Dengan daya serap rata-rata 700 – 800 ribu unit per tahun, pasar otomotif Indonesia terbilang seksi. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia hanya kalah dengan Thailand yang rata-rata mampu menyerap 1 juta unit mobil baru setiap tahunnya. Meski terbilang besar, tak mudah menaklukkan karena sesungguhnya pasar cenderung bersifat monopolistik. Pasalnya, hampir 70% market share dikuasai oleh produsen Jepang. Tak salah, bagi Jepang Indonesia bisa disebut sebagai halaman belakang (back yard) karena begitu dominannya ATPM negeri matahari terbit itu di sini. Alhasil, cerita tentang produsen non Jepang yang berdarah-darah karena tak mampu bersaing, selalu berulang setiap tahunnya.
Tengok saja, setelah tahun lalu, GMBI (General Motor Buana Indonesia) memutuskan untuk menghentikan produksi MVP Spin, sekaligus pabrik Chevrolet di Indonesia, kini kabar miring berhembus dari Proton Edar Indonesia (PEI). ATPM asal Malaysia itu, semakin tak berdaya industri. Kerasnya persaingan dan melemahnya daya beli masyarakat, terus memukul penjualan Proton.
Penjualan mobil Proton di Indonesia memang semakin mengecil. Data menunjukkan, sepanjang 2013 penjualan Proton masih tercatat di kisaran 1.000 unit. Namun di tahun berikutnya hanya 523 unit. Bahkan, hingga Oktober 2015, penjualan tercatat hanya di bawah 150 unit. Saat ini terdapat 5 model yang ditawarkan Proton, yakni Exora, Preve, Neo R3, Suprima S dengan Exora sebagai model terlaris. Satu model sebelumnya, yakni Savy sejak beberapa waktu lalu dihentikan peredarannya, karena nyaris tak ada penjualan dari city car ini.
Seretnya penjualan membuat manajemen PEI tak punya pilihan lain, kecuali melakukan restrukturisasi besar-besaran. Seperti dikutip dari DetikOto (Jumat, 27/11/2015), PEI dikabarkan telah merumahkan puluhan karyawannya, terkait dengan kinerja penjualan dan kondisi pasar yang menurun. Informasi ini muncul setelah sejumlah postingan karyawan Proton yang mengalami PHK beredar di media sosial.
Sejauh ini belum ada konfirmasi resmi dari PEI soal ini. Apakah mereka akan menghentikan sementara operasinya atau tidak di Indonesia. Pihak PEI juga belum memberikan penjelasan apa pun ke media dan khalayak umum.
Logo Tak Menarik
Babak belurnya Proton menegaskan bahwa tak mudah bagi produsen mobil asal Malaysia itu untuk mengambil pasar dari cengkeraman para pabrikan Jepang, meski pun itu cuma secuil saja. Namun di luar angka-angka penjualan dan preferensi masyarakat Indonesia yang masih mengagungkan keunggulan produk Jepang, bagi saya ada sisi lain yang membuat kehadiran Proton tidak maksimal di industri otomotif dunia, yakni tampilan logo.
Jujur saja, bagi saya logo Proton kurang memberikan sentuhan emosional. Seolah tak ada yang istimewa dengan gambar harimau belang yang menjadi logonya. Memang tidak ada korelasi langsung antara penjualan dengan logo. Meski demikian, logo tidak sekedar gambar. Logo yang memiliki tampilan kuat dan menarik, tentu punya philosophi.
Tengok saja logo dua produsen mobil dari Asia, Toyota dan Hyundai. Logo keduanya tak hanya unik, namun juga mengandung muatan emosional karena mengandung tujuan jangka panjang perusahaan.
Toyota misalnya, sekilas dari kejauhan logonya mirip dengan huruf “T” yang berarti Toyota. Namun jika diamati lebih dekat, logo produsen mobil nomor satu di Indonesia itu, terdiri dari tiga bentuk oval. Dua oval yang saling bertautan menyerupai huruf “T”, merepresentasikan hubungan saling menguntungkan dan mempercayai antara pelanggan dan Toyota. Sementara latar belakang oval yang lebih besar, menggambarkan perkembangan dan kemajuaan teknologi, yang memberikan kesempatan tak terbatas bagi perusahaan untuk terus maju.
Sedangkan Hyundai mengusung logo huruf “H” yang dikelilingi bentuk oval, menggambarkan keinginan kuat perusahaan untuk mendunia. Huruf H yang miring dan bergaya, juga menggambarkan simbol dua orang (representasi perusahaan dan pelanggan) sedang berjabat tangan.
Kembali ke Proton, tak ada informasi sepotong pun yang bisa di dapat jika orang ingin mencari tahu apa makna dibalik logo harimau yang mereka usung itu. Kecuali bahwa harimau merupakan hewan spesial bagi Kerajaan Malaysia, sehingga dijadikan simbol negara, termasuk dunia usaha di negeri Jiran itu. Seperti halnya Maybank yang juga menggunakan harimau, mungkin karena kekuatan dan superioritasnya, maka Proton pun mengambil harimau sebagai bagian identitas produknya.
Namun, sayangnya (di luar pasar dalam negeri yang diproteksi), sang harimau saat ini masih belum menunjukkan taringnya di pasar global, termasuk di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H