“Ada kejahatan yang lebih kejam daripada membakar buku. Salah satunya adalah tidak membacanya.” -Joseph Brodsky-(Penyair asal Rusia)
Banyak sekali survei yang menyatakan bahwasanya tingkat literasi di Indonesia sangatlah rendah. Mulai dari penelitian Central Connecticut State University (CCSU) pada 2016 mencatatkan bahwa literasi Indonesia berada di tingkat kedua terbawah dari 61 negara. Ataupun berdasarkan survei UNESCO tahun 2012, angka minat baca anak Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, hanya ada 1 dari 1.000 orang yang memiliki minat baca serius.
Selain itu yang juga menjadi acuan adalah penelitian Program for International Student Assessment (PISA) rilisan Organisation for Economic Co-Operation and Develompent (OECD) tahun 2015 menunjukkan, Indonesia berada pada peringkat 62 dari 70 negara. Respondennya anak-anak sekolah usia 15 tahun dengan sampel sekitar 540 ribu orang.
Dari dalam negeri sendiri ada penelitian dari Perpustakaan Nasional tahun 2017, rata-rata orang Indonesia hanya membaca buku 3-4 kali per minggu, dengan durasi waktu membaca per hari rata-rata 30-59 menit. Sedangkan, jumlah buku yang ditamatkan per tahun rata-rata hanya 5-9 buku.
Sedangkan survei lainnya berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 mengenai minat membaca dan menonton anak-anak Indonesia. Dikatakan, hanya 17,66% anak-anak Indonesia yang memiliki minat baca. Sementara, yang memiliki minat menonton mencapai 91,67%.
Namun yang menjadi pertanyaan besar ketika melihat survei-survei tersebut yang sudah sangat lama dan sering dijadikan dalil berulang-ulang adalah, apakah di tahun 2021 ini survei tersebut masih valid? Jika kita coba untuk menemukan survei terbaru terkait tingkat literasi di Indonesia maka salah satunya adalah Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 yang dirilis oleh Organisation for Economic Co-Operation and Develompent (OECD) pada 2019, menunjukkan Indonesia berada pada posisi 6 dari bawah alias peringkat 74 dari 79 negara dalam kategori kemampuan membaca. Dari penelitian ini semakin menunjukkan bahwasanya kondisi Indonesia memang tidak sedang baik-baik saja dalam hal minat dan daya baca. Hal ini seolah-olah paradoks dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2019 yang menunjukkan bahwa tingkat melek huruf masyarakat indonesia sudah berada di atas 98 persen (mampu membaca, namun rendah minat baca).
Dari banyak survei literasi yang telah kita lihat di atas terhadap kondisi literasi di Indonesia, maka ada beberapa penyebab masih rendahnya minat dan daya literasi di Indonesia:
1) Kurangnya dukungan atau keterlibatan keluarga dalam membangun budaya membaca di rumah sehingga anak-anak tidak terbiasa menjadikan buku sebagai rujukan untuk mendapatkan informasi.
2) Akses buku yang berkualitas belum merata di sejumlah daerah. Anak-anak tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan referensi buku yang beragam.
3) Budaya literasi tidak hanya tentang tata kelola buku di perpustakaan, dalam hal ini masyarakat belum sepenuhnya mengambil peran untuk meningkatkan ekosistem literasi yang produktif bagi anak-anak.
4) Pemerintah dinilai belum mampu mengembangkan program literasi berbabasis gerakan. Bilapun ada selama ini hanya dianggap lebih ke arah seremonial yang cenderung mengarah ke sesuatu yang artificial. Apalagi saat ini tingkat literasi di Indonesia masih belum merata. Berdasarkan data dari Kemendikbud, untuk kota-kota besar seperti DKI Jakarta, Bandung, atau Yogyakarta tentu tingkat literasinya sudah cukup tinggi tetapi beberapa daerah, khususnya di daerah timur Indonesia tingkat literasinya masih rendah.


1) Challenge Berani Baca, merupakan tantangan membaca kepada 100 orang setiap bulannya untuk membudayakan membaca buku setiap harinya selama 15 hari dan kemudian menuliskan review dari buku yang telah dibaca tersebut.
2) Bedah buku, merupakan wadah bagi peserta challenge beranibaca yang telah menyelesaikan buku bacaan serta membuat ulasan (book review). Dari 100 orang peserta dipilih lah beberapa ulasan bacaan (book review) terbaik untuk dibedah melalaui siaran langsung instagram @beranibaca.
3) Kolaborasi Komunitas Literasi, merupakan kolaborasi antar komunitas yang diharapkan dapat memperluas relasi serta saling memberikan support terhadap pergerakan di dunia literasi, contohnya seperti mengadakan seminar / webinar bersama yang berkaitan dengan literasi.
4) Reading Marathon, merupakan aktivitas membaca suatu buku tertentu secara langsung di cafe dengan sejumlah orang untuk menyelesaikan bacaannya dan kemudian membedah buku yang telah dibaca bersama tersebut.
5) Donasi Buku, merupakan kegiatan donasi buku ke daerah tertentu yang sangat membutuhkan sumbangan buku untuk perpustakaan masyarakat di daerah tersebut.
6) Challenge Berani Nulis, merupakan pengembangan sayap gerakan Komunitas Beranibaca.id di dunia literasi yaitu pada ranah menulis. Adapun target dari project ini yaitu pemuda Indonesia diharapkan setelah mampu konsisten dalam membaca dapat menghasilkan karya berupa tulisan. Dalam prosesnya setiap tulisan yang dibuat peserta akan diberi masukan oleh mentor yang sudah berpengalaman, sehingga karya yang dihasilkan setelah challenge dapat semakin berkualitas.
Kedepannya untuk memperluas kebermanfaatan, Komunitas Beranibaca.id berencana untuk memperbanyak kolaborasi bersama komunitas lainnya serta akan dilakukan pengembangan kepengurusan yang awalnya bersifat nasional menjadi kepengurusan pusat dan kepengurusan regional di daerah-daerah Indonesia. Semoga dengan adanya Komunitas Beranibaca.id ini dapat memberikan warna pada dunia literasi di Indonesia serta dapat meningkatkan minat dan daya baca pemuda Indonesia. Informasi lebih lanjut dapat diperoleh melalui instagram @beranibaca atau websitenya beranibaca.id.
"Education is the most powerful weapon which you can use to change the world." -Nelson Mandela-
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI