bandar, demokrasi lambat laun hanya akan menjadi pemanis buatan dari larutan yang sudah disiapkan. It's not political democracy, it's just quasi-democracy.

Sekarang adalah eranya politik kontemporer, merujuk pada terminologi kekinian, modern dan kosmopolitan. Transformasi politik yang seringkali digaungkan akan menggantikan sistem usang yang kotor seakan membawa seberkas harapan. Namun sepertinya, kontemporer yang transformatif itu banyak menghilangkan pakem-pakem etik, pengembangannya terlalu kreatif dan perlahan semakin menghalalkan segala strategi dalam semua tataran. Panggung politik yang sulit dijangkau membuat privatisme mulai banyak diminati, hidup nyaman tentram tanpa berpolitik, berdikari tanpa perlu berpangku tangan pada pemerintah. Lambat laun kombinasi ini akan sangat lengkap, politik yang semakin eksklusif bersanding dengan apatisme publik akan terus membuat kita nyaman dalam bayang-bayang demokrasi semu.

Politik Yang Mulia

Politics as a master science ~Aristoteles

Dunia dalam hegemoni global, tergerus oleh arus sudah seperti sebuah keniscayaan. Falsafah tradisional perlu dirujuk kembali, karena sudah seharusnya politik ditempatkan pada marwah tersendiri. Kita ini terlalu asyik bermain, meliuk-liuk dalam panggung kebebasan, meninggalkan sedikit banyak takaran nilai dalam perpolitikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun